Rabu, 18 Januari 2017

Trip To Thailand & Singapore

Awalnya, kita bepergian untuk ‘menghilang’; kemudian kita bepergian untuk menemukan diri kita. Kita bepergian untuk membuka hati dan mata kita serta mempelajari lebih banyak tentang dunia lebih dari yang diberikan oleh surat-surat kabar.”
==================================================
Thailand
(April-Mei 2016)

Embassy of The Republic of Indonesia in Bangkok

Indonesia School of Bangkok

Indonesia School of Bangkok

Southeast Asian Ministers of Education Organization (SEAMEO) Bangkok

 Pataya Beach, Thailand

Nong Nooch Village, Pattaya

 Wat Arun Ratchawararam, Bangkok

I'm Mollucas (Pataya)

 Pataya (first night)

 Bangkok 

============================================
Singapore
(Desember 2016)

Flights to Singapore



 Changi Airport

Merlion Park 


Merlion Park 


Embassy of The Republic of Indonesia in Singapore

Marina Bay Sands

 Universal Studios

 Singapore City

 Nanyang Technological University

 Sentosa Beach

Orchard Road  


There is a kind of magicness about going far away and then coming back all changed

Ada sesuatu yang magis tentang bepergian jauh dan kembali (sebagai pribadi yang) berbeda.





Senin, 16 Januari 2017

Teori dan Model Pembelajaran PKn

Oleh :
Yakob Godlif Malatuny, S.Pd., M.Pd


1. Pada hakikatnya semua orang mengalami proses belajar dan pembelajaran sepanjang kehidupannya.
a.  Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Menurut Gagne (1970) bahwa belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia yang terjadi setelah secara terus-menerus, bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja, melainkan oleh perbutannya yang mengalami perubahan dari waktu ke waktu.
Sedangkan, pembelajaran merupakan perubahan yang bertahan lama dalam perilaku atau dalam kapasitas berperilaku dengan cara tertentu, yang dihasilkan dari praktik atau bentuk-bentuk pengalaman lainnya Schunk (2012).
Belajar dan pembelajaran merupakan dua kegiatan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain (Komalasari, 2010: 4). Keterkaitan belajar dan pembelajaran dapat digambarkan dalam sebuah sistem, proses belajar dan pembelajaran memerlukan masukan dasar (raw input) yang merupakan bahan pengalaman belajar dalam proses belajar mengajar (learning teaching process) dengan harapan berubah menjadi keluaran (output) dengan kompetisi tertentu.
Selain itu, proses belajar dan pembelajaran juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang menjadi masukan lingkungan (environment input) dan faktor instrumental (instrumental input) yang merupakan faktor yang secara sengaja dirancang untuk menunjang proses belajar mengajar dan keluaran yang ingin dihasilkan.
Pembelajaran berupaya mengubah masukan berupa siswayang belum terdidik menjadi siswa yang terdidik, siswa yang belum memiliki pengetahuan tentang sesuatu menjadi siswa yang memiliki pengetahuan. Pembelajaran yang efektif ditandai dengan terjadinya proses belajar dalam diri siswa. Dunne dan Wragg (dalam Nuryanti, 2008: 30) menyatakan bahwa pembelajaran efektif memudahkan siswa belajar sesuatu yang bermanfaat seperti fakta, keterampilan, nilai, konsep, cara hidup serasi dengan sesama atau sesuatu hasil belajar yang diinginkan.
Belajar mungkin saja terjadi tanpa pembelajaran, namun pengaruh aktivitas pembelajaran dalam belajar hasilnya lebih sering menguntungkan dan biasanya lebih mudah diamati. Pembelajaran sebagai suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mendukung dan mempengaruhi terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal.
Namun, untuk mancapai tujuan belajar yang baik dapat ditempuh melalui proses pembelajaran yang efektif. Banyak upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran dengan pengunaan pendekatan sistem dalam perancangan pembelajaran.
b. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu belajar dapat terjadi kapan dan dimana saja. Salah satu pertanda bahwa seseorang itu telah belajar adalah adanya suatu perubahan tingkah laku pada diri orang itu yang mungkin disebabkan oleh terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan, keterampilan atau sikapnya. Apabila proses belajar itu diselenggarakan secara formal di sekolah, tidak lain dimaksudkan untuk mengarahkan perubahan pada diri siswa secara terencana dalam aspek pengetahuan, keterampilan maupun sikap. Menurut Dimyati, (1998: 1-2) bahwa proses belajar dan pembelajaran terjadi karena ada proses interaksi dengan upaya memberikan arahan dan bimbingan yang dilakukan oleh seseorang (guru/pendidik) dalam proses belajar anak.
Menurut Gagne (Winkel, 2007), proses belajar, terutama belajar yang terjadi di sekolah, itu melalui tahap-tahap atau fase-fase: motivasi, konsentrasi, mengolah, menggali 1, menggali 2, prestasi, dan umpan balik.
1)   Tahap motivasi, yaitu saat motivasi dan keinginan siswa untuk melakukan kegiatan belajar bangkit. Misalnya siswa tertarik untuk memerhatikan apa yang akan dipelajari, melihat gurunya dating, emlihat apa yang ditunjukkan guru (buku, alat peraga), dan mendengarkan apa yang diucapkan guru.
2)     Tahap konsentrasi, yaitu saat siswa harus memusatkan perhatian, yang telah ada tahap motivasi, untuk tertuju pada hal-hal yang relevan dengan apa yang  akan dipelajari. Pada fase motivasi mungkin perhatian siswa hanya tertuju kepada penampilan guru (pakaian, tas, model rambut, sepatu dan lain sebagainya).
3)     Tahap mengolah, siswa menahan informasi yang diterima dari guru dalam Short Term Memory, atau tempat penyimpanan ingatan jangka pendek, kemudian mengolah informasi-informasi untuk diberi makna (meaning) berupa sandi-sandi sesuai dengan penangkapan masing-masing. Haisl olahan itu berupa sandi-sandi khusus antara satu siwa dnegan siwa lainnya berbeda. Symbol hasil olahan bergantung dari pengetahuan dan penglaman sebelumnya serta kejelasan penangkapan siswa. Karena itu, tidaklah merupakan hal yang aneh jika setiap siswa akan berbeda penangkapannya terhadap hal yang sama yang diberikan oleh seorang guru.
4)  Tahap menyimpan, yaitu siswa menyimpan symbol-simbol hasil olahan yang telah diberi makna ke dalam Long Term Memory (LTM) atau gudang ingatan jangka  panjang. Pada tahap ini hasil belajar sudah diperoleh, baik baru sebagian maupun keseluruhan. Perubahan-perubahan pun sudah terjadi baik perubahan pengetahuan sikap, maupun keterampilan. Untuk perubahan sikap dan keterampilan itu diperlukan belajar yang tidak hanya sekali saja, tapi harus beberapa kali, baru kemudian tampak perubahannya.
5)      Tahap menggali 1, yaitu siswa menggali informasi yang telah disimpan dalam LTM ke STM untuk dikaitkan dengan informasi baru yang diterima. Ini terjadi pada pelajaran waktu berikutnya yang merupakan kelanjutan pelajaran sebelumnya. Penggalian ini diperlukan agar apa yang telah dikuasai menjadi kesatuan dengan yang akan diterima, sehingga bukan menjadi yang lepas-lepas satu sama lain. Setelah penggalian informasi dan dikaitkan dengan informasi baru, maka terjadi lagi pengolahan informasi untuk diberi makna seperti halnya dalam tahap mengolah untuk selanjutnya disimpan dalam LTM lagi.
6)  Tahap menggali 2, menggali informasi yang telah disimpan dalam LTM untuk persiapan fase prestasi, baik langsung maupun melalui STM. Tahap menggali 2 diperlukan untuk kepentingan kerja, menyelesaikan tugas, menjawab pertanyaan atau soal latihan.
7)   Tahap prestasi, informasi yang telah tergali pada tahap sebelumnya digunakan untuk menunjukkan prestasi yang merupakan hasil belajar. Hasil belajar itu, misalnya, berupa keterampilan mengerjakan sesuatu, kammpuan menjawab soal, atau menyelesaikan tugas.
8)      Tahap umpan balik, siswa memperoleh penguatan (konfirmasi) saat perasaan puas atas prestasi yang ditunjukkan. Hal ini terjadi jika prestasinya tepat. Tapi sebaliknya, jika prestasinya jelek, perasaan tidak puas maupun tidak senang itu bisa saja diperoleh dari guru (eksternal) atau dari diri sendiri (internal).
Sedangkan pembelajaran adalah proses atau kegiatan yang dirancang dengan sengaja oleh guru untuk terjadinya interaksi yang menyenangkan dalam proses belajar melalui integritas dan optimalisasi sumber daya sistemik (materi, metode, media, kegiatan dan evaluasi) sehingga peserta didik lebih paham dan aktif dalam meningkatkan cara, gairah dan hasil belajarnya. Karena itu pembelajaran harus menghasilkan belajar meskipun tidak semua proses belajar terjadi karena pembelajaran. Proses belajar terjadi juga dalam konteks interaksi sosil-kultural dalam lingkungan masyarakat.
Dalam  buku Condition  of  Learning,  Gagne (1997)  mengemukakan  sembilan  prinsip  yang dapat dilakukan guru dalam melaksanakan pembelajaran, sebagai berikut:
1)   Menarik  perhatian  (gaining  attention)  :  hal  yang  menimbulkan  minat  siswa dengan mengemukakan sesuatu yang baru, aneh, kontradiksi, atau kompleks.
2) Menyampaikan tujuan pembelajaran (informing learner of the objectives): memberitahukan   kemampuan   yang   harus   dikuasai   siswa   setelah   selesai mengikuti pelajaran.
3)  Mengingatkan konsep/prinsip yang telah dipelajari (stimulating recall or prior learning) : merangsang ingatan tentang pengetahuan yang telah dipelajari yang menjadi prasyarat untuk mempelajari materi yang baru.
4)  Menyampaikan materi pelajaran (presenting the stimulus) : menyampaikan materi-materi pembelajaran yang telah direncanakan.
5)  Memberikan  bimbingan  belajar  (providing  learner  guidance)  :  memberikan pertanyaan-pertanyaan  yamng  membimbing  proses/alur  berpikir  siswa  agar memiliki  pemahaman yang lebih baik.
6)   Memperoleh  kinerja/penampilan  siswa  (eliciting  performance)  ;  siswa  diminta untuk menunjukkan apa yang telah dipelajari atau penguasaannya terhadap materi.
7)  Memberikan   balikan   (providing   feedback)   :   memberitahu   seberapa   jauh ketepatan performance siswa.
8)   Menilai   hasil   belajar   (assessing   performance)   :memberiytahukan   tes/tugas   untuk mengetahui seberapa jauh siswa menguasai tujuan pembelajaran.
9) Memperkuat retensi dan transfer belajar (enhancing retention and transfer): merangsang kamampuan    mengingat-ingat    dan    mentransfer    dengan    memberikan    rangkuman, mengadakan review atau mempraktekkan apa yang telah dipelajari.
c. Dalam proses pembelajaran antara pendidik dan peserta didik harus ada interaksi. Pembelajaran adalah proses membuat orang belajar. Dimana belajar dilakukan dengan usaha sendiri (individu), dan pembelajaran merupakan proses mengajak atau melibatkan seseorang maupun orang lain kearah tujuan. Dalam pembelajaran ini, proses belajar tersebut terjadi secara bertujuan dan terkontrol, yang mana tujuan-tujuan pembelajaran telah dirumuskan dalam kurikulum yang berlaku.
Belajar merupakan bagian dari proses pembelajaran, dimana pembelajaran adalah salah satu upaya dalam mengoptimalkan kegiatan belajar siswa dalam rangka untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh siswa. Pembelajaran merupakan komunikasi dua arah, yaitu komunikasi yang dilakukan oleh guru dalam mengajar dan komunikasi siswa dalam belajar. Guru membelajarkan siswa dengan menggunakan asas-asas pendidikan maupun teori belajar, yang kesemua itu menjadi penentu dalam keberhasilan pendidikan. Dalam proses pembelajaran guru dan siswa bekerja sama dalam berbagi dan mengolah informasi dengan tujuan agar pengetahuan yang terbentuk tertanam pada diri siswa dan menjadi landasan belajar secara mandiri dan berkelanjutan. Secara singkat, antara belajar dan pembelajaran saling terkait satu sama lain.
Belajar dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja, akan tetapi pembelajaran dilakukan disekolah dimana guru dan siswa saling berinteraksi untuk mengolah informasi agar pengetahuan yang telah dilakukan dapat tertanam dalam diri siswa.
Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku (Sanjaya, 2009: 112). Aktivitas mental itu terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari. Proses belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat atau tidak dapat disaksikan. Hal itu hanya mungkin dapat disaksikan dari adanya gejala-gejala perubahan perilaku yang tampak.

2.  Seorang pendidik dalam membelajarkan peserta didik menampilkan performance berbeda yang dipengaruhi oleh teori belajar yang mendominasi kerangka pemikirannya. Bedakan teori Behavioristik, kognitivistik, kognitif sosial, pengolahan informasi, dan konstruktivistik dalam konsep inti/karakteristik, tokoh utama beserta teorinya, keunggulan dan kelemahan, serta penerapannya dalam proses pembelajaran PKn (Sajikan dalam bentuk tabel/matriks)!

No
Konsep Inti/karakteristik
Teori dan Tokoh Utama
Keunggulan dan Kelemahan
Penerapannya Dalam Proses Pembelajaran PKn
1
Behaviorisme atau aliran perilaku (juga disebut perspektif belajar) adalah filosofi dalam psikologi yang berdasarkan pada proporsi bahwa semua yang dilakukakan organisme, termasuk tindakan, pikiran, atau perasaan, dapat dan harus dianggap sebagai perilaku. Aliran ini berpendapat bahwa perilaku demikian dapat digambarkan secara ilmiah tanpa melihat peristiwa fisiologis internal atau hipotesis seperti pikiran.
Behaviorisme beranggapan bahwa semua teori harus memiliki dasar yang bisa diamati, tetapi tidak ada perbedaan antara proses yang dapat diamati secara publik (seperti tindakan) dan proses yang diamati secara pribadi (seperti pikiran dan perasaan).
Teori behavioristik dengan model stimulus-responnya mendudukkan orang yang belajar sebagai individu pasif. Respons atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku semakin kuat jika diberikan penguatan dan akan menghilang jika dikenai hukuman (Gandhi, 2011. hlm. 194). 
Tokoh-tokoh aliran behaviorisme diantaranya adalah :
1.  Thorndike
2.  Watson
3.  Clark Hull
4.  Edwin Guthrie
5.  Skiner
Keunggulan
-     Belajar menggunakan teori behaviorisme siswa dapat mengalami perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon.
-     Belajar menggunakan teori behaviorisme siswa dapat membentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
-     Penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas ’minetic” yang menuntut siswa mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes.
-     Penyajian materi, menekankan pada keterampilan yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan.
-     Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks dengan penekanan pada pengungkapan kembali isi buku teks
-     Evaluasi pembelajaran menekankan  pada respon pasif, keterampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan papaer and pencil test. evaluasi hasil belajar menuntut satu jawaban benar.
-     Evaluasi belajar terpisah dari kegiatan pembelajaran, biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran  evaluasi pada kemampuan siswa secara individual.
Kelemahan
-     Tidak menganggap penting apa yang terjadi diantara stimulus dan respon karena tidak dapat diamati dan diukur.
-     Tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal berkaitan dengan pendidikan atau belajar yang tidak dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus respon.
-     Kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi siswa, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama.
-     Tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati.
-     Cenderung mengarahkan siswa berpikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif.

Aplikasi teori ini dalam pembelajaran PKn, bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktivitas “mimetic” yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian keseluruhan. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan evaluasi menuntut satu jawaban yang benar. Jawaban yang benar menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.
2
Kognitivistik adalah teori belajar yang percaya bahwa belajar merupakan restrukturisasi aktif dari persepsi dan konsep (Good dan Brophy, 1980, hlm. 135).
Teori ini merupakan studi mengenai pikiran dan bagaimana pikiran tersebut menemukan, memproses, dan menyimpan informasi (Stavredes, 2011). Dengan kata lain, kognitivisme adalah teori yang mendeskripsikan bagai- mana informasi diproses untuk menghasilkan belajar (learning).
Feldman (2010) mengatakan bahwa kogitivisme merupakan psikologi belajar yang menekankan pada kognisi atau intelegensi manusia sebagai anugerah spesial yang memungkinkan manusia bisa berhipotesa dan berkembang secara intelektual.
Oleh karena itu pengetahuan merupakan hasil konstruksi yang dilakukan siswa.  Menurut aliran konstruktivistik, pengetahuan dipahami sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru. Pengetahuan bukanlah kemampuan fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap objek, pengalaman maupun lingkungannya.
Tokoh-tokoh aliran kognitivistik :
1.    Anderson
2.    Ausubel
3.    Gardner
4.    Gagne
5.    Merrill
6.    Norman
7.    Novak
8.    Reigeluth
9.    Rummelhart
      Keunggulan :
-     Struktur terorganisasi terhadap pembelajaran: informasi masuk dan diproses ke dalam memori jangka pendek sebelum  disimpan pada memori jangka lama. Saat masalah diperikan ke  dalam bagian-bagian yang lebih kecil, pembelajar tidak terbebani  dengan informasi yang banyak dan mereka memiliki  waktu untuk  memproses sedikit demi sedikit.
-     Terdapat beberapa kemampuan yang diperlukan untuk mengkonstruksi pengetahuan: (a) kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman, (b) kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan mengenai persamaan dan perbedaan tentang sesuatu hal, dan (c) kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu pada yang lain.

Kelemahan:
-     Dikarenakan belajar sangat terstruktur, dimungkinkan  akan sulit untuk mengadaptasi perubahan atas apa yang telah  diproses dan dipelajari. Sehingga tantangannya adalah  fleksibilitas.
-     Faktor-faktor yang membatasi proses konstruksi pengetahuan adalah: (a) hasil konstruksi yang telah dimiliki seseorang: pengalaman yang sudah diabstraksikan yang telaha menjadi konsep dan telah dikonstruksi menjadi pengetahuan dalam banyak hal membatasi pengertian seseorang tentang hal-hal yang berkaitan dengan konsep tersebut, (b) domain pengetahuan seseorang: pengalaman akan fenomena merupakan unsur penting dalam pengembangan pengetahuan, kekurangan dalam hal ini akan membatasi pengetahuan, dan (c) jaringan struktur kognitif seseorang: setiap pengetahuan yang baru harus cocok dengan dengan ekologi konseptual (konsep, gambaran, gagasan, teori yang membentuk struktur kognitif yang berhubungan satu sama lain), karena manusia cenderung untuk menjaga stabilitas ekonomi.

-   Perbedaan individu pada siswa perlu diperhatikan karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar
-   Materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana ke kompleks.
-   Keterlibatan siswa secara aktif amat dipentingkan
-   Untuk meningkatkan minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengaitkan pengetahuan baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki siswa.
3
Teori kognitif sosial adalah pengertian tentang obvervational learning atau proses belajar dengan mengamati. Jika ada seorang "model" di dalam lingkungan seorang individu, misalnya saja teman atau anggota keluarga di dalam lingkungan internal, atau di lingkungan publik seperti para tokoh publik di bidang berita dan hiburan, proses belajar dari individu ini akan terjadi melalui cara memperhatikan model tersebut. Terkadang perilaku seseorang bisa timbul hanya karena proses modeling. Modeling atau peniruan merupakan "the direct, mechanical reproduction of behavior, reproduksi perilaku yang langsung dan mekanis (Baran & Davis, 2000, hlm. 184). 

Tokoh teori kognitif sosial; Albert Bandura
Keunggulan :
-  Perkembangan dan belajar bersifat interdependen atau saling terkait, perkembangan kemampuan seseorang bersifat context dependent atau tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial, dan sebagai bentuk fundamental dalam belajar adalah partisipasi dalam kegiatan sosial.
-  Sebelum terjadi internalisasi dalam diri siswa (sebelum kemampuan intramental terbentuk), siswa perlu dibantu dalam proses belajarnya. Guru atau siswa yang lebih kompeten perlu membantu dengan berbagai cara seperti emmberi contoh, feedback, menarik kesimpulan, dsb.

Kelemahan :
- Dalam metode ini sering tidak memperhatikan cara peserta didik dalam mengeksplorasi
- Jika dalam sekolah kejuruan hanya menggunakan metode kognitif tanpa adanya metode pembelajaran lain maka peserta didik akan kesulitan dalam praktek kegiatan atau materi.
- Menganggap semua peserta didik itu mempunyai kemampuan daya ingat yang sama dan tidak dibeda-bedakan.
Aplikasi dari teori kognitif sosial dalam pembelajaran PKn yaitu menekankan pada studi tentang kekerasan melalui media massa dengan mempertimbangkan bagaimana media dapat memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan pada khalayak pemirsanya.
Media massa juga dapat menjadi media pembelajaran bagi siswa di kelas.
Siswa mengakses beragam informasi tentang peristiwa yang terjadi dalam lingkungan sosialnya dan kemudian dijadikan bahan pembelajaran.
4
Pengolahan informasi
-  Teori belajar sibernetik berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu informasi.
-  Belajar adalah pemrosesan informasi. Teori ini lebih mementingkan sistem informasi dari pesan atau materi yang dipelajari.
-  Teori sibernetik berasumsi bahwa tidak ada satu jenispun cara belajar yang ideal untuk segala situasi, sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi dari pesan tersebut.

Tokoh-tokoh aliran pengolahan informasi;
1.   Gage
2.   Berliner
3.   Biehler
4.   Snowman
5.   Baine
6.   Tennyson.

Keunggulan :
-  Menciptakan suasana pembelajaran dimana peserta didik dihormati dan didukung.
-  Dapat menggunakan berbagai model-model pembelajaran dalam mengaplikasikan teori ini.
-  Memperhatikan kerja alamiah otak peserta didik dalam proses pembelajaran
-  Memberikan suatu pemikiran baru tentang bagaimana otak manusia bekerja.
-  Menghindari terjadinya pemforsiran terhadap kerja otak.
Kelemahan :
-  Memerlukan fasilitas yang memadai dalam mendukung praktek pembelajarant teori ini.
-  Tenaga kependidikan di Indonesia belum sepenuhnya mengetahui teori kinerja otak.
-  Memerlukan biaya yang tidak sedikit dalam menciptakan lingkungan pembelajaran yang baik bagi otak.
-  Memerlukan waktu yang lama untuk memahamibagaimana otak kita bekerja.

Proses pembelajaran dilakukan dengan menggunakan media visual sehingga dengan melakukan pengamatan terhadap suatu peristiwa  siswa dapat membuat sebuah kesimpulan tentang  pembelajaran.
Informasi yang didapat oleh siswa dari media massa diolah lagi kemudian dijadikan bahan untuk memecahkan masalah dalam pembelajaran.
5
Konstruktivistik
-    Pengetahuan bukanlah kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap objek, pengalaman, maupun lingkungannya.
-    Kemampuan yang diperlukan dalam proses mengkonstruksi pengetahuan  menuru Von Galserveld (dalam Paul, S., 1996) yaitu: 1) kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman; 2) kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan dan perbedaan, dan 3) kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu dari pada lainnya.
-    Faktor yang mempengaruhi proses mengkonstruksi pengetahuan adalah : 1) konstruksi pengetahuan seseorang yang telah ada, domain pengalaman, dan jaringan struktur kognitif yang dimilikinya
Tokoh-tokoh utama :
1.   Jean Piaget
2.   Vygotsky
3.   Von Glasersfeld
Keunggulan :
-       Proses belajar bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar ke dalam diri siswa, melainkan sebagai pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodai yang bermuara pada pemutakhiran struktur kognitifnya.
-       Peranan siswa, belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan pengetahuan harus dilakukan oleh siswa. Siswa harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang terjadi
-       Peranan Guru, membantu agar proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancer. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri.
-       Peran kunci guru adalah pengendalian, yaitu: 1) menumbuhkan kemandirian dengan menyediakan eksempatan untuk mengambil keputusan dan bertindak; 2) menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak, dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa; 3) menyediakan system dukungan yang memberikan kemudahan belajar agar siswa mempunyai peluang optimal untuk berlatih.
-       Evaluasi belajar, hasil eblajar konstruktivistik dinilai dengan metode evaluasi goal-free. Bentuk evaluasi konstruktivistik diarahkan pada tugas autentik, mengkonstruksi pengetahuan yang menggambarkan proses berpikir yang lebih tinggi seperti tingkat “penemuan” pada taksonomi Merril atau “strategi kognitif” dari Gagne, serta “sintesis” pada Bloom.

Kelamahan :
-      Pemberian teori dianggap kurang penting.
-      Siswa hanya mendapatkan konsep-konsep dasar dari materi pembelajaran sehingga mereka harus mampu untuk mengembangkannya sendiri.
-      Guru tidak terlalu berperan guru dalam pembelajaran

Konstruktivistik memberikan perhatian pada kurikulum yang terpadu dan merekomendasikan para guru untuk menggunakan materi materi sedemikian rupa sehingga menjadi terlibat secara aktif.


3. Pembelajaran sebagai core activity dalam Pendidikan Kewarganegaraan. Apa yang dimaksud pembelajaran dalam konteks tersebut? Mengapa diposisikan seperti demikian (analisis teori sistem pembelajaran)? Bagaimana pendekatan dan model pembelajaran khas PPKn dalam kurikulum 2013 (analisis Permendikbud No. 59 Tahun 2014)?

a.      Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Konteks Core Activity
Kemasan kurikuler pendidikan Pancasila secara historis-kurikuler telah mengalami pasang surut (Winataputra, 2001). Dalam kurikulum sekolah sudah dikenal, mulai dari Civics tahun 1962, Pendidikan Kewargaan Negara dan Kewargaan Negara tahun 1968, Pendidikan Moral Pancasila tahun 1975, Pendidikan Pencasila dan Kewarganegaraan tahun 1994, dan Pendidikan Kewarganegaraan tahun 2003. Sementara itu di perguruan tinggi sudah dikenal Pancasila dan Kewiraan Nasional tahun 1960-an, Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewiraan tahun 1985, dan Pendidikan Kewarganegaraan tahun 2003. Di negara lain kemasan kurikuler serupa itu dikenal sebagai civic education dalam konteks wacana pendidikan untuk kewarganegaraan yang demokratis menurut konstitusi negaranya masing-masing. Sebagaimana berkembang di berbagai belahan dunia, tercatat adanya berbagai nomenklatuur untuk itu, yakni: “Citizenship education” (UK), termasuk di dalamnya “civic education” (USA) atau disebut juga pendidikan kewarganegaraan (Indonesia) (Kerr, 1999; Winataputra, 2001). Semua itu merupakan wahana pendidikan karakter (character education) yang bersifat multidimensional (Cogan and Derricott, 1998) yang dimiliki oleh kebanyakan negara di dunia.
Ditegaskan bahwa core dari pendidikan kewarganegaraan untuk Indonesia adalah Pancasila. Dengan kata lain dapat dirumuskan bahwa pendidikan kewarganegaraan untuk Indonesia secara filosofik dan substantif-pedagogis/andragogis, merupakan pendidikan untuk memfasilitasi perkembangan pribadi peserta didik agar menjadi warga negara Indonesia yang religius, berkeadaban, berjiwa persatuan Indonesia, demokratis dan bertanggung jawab, dan berkeadilan.
Sebagaimana diketahui bahwa core activity Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia pada hakikatnya merupakan pendidikan yang mengarah pada terbentuknya warga negara yang baik dan bertanggung jawab berdasarkan nilai-nilai dan dasar negara Pancasila. Atau dengan perkataan lain merupakan pendidikan Pancasila dalam praktek. Secara konseptual-epistemologis, pendidikan Pancasila dapat dilihat sebagai suatu integrated knowledge system (Hartonian: 1996, Winataputra: 2001) yang memiliki misi menumbuhkan potensi peserta didik agar memiliki “civic intelligence” dan “civic participation” sertacivic responsibility” sebagai warga negara Indonesia dalam konteks watak dan peradaban bangsa Indonesia yang ber-Pancasila (Winataputra, 2001).
Untuk pendidikan dasar dan pendidikan menengah, komitmen utuh telah dicapai sesuai dengan legal framework yang ada, bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran wajib pada semua satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Aspek-aspek yang menjadi lingkup mata pelajaran ini, mencakup persatuan dan kesatuan bangsa, norma hukum dan peraturan, hak azasi manusia, kebutuhan warga negara, konstitusi negara, kekuasaaan dan politik, Pancasila, dan globalisasi. Walaupun dalam enumerasinya Pancasila ditempatkan sejajar dengan aspek lain, namun dalam pengorganisasian isi dan pengalaman belajar hendaknya ditempatkan sebagai core atau concerto dalam orkestrasi kesemua aspek untuk mencapai tujuan akhir dari pendidikan Pancasila secara generik.

b.      Analisis Teori Pembelajaran dalam Pendidikan Kewarganegaraan
·         Teori Behavioristik
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus (rangsangan) dan respon (tanggapan). Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan pada tingkah lakunya.
Menurut teori ini hal yang paling penting adalah input (masukan) yang berupa stimulus dan output (keluaran) yang berupa respon. Menurut toeri ini, apa yang tejadi diantara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respon. Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa yang dihasilkan siswa (respon), semuanya harus dapat diamati dan diukur. Teori ini lebih mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadinya perubahan tungkah laku tersebut. Faktor lain yang juga dianggap penting adalah faktor penguatan. Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi maka responpun akan dikuatkan. Jadi, penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting diberikan (ditambahkan) atau dihilangkan (dikurangi) untuk memungkinkan terjadinya respon.
Dalam konteks pembelajaran PKn,teori behavioristik sangat erat kaitannya dalam membentuk watak dan karakter warga negara yang baik karena dengan  memberikan stimulus yang baik maka siswa diharapkan memperoleh respon yang baik pula sehingga PKn dibelajarkan sesuai tujuan dan hakikat PKn.
·         Teori Konstruktivistik
Konstruktivistik merupakan metode pembelajaran yang lebih menekankan pada proses dan kebebasan dalam menggali pengetahuan serta upaya dalam mengkonstruksi pengalaman atau dengan kata lain teori ini memberikan keaktifan terhadap siswa untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri. Dalam proses belajarnya pun, memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga siswa menjadi lebih kreatif dan imajinatif serta dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang subyek untuk aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.
Adapun tujuan dari teori ini dalah sebagai berikut:
a.    Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
b.  Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya.
c.  Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman suatu konsep secara lengkap.
d.      Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
e.       Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Dalam konteks Pendidikan Kewarganegaraan pembelajaran dengan pendekatan teori konstruktivistik merupakan salah satu pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan cara berpikir kritis peserta didik sehingga diharapkan peserta didik mampu mengkritis,memberikan pendapat serta menganalisis permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

a.   Analisis  Konten Kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan dalam Permendikbud No. 59 Tahun 2014
Kurikulum memiliki peran yang sangat penting dalam mewujudkan generasi muda yang memiliki sikap yang baik dan akhlak yang mulia, jika diibaratkan dalam tubuh kurikulum menjadi jantungnya pendidikan, sehingga kurikulum menentukan jenis dan kualitas pengetahuan dan pengalaman yang memungkinkan manusia mencapai kehidupan dan juga penghidupan yang lebih baik dan layak. Kurikulum harus selalu disusun dan disempurnakan sesuai dengan kondisi sekarang dan sesuai dengan perkembangan zaman, oleh sebab itu sejalan dengan perkembangan zaman pendidikan akan semakin banyak menghadapi tantangan salah satunya dalam menghadapi era globalisasi yang akan dihadapkan pada perubahan-perubahan yang tidak menentu dan menuntut kita untuk selalu peka dan tanggap terhadap setiap perubahan yang akan menimpa kita di masa depan. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, pengembangan kurikulum harus dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan, hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 35-36 yang menekankan “perlunya peningkatan standar nasional pendidikan sebagai acuan kurikulum secara berencana dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional sehingga penyempurnaan kurikulum mewujudkan sistem pendidikan nasional yang relevan dengan perkembangan zaman yang senantiasa menjadi tuntutan”. sehingga pengembangan kurikulum dapat terlaksana sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Kurikulum 2013 di sekolah memiliki karakteristik dapat menyeimbangan sikap spritual KI-1, sikap sosial KI-2, pengetahuan KI-3 dan keterampilan KI-3, sekolah sebagai pengalaman belajar siswa, dapat mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa, dan dapat mengembangkan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar. Sebagaimana yang dikemukakan dalam lampiran satu Permendikbud No. 59 Tahun 2014, sebagai berikut :
1.   Mengembangkan keseimbangan antara sikap spiritual dan sosial, pengetahuan, dan keterampilan, serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat;
2.     Menempatkan sekolah sebagai bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar agar peserta didik mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar;
3. Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan, dan keterampilan;
4.   Mengembangkan kompetensi yang dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar mata pelajaran;
5.  Mengembangkan kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing elements) kompetensi dasar. Semua kompetensi dasar dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam kompetensi inti;
6. Mengembangkan kompetensi dasar berdasar pada prinsip akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar-mata pelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal). 
Kurikulum 2013 juga tidak hanya menekankan pada aspek pengetahuan saja akan tetapi adanya keseimbangan antara pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa terutama dalam hal mewujudkan karakter siswa yang baik hal ini sejalan dengan tujuan kurikulum 2013 dalam lampiran satu Permendikbud No. 59 Tahun 2014: 3) “kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman,  produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia”. Sehingga dari penjelasan tersebut jelas terlihat bahwa kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia menjadi manusia yang memiliki kemampuan hidup dan menjadi warga negara yang beriman yang dapat berkonstribusi terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 
Pendidikan karakter dalam kurikulum 2013 pada dasarnya bertujuan untuk membina karakter siswa menjadi lebih baik seperti mempunyai sikap bertanggung jawab, percaya diri, bersikap santun, kompetitif dan jujur sehingga mutu proses dan hasil pendidikan meningkat. Hal ini dibuktikan oleh Mulyasa (2013: 7) dimana “pendidikan karakter dalam kurikulum 2013 bertujuan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan, yang mengarah pada pembentukan budi pekerti dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, seimbang sesuai dengan standar kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan” melalui implementasi kurikulum 2013 yang berbasis karakter. Pembinaan karakter dalam kurikulum 2013 dapat dilaksanakan dalam proses pembelajaran di kelas salah satunya melalui pembelajaran PPKn.
Hal ini sejalan dengan Khan, (2010, hlm.4)  sebagai berikut :Pembinaan karakter sebagai usaha pengembangan sumber daya manusia yang unggul memiliki arti sebagai pendidikan karakter berbasis potensi diri yang merupakan proses kegiatan yang mengarah pada peningkatan kualitas pendidikan dan pengembangan budaya harmoni yang selalu mengajarkan, membimbing dan membina setiap manusia untuk memiliki kompetensi intelektual (cognitif), karakter (affective) dan kompetensi keterampilan mekanik (psycomotoric). Sehingga dari penjelasan tersebut pembinaan karakter dalam PPKn pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan manusia yang unggul dan dapat menjadikan warga negara yang baik dengan memiliki kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan siswa yang dapat berkonstribusi bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Implementasi kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan kompetensi harus melibatkan semua komponen, termasuk komponen-komponen yang ada dalam sistem pendidikan itu sendiri antara lain kurikulum, rencana pembelajaran, proses pembelajaran, penilaian, kualitas hubungan, pengelolaan pembelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan pengembangan siswa, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan serta cara kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Implementasi kurikulum 2013 pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari  dapat dihubungankan dengan materi yang akan dipelajari siswa di sekolah sehingga proses pembelajaran dapat dikaitkan dengan kehidupan siswa dan hal itu dapat membuat siswa akan lebih mudah mengerti akan materi yang dipelajarinya.

4. Kembangkan sebuah model yang dilengkapi dengan sintaks model yang menunjukkan adanya: a) rasional pengembangan model; b) teori-teori belajar yang melandasinya; c) signifikansi untuk pengembangan civic competences; d) langkah-langkah pembelajaran; dan e) kehandalan dan keterbatasan model yang dikembangkan.

a.      Rasional Pengembangan Model
Model Pembelajaran Project Citizen
Model pembelajaran project citizen merupakan salah satu model yang diterapkan dalam kurikulum 2013 dikarenakan model ini memiliki banyak kelebihan diantaranya, model ini mernbina pembelajaran AJEL (Active, Joyful, Efektif, Learning), yang multi M3SE (materi, media, metode, sumber dan evaluasi) karena didalamnya mencakup berbagai ragam jenis kegiatan, media dan sumber serta pola evaluasinya diperuntukan untuk suatu tema/bahasan yang sama atau sejenis menjadi satu paket kegiatan belajar siswa (KBS) besar ataupun kecil sebagai sub target sehingga melahirkan KBS yang saling mengkait dan utuh.
Project citizen dapat diartikan sebagai wujud benda fisik, sebagai suatu proses sosial pedagogis, maupun sebagai adjective. Sebagai wujud benda fisik, project citizen adalah sebuah kumpulan pekerjaan siswa yang bermanfaat, terintegrasi yang diseleksi dan disimpan dalam suatu bundle (Budimansyah, 2002: l).
Pada kurikulum 2013 model pembelajaran project citizen sangat tepat terutama pada mata pelajaran PPKn Karena bebasis pada masalah, siswa akan dibawa pada masalah-masalah yang muncul pada kenyataan siswa dan siswa diharapkan mampu membuat satu keputusan sampai menyelesaikan masalah tersebut hal ini sesuai dengan pendekatan scientific dalam kurikulum 2013.
Adapun langkah-langkah pendekatan scientific adalah mengamati, menanya, menalar, mencoba dan membentuk jejaring. Model Pembelajaran project citizen mampu mengembangkan Pendidikan karakter siswa sebagai warga negara. Pendidikan karakter itu sendiri harus bergerak dari knowing menuju doing atau acting. Salah satu penyebab ketidakmampuan seseorang berlaku baik meskipun ia telah memiliki pengetahuan tentang kebaikan itu (moral knowing) adalah karena ia tidak terlatih untuk melakukan kebaikan (moral doing).

b.      Teori-teori belajar yang melandasinya;
1.      Kontruktivisme, pandangan ini menganggap siswa sebagai sosok yang memiliki gagasan, pengetahuan tentang lingkungan dan peristiwa di sekitarnya, Siswa tidak hanya belajar dengan teori tetapi dilengkapi dengan praktek dengan mencari dan mengaitkan materi dengan informasi yang diperlukan.
2.      Kelompok belajar kooperatif, dalam pembelajaran project citizent, setiap proses berbasis kerjasama baik antara siswa, sekolah, orang tua, lembagalembaga terkait serta dengan masyarakat. Dengan demikian pembelajaran ini menggunakan proses kerjasama yang harmonis baik di dalam kelas maupun di luar kelas/sekolah.
3.      Pembelajaran partisipatorik, proses dalam pembelajaran ini menganut partisipatorik sebab siswa diarahkan untuk terlibat secara langsung dalam kehidupan nyata agar mereka dapat peka terhadap seluruh masalah yang ada di masyarakat sesuai dengan kemampuannya. Dalam hal ini guru harus dapat membangkitkan minat siswa agar belajar aktif.

c.       Signifikansi untuk pengembangan civic competences menurut Djahiri (2000: 6-7), terdiri dari:
1.      Aktif dan Meaningfull, melalui pembelajaran ini seluruh potensi siswa (cognitive, afektif dan psikomotor) siswa terlibat secara utuh bulat. Pembelajaran ini juga diharapkan meaningfull dalam arti berguna, bermanfaat dan menjadi milik siswa sepenuhnya (self concept).
2.      Inquiry learning atau problem solving, pembelajaran ini melatih dan membiasakan siswa untuk mahir memecahkan masalah dengan pelaksanaan langkah-langkah yang sistematis. Lingkungan belajar sekitar siswa menjadikan fenomena hidup yang menarik sehingga menimbulkan rasa ingin tahu yang tinggi sehingga mereka terdorong untuk bertanya dan mencari jawabannya.
3.      Integrated learning, pembelajaran ini bersifat komprehensif dan utuh, karena bahan ajar dan kegiatan belajar bersifat multidimensional yang utuh. Dimensi keilmuan dipadukan dengan dimensi kehidupan.
4.     Cooperative learning, seluruh proses belajar merupakan satu kesatuan yang penuh solidaritas, saling menolong dan membantu keberhasilan belajar siswa. Segala pengambilan keputusan dilakukan melalui musyawarah dan votting (suara terbanyak).
5.   Student based, seluruh kemampuan siswa fisik dan non fisik serta lingkungan belajarnya akan menjadi acuan mulai dari bahan ajar sampai penilaian.
6.      Factual base, pembelajarannya menggunakan multi sumber, media dan evaluasi. Pembelajaran mulai dari realita kehidupan kemarin, kini dan esok, untuk dilakoninya.
7.     Democratic, humanistic dan Terbuka, seluruh siswa dihargai sebagai manusia yang memiliki potensi diri yang memiliki berbagai pilihan dan aktivitas yang berbeda-beda. Hubungan antara guru dan siswa terjalin harmonis sebagai partner belajar dengan menjungjung prinsip keadilan dan keterbukaan.
Model pembelajaran project citizen dapat membuat peserta didik adalah untuk mengembangkan komitmen aktif para peserta didik terhadap kewarganegaraan dan pemerintahan dengan cara: 1) Memberikan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk dapat berpartisipasi secara efektif. 2) Memberikan pengalaman praktis yang dirancang untuk mengembangkan kompetensi dan efikasi. 3) Mengembangkan pemahaman akan pentingnya partisipasi warga negara.

d.      Langkah-langkah pembelajaran
Stategi instruksional yang digunakan dalam model ini, pada dasarnya bertolak dari strategi “Inquiry Learning, Discovery Learning, Problem Solving Learning, Reseach Oriented Learning” yang dikenas dengan model “Project” ala John Dewey.
Dalam hal ini ditetapkan pelaksanaan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Mengidentifikasi masalah kebijakan publik dalam masyarakat, pada tahap ini siswa diharapkan dapat berbagi informasi satu dengan yang lainnya berdasarkan pengetahuan yang sudah diketahui sebelumnya baik oleh siswa itu sendiri maupun dari orang lain berkaitan dengan permasalahan tersebut. Dengan demikian kelas memperoleh informasi yang cukup untuk digunakan memilih salah satu masalah yang tepat.
2.     Memilih suatu masalah untuk dikaji oleh kelas, pada tahap ini kelas mendiskusikan semua informasi yang didapat berkenaan dengan daftar masalah yang ditemukan dalam masyarakat. Jika para siswa telah memiliki informasi yang cukup, maka siswa sudah dapat memilih masalah yang akan dipilih sebagai materi kajian kelas.
3.   Mengumpulkan informasi yang terkait pada masalah itu, maslah yang akan menjadi materi kelas ditentukan, maka para siswa harus bisa memutuskan tempat-tempat atau sumber-sumber dimana siswa bisa mendapat informasi tambahan. Dalam pencarian informasi, nantinya para siswa akan menemukan bahwa sumber informasi yang satu mungkin lebih baik dari yang lainnya, hal ini mungkin saja terjadi agar kelas dapat memperoleh informasi yang akurat dan komprehensif
4.   Mengembangkan project citizen kelas, pada tahap ini siswa akan dibagi dalam empat kelompok, dimana masing-masing kelompok akan bertanggung jawab untuk mengembangkan project citizen kelompok. Materi-materi yang dimasukan dalam project citizen hendaknya mencakup dokumentasidokumentasi yang telah dikumpulkan dalam tahap penelitian masalah. Dalam mengembangkan project citizen ini sangat dibutuhkan kerjasama yang baik agar menghasilkan tayangan dan dikumentasi yang baik dan bagus sebagai materi kajian showcase nantinya. Kelompok pertama menjelaskan tentang masalah yang diambil, Kelompok kedua mengkaji kebijakan alternatif untuk menangani masalah, Kelompok ketiga mengusulkan kebijakan alternative untuk menangani masalah, dan Kelompok keempat mengembangkan rencana kerja dari kelompok untuk menyelesaikan masalah.
5.    Menyajikan project citizen, langkah berikutnya adalah menyajikan hasil pekerjaan dihadapan para juri. Presentasi tersebut dikenal dengan sebutan showcase yang dilakukan dihadapan dewan juri yang mewakili sekolah dan masyarakat. Melalui kegiatan ini para siswa akan dibekali dengan pengalaman belajar bagaimana cara meyakinkan mereka terhadap langkahlangkah yang siswa ambil.
6.     Melakukan refleksi pengalaman belajar, merefleksikan pengalaman belajar atas segala sesuatu selalu merupakan hal yang baik, refleksi pengalaman belajar ini merupakan salah satu cara belajar, untuk menghindari agar jangan sampai melakukan suatu kesalaha, dan untuk meningkatkan kemampuan yang sudah siswa miliki.

e.       Kehandalan dan keterbatasan model yang dikembangkan
Kehandalan dan keterbatasan model pembelajaran project citizen menurut Rustama (dalam Depdiknas, 2004: 40-41) kelebihan dan kelemahan metode pembelajaran project citizen adalah sebagai berikut:
1.  Kelebihan: a) Memungkinkan pendidik mengakses kemampuan peserta didik untuk membuat, menghasilkan berbagai tugas akademik. b) Memungkinkan pendidik menilai keterampilan/kecakapan peserta didik. c) Mendorong kolaborasi antara peserta didik dengan pendidik, antara peserta didik dengan peserta didik lainnya. d) Memungkinkan pendidik mengintervensi proses dan menentukan dimana pendidik tersebut perlu membantu.
2.     Kelemahan: a) Memerlukan waktu yang relatif lama. b) Pendidik harus tekun, sabar dan terampil. c) Tidak ada kriteria yang standar.

DAFTAR PUSTAKA

Baran, S.J & D.K. Davis. (2000). Mass Communication Theory: Foundations, Ferment, and Future. Edition Belmon, CA: Wadsworth.
Budimansyah, D. (2002). Model Pembelajaran dan Penilaian Berbasis Portopolio. Bandung: Penerbit PT Genesindo.
Cogan, John J and Ray, Derricott. (1998). Citizenship for the 21st An International Perspective On Education. London: Kogan Page Limited.
Dimyati. (1998). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Djahiri, A. Kosasih (2000). Memahami Makna dan Isi Pesan Pembelajaran dan Portofolio Learning and Evaluation Based. Bandung: PPs UPI.
Feldman, R. (2010). Child Development. Upper Saddle River. New  York: Pearson  Prentice Hall.
Gagne, Robert M and Leslie J Briggs. (1970). Principles of Instructional Design. Harcourt Brace Jovanivich College Publisher. San Diego
Gagne, Robert M. dan Briggs, Leslie J. 1997. Principles of Instructional Design. New York: Holt, Rinehart and Winston.
Good, T.L dan Brophy, J.E (1980). Educational Psychology. New York: Logman
HW, Teguh Wangsa Gandhi. (2011). Filsafat Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Kaplan, Paul S., (2000). A Child Odyssey, Child & Adolescent Development (3rd ed). USA: Wadsworth Thomson Learning.
Kerr, David. (1999). Citizenship Education: an Internasional Comparizon. London: Kogan Page Limited.
Khan, Yahya. (2010). Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri: Mendongkrak Kualitas Pendidikan. Yogyakarta: Pelangi Publising.
Komalasari, Kokom. (2010). Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung: Refika Aditama.
Mulyasa. (2013). Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Nuryanti, B Lena. (2009). Model Pembelajaran. Bandung: Bina Tugas Mandiri.

Permendikbud Nomoro 59 Tahun 2014 Tentang Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah.
Sanjaya, Wina. (2009). Stategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:Kencana.
Schunk, Daleh H., (2012). Teori-teori Pembelajaran: Perspektif Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Stanley J. Baran & Dennis K. Davis, (2000). Mass Communication Theory: Foundation, Ferment, and Future ed. 2nd. USA: Wadsworth.
Winataputra, Udin, S. (2001). Jati Diri Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Pendidikan Demokrasi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Winataputra, Udin, S. (2001). Model-model Pembelajaran Inovatif. Jakarta Pusat: Direktorat Jenderal Pendidikan  Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Winkel. (2007). Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: PT. Gramedia

Comments system

Disqus Shortname