PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Makalah
Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan
kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran di
dalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi, sehingga
otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa
dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya
dengan kehidupan sehari-hari. Ketika anak didik kita lulus dari sekolah, mereka
hanya pintar secara teoritis, akan tetapi mereka miskin aplikasi (Sanjaya, 2010:1).
Pendidikan kita menjejali otak anak dengan berbagai
bahan ajar yang harus dihafal, tidak diarahkan untuk membangun dan
mengembangkan karakter serta potensi yang dimiliki oleh anak. Dengan kata lain,
proses pendidikan kita tidak diarahkan membentuk manusia yang cerdas, memiliki
kemampuan memecahkan masalah hidup, serta tidak diarahkan untuk membentuk
manusia yang kreatif dan inovatif.
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan untuk
mendapat pengetahuan dan ilmu pengetahuan melalui proses belajar mengajar baik
formal maupun informal. Senada dengan itu berdasarkan UU No. 20 tahun 2003
Pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Berdasarkan uraian diatas berarti proses pendidikan
tidak boleh terlepas dari pendidikan nilai (afektif),
begitupun dengan aspek pengetahuan (kognitif)
dan keterampilan (psikomotorik).
Pendidikan tidak sekedar terfokus pada alih pengetahuan (transfer of knowledge), namun disertai pula signifikansi alih sikap
(transfer of attitude). Hal ini
seiring dengan pendapat Adimihardjo dalam (Kusuma, 2010, hlm.10), bahwa fungsi
pendidikan yang dibangun dan dikembangkan oleh suatu negara adalah untuk
meningkatkan peradaban civilization
anak bangsa, agar memiliki nilai-nilai budaya yang lebih tinggi. Melalui
peningkatan peradaban, diharapkan manusia akan berperilaku lebih arif dalam
memelihara keseimbangan hubungan antara sesama manusia, lingkungan dimana
mereka hidup, dan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Sesuai dengan isi Bab II Pasal 3 Undang-Undang No.20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menjelaskan bahwa:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Jika
dipahami, pada hakikatnya dalam sebuah proses pembelajaran adanya satu kesatuan
yang tak bisa dipisahkan terdiri dari tiga unsur penting yang meliputi
pendidikan, pengajaran dan pelatihan yang menyatukan tiga ranah penting
perkembangan peserta didik, diantaranya ranah kognitif, afektif, dan
psikomotik.
1.2
Rumusan
Makalah
Berdasarkan uraian mengenai latar belakang makalah,
maka yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1) Apa
makna pendidikan secara umum dan khusus
?
2) Apa
saja makna pengajaran dan orientasinya
?
3) Apa
saja makna pelatihan dan berbagai dimensinya
?
1.3
Tujuan
Penulisan Makalah
Tujuan dari penulisan makalah mengenai ragam perspektif pedagogik tentang makna pendidikan,
pengajaran dan pelatihan ini adalah:
1) Penyelesaian
tugas mata kuliah Landasan Pedagogik yang dibimbing oleh dosen Dr. Pupun
Nuryani, M.Pd.
2) Menambah
wawasan dan keilmuan mata kuliah Landasan Pedagogik, terutama mengenai ragam perspektif pedagogik tentang makna pendidikan,
pengajaran dan pelatihan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Makna Pendidikan Secara Umum dan Khusus
Pemahaman mengenai
makna dari pendidikan dapat dilihat dari tujuan pendidikan itu sendiri. Tujuan
pendidikan di suatu negara pasti akan berbeda dengan tujuan pendidikan yang ada
di negara lain. Hal tersebut didasari oleh falsafah bangsa dan sejarah yang ada
dalam negara masing-masing. Tujuan pendidikan akan menyangkut sistem nilai dan
norma dalam suatu konteks kebudayaan baik dalam mitos, kepercayaan dan religi,
filsafat, ideologi, dan sebagainya.
Namun demikian dalam
menentukan suatu tujuan, ada beberapa nilai yang perlu diperhatikan, seperti
yang dikemukakan oleh UNESCO sebagai berikut (Salam, 2002: 12):
- Otonomi, yang berarti memberikan kesadaran, pengetahuan, dan kemampuan kepada individu maupun kelompok, untuk dapat hidup mandiri, dan hidup bersama dalam kehidupan yang lebih baik
- Equity (keadilan), yang berarti bahwa tujuan pendidikan tersebut harus memberi kesempatan kepada seluruh warga masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam kehidupan berbudaya dan kehidupan ekonomi, dengan memberinya pendidikan dasar yang sama
- Survival, yang berarti bahwa dengan pendidikan akan menjamin pewarisan kebudayaan dari satu generasi kepada generasi berikutnya.
Ketiga nilai diatas
menunjukan bahwa pendidikan memiliki tugas yang besar untuk menghasilkan
generasi yang baik, cerdas, mandiri, berkebudayaan, dan berkepribadian yang
lebih baik untuk membangun bangsa dan negara yang lebih maju.
Berdasarkan nilai-nilai
diatas yang dijadikan sebagai pembentukan tujuan pendidikan tersebut dapat
menggabarkan makna pendidikan secara umum dan secara khusus.
1.
Makna Pendidikan Secara Umum
Makna pendidikan secara
umum dan dalam konteks yang sangat luas ialah menyangkut kehidupan seluruh
manusia untuk mencapai suatu kehidupan yang lebih baik. Selama manusia berusaha
meningkatkan pengetahuannya, mengembangkan kepribadiannya serta kemampuan dan
keterampilannya, baik itu secara sadar atau tidak sadar, maka selama itulah
pendidikan berjalan terus menerus. (Salam, 2002: 13).
Selanjutnya
menurut John Dewey, (1958; 89), menyatakan bahwa pendidikan adalah pengorganisasian
dan pembentukan pengalaman yang terus berlangsung. HH.Horne, (1964; 285)
menyatakan bahwa pendidikan adalah proses abadi dari penyesuaian diri yang terbaik
pada Tuhan, sebagai yang termanifestasikan dalam bentuk lingkungan intelektual,
emosional, dan kemauan manusia, dari manusia yang telah berkembang jasmani dan
rohaninya yang bebas dan sadar. Menurut Handerson (dalam Sadulloh, 2015: 4)
pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perkembangan, sebagai hasil
interaksi individu dengan lingkungan sosial dan
lingkungan fisik, berlangsung sepanjang hayat sejak manusia lahir.
Pendidikan yang
berjalan terus menerus sepanjang kehidupan manusia disebut dengan pendidikan
sepanjang hayat (PSH). Maka dapat diambil kesimpulan bahwa makna pendidikan
secara umum adalah pendidikan sepanjang hayat. Menurut Suhartono (2009:79)
menyampaikan bahwa pendidikan adalah segala kegiatan pembelajaran yang berlangsung sepanjang zaman dalam segala
situasi kegiatan kehidupan, singkatnya pendidikan merupakan sistem proses
perubahan menuju pendewasaan, pencerdasan, dan pematangan diri.
Dalam arti luas,
pendidikan dapat diidentifikasi karakteristiknya (Suhartono, 2009:83) sebagai
berikut:
- Pendidikan berlangsung sepanjang zaman (life long education).
- Pendidikan berlangsung di setiap bidang kehidupan manusia.
- Pendidikan berlangsung di segala tempat dimana pun.
- Objek utama pendidikan adalah pembudayaan manusia dalam memanusiawikan diri dan kehidupannya.
Konsep pendidikan
sepanjang hayat ini mendasari arah dunia pendidikan. Pendidikan sepanjang hayat
(PSH) ini merupakan bagian integral dari hidup manusia itu sendiri. PSH dalam
prakteknya telah lama berlangsung secara alamiah dalam kehidupan manusia. Dalam
perjalanannya menjadi pudar disebabkan oleh semakin kukuhnya kedudukan sistem
pendidikan persekolahan di tengah-tengah masyarakat. Dimana sistem pendidikan
persekolahan membentuk masyarakat tersendiri dan memisahkan diri dari lingkungan
masyarakat luas, mendindingi kelas, membatasi waktu belajarnya sampai usia
tertentu dan jangka waktu tertentu. (Tirtaraharja dan La Sulo, 2005: 42)
PSH bertumpu pada
keyakinan bahwa pendidikan itu tidak identik dengan persekolahan, PSH merupakan
suatu proses bersinambungan yang berlangsung sepanjang hidup. Tokoh pendidikan
Johan Amos Comenius (1592-1671) mencetuskan konsep pendidikan bahwa tujuan
pendidikan adalah untuk membuat persiapan yang berguna di akhirat nanti.
Sepanjang hidup manusia merupakan proses penyiapan diri untuk kehidupan di
akhirat. (Tirtaraharja dan La Sulo, 2005:43).
Selanjutnya PSH
didefinisikan oleh Cropley (dalam Tirtaraharja dan La Sulo, 2005: 43) sebagai:
Tujuan
atau ide formal untuk pengorganisasian dan penstruksturan pengalaman
pendidikan. Pengorganisasiannya dan penstrukturan ini diperluas mengikuti
rentang usia, dari usia yang paling muda sampai yang paling tua.
Intinya, dalam arti
luas pada dasarnya pendidikan adalah wajib bagi siapa saja, kapan saja, dan
dimana saja, karena menjadi dewasa, cerdas, dan matang adalah hak asasi manusia
pada umumnya memang harus berlangsung di setiap jenis, bentuk, dan tingkat
lingkungan, mulai dari lingkungan individual, sosial keluarga, lingkungan
masyarakat luas, dan berlangsung disepanjang waktu. Jadi, kegiatan pendidikan
ini berlangsung dengan memadati setiap jengkel ruang lingkup kehidupan
(Suhartono, 2009: 80).
2.
Makna Pendidikan Secara Khusus
Dalam pengertian yang
khusus, menurut Burhanudin Salam (2002: 12) “Pendidikan diartikan sebagai suatu
bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa, kepada anak untuk mencapai
kedewasaanya”. Hal serupa dikemukakan oleh Langeveld
(dalam Sadulloh, 2015: 3) bahwa “pendidikan adalah bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa
kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya”. Selanjutnya,
Suhartono (2009:84) mengungkapkan dalam arti sempit, pendidikan adalah seluruh
kegiatan belajar yang direncanakan, dengan materi terorganisasi, dilaksanakan
secara terjadwal dalam sistem pengawasan, dan diberikan evaluasi berdasar pada
tujuan yang telah ditentukan.
Adapun kegiatan utama
menurut sistem pendidikan sekolah, pada hakikatnya pengasuhan dan pembimbingan
peserta didik, dengan dua sasaran khusus (Suhartono, 2009:85), yakni:
a) menumbuhkan
‘kesadaran’ peserta didik terhadap persoalan kehidupan yang ada dan yang bakal
ada.
b) membentuk
‘kemampuan’ berupa kecakapan dan keterampilan untuk dapat mengatasi setiap
persoalan yang dan kemampuan menyingkapi secara tepat persoalan yang bakal
terjadi di masa depan.
Selanjutnya
Soergarda Poerbakawatja mengutarakan bahwa pendidikan meliputi semua perbuatan
dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya,
kecakapannya serta keterampilannya kepada generasi muda sebagai usaha
menyiapkannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun
rohaniah (Poerbakawatja, 1976:214).
Pendidikan dalam
arti khusus ini menggambarkan upaya pendidikan yang terpusat dalam lingkungan
keluarga, dalam arti tanggung jawab keluarga. Hal tersebut lebih jelas dikemukakan
oleh Drijarkara (dalam Sadulloh, 2015: 4) bahwa:
a. pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan tritunggal
ayah-ibu-anak, dimana terjadi pemanusiaan anak. Dia berproses untuk
memanusiakan sendiri sebagai manusia purnawan.
b. pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan
tritunggal, ayah-ibu-anak, dimana terjadi pembudayaan anak. Dia berproses untuk
akhirnya bisa membudayakan sendiri sebagai manusia purnawan.
c. pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan
tritunggal, ayah-ibu-anak, dimana terjadi pelaksanaan nilai-nilai, dengan mana
dia berproses untuk akhirnya dia bisa melaksanakannya sendiri sebagai manusia
purnawan.
Menurut
Drijarkara (dalam Sadulloh, 2015: 4), pendidikan secara prinsip adalah berlangsung dalam
lingkungan keluarga. Pendidikan merupakan tanggung jawab orang tua, yakni ayah
dan ibu yang merupakan figur sentral dalam pendidikan. Ayah dan ibu bertanggung
jawab untuk membantu memanusiakan, membudayakan, dan menanamkan nilai-nilai
terhadap anak-anaknya. Bimbingan dan bantuan ayah dan ibu tersebut akan
berakhir apabila sang anak menjadi dewasa, menjadi manusia sempurna, atau
manusia purnawan (dewasa).
Jadi, pendidikan dalam arti khusus hanya dibatasi usaha
orang dewasa untuk membimbing anak yang belum dewasa untuk mencapai
kedewasaannya, setelah anak menjadi dewasa dengan segala cirinya, maka
pendidikan dianggap selesai. Pendidikan dalam arti
khusus ini lebih terfokus dengan pendidikan yang dilakukan di persekolahan saja
antara pendidik dan peserta didik.
3.
Konsepsi Dasar Pendidikan
Untuk menjadi seorang
pendidik sudah seharusnya kita memahami apa yang dimaksud dengan pendidikan
secara jelas dan benar. Pemahaman mengenai pendidikan yang jelas dan benar
dapat di peroleh dari pemahaman terhadap unsur-unsurnya, konsep dasar yang
melandasinya dan wujud pendidikan sebagai sistem.
Batasan menurut Prof. Langeveld sebagai
seorang ahli pedagogik dari Negeri Belanda mengemukakan bahwa pendidikan adalah
“suatu bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa
untuk mencapai tujuan yaitu kedewasaan.” (Salam, 2002: 4)
Adapun batasan
pendidikan yang berbeda berdasarkan fungsinya adalah sebagai berikut
(Tirtarahardja, 2005: 33):
- Pendidikan sebagai Proses Transformasi Budaya
- Pendidikan sebagai Proses Pembentukan Pribadi
- Pendidikan sebagai Proses Penyiapan Warga Negara
- Pendidikan sebagai Penyiapan Tenaga Kerja
Ada beberapa konsepsi
dasar tentang pendidikan yang akan dilaksanakan, (Salam, 2002: 4) yaitu:
- Pendidikan berlangsung seumur hidup. Dalam hal ini usaha pendidikan sudah dimulai sejak manusia itu lahir dari kandungan ibunya sampai ia tutup usia, sepanjang ia mampu untuk menerima pengaruh dan dapat mengembangkan dirinya. Suatu konsekuensi dari konsep pendidikan sepanjang hayat ialah pendidikan tidak identik dengan sekolah.
- Tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama, antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
- Bagi manusia pendidikan adalah suatu keharusan, karena pendidikan, manusia akan memiliki kemampuan dan kepribadian yang berkembang.
4.
Unsur-unsur Pendidikan
Unsur-unsur yang
terlibat dalam praktek pendidikan diantaranya (Tirtaraharja dan La Sulo, 2005:
51 ):
- Subjek yang dibimbing (peserta didik)
Peserta
didik berstatus sebagai subjek didik. Pandangan modern cenderung menyebut
demikian oleh karena peserta didik adalah subjek atau pribadi yang otonom yang
ingin diakui keberadaannya.
- Orang yang membimbing (pendidik)
Yang
dimaksud dengan pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan dengan sasaran peserta didik.
- Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif)
Interaksi
edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik antar peserta didik
dengan pendidik yang terarah kepada tujuan pendidikan.
- Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan)
- Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan)
Materi
pendidikan telah disajikan sebagai sarana pencapaian suatu tujuan pendidikan.
Materi ini meliputi materi inti dan materi lokal.
- Cara yang di gunakan dalam bimbingan (alat dan metode)
Alat
dan metode pendidikan merupakan dua sisi dari satu mata uang. Keduanya
diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan ataupun diadakan dengan sengaja
untuk mencapai tujuan pendidikan. Alat dibedakan menjadi dua yaitu alat yang
bersifat preventif dan alat yang bersifat kuratif.
- Tempat dimana peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan)
Lingkungan
pedidikan biasa disebut tri pusat pendidikan keluarga, sekolah dan masyarakat.
5. Pendidikan sebagai Sistem
Sistem dapat diartikan
sebagai suatu kesatuan dari sejumlah komponen yang saling berpengaruh dengan
fungsinya masing-masing, tetapi secara fungsi komponen-komponen itu terarah
pada pencapaian satu tujuan yaitu tujuan sistem. (Tirtaraharja dan La Sulo,
2005: 58)
Pendidikan sebagai sistem adalah pendidikan yang terdiri dari
berbagai elemen yang saling berkaitan satu dengan lain untuk mencapai suatu
tujuan yang diharapkan bersama. Selanjutnya, Memandang suatu sistem dalam
konteks ruang lingkup yang lebih besar (suprasistem) mempunyai manfaat agar
kita memandang suatu persoalan tidak terlepas dari hal-hal yang
melatarbelakangi atau yang mewadahinya. Sebab dibalik sebuah sistem sebagai
produk budi daya atau rekayasa, tentu terdapat konsep dan cita-cita.
(Tirtaraharja dan La Sulo, 2005: 65)
Adapun
komponen-komponen yang menunjang suatu sistem pendidikan meliputi:
- Masukan mentah (raw input) meliputi: peserta didik.
- Masukan instrumental (instrumental input) meliputi: pendidik dan non pendidik, kurikulum, prasarana dan sarana, anggaran, dan administrasi.
- Masukan lingkungan (environmental input) meliputi: politik, sosial budaya, keamanan, agama, ekonomi, alam, dan lain-lain.
- Masukan keluar (raw output) meliputi: lulusan.
Sistem pendidikan
tersebut secara rinci dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar
2.1 Sistem Pendidikan
B.
Makna
Pengajaran dan Orientasinya
Pengajaran berasal dari kata bahasa Inggris teaching, dengan kata dasar to teach, artinya mengajar. Mengajar
merupakan kegiatan sentral dalam dunia pendidikan baik pendidikan formal, non
formal, maupun informal. Mengajar sebagai aktifitas guru untuk menyampaikan
informasi teoritis, pengetahuan ilmiah, dan pengalaman praktis pada peserta
didik (siswa) agar siswa memiliki kecakapan ranah kognitif, afektif, maupun
psikomotorik sesuai dengan tujuan pendidikan. (Dariyo, 2013: 15).
Istilah pengajaran dan
pendidikan memang sulit
dipisahkan, keduanya memiliki objek yang sama yaitu peserta didik. Pengajaran merupakan bagian dari pendidikan.
Pengajaran lebih menekankan kepada aspek pengetahuan yang lebih menekankan kepada
penguasaan wawasan atau pengetahuan terhadap bidang tertentu. Menurut Tardif (dalam Syah, 2004:34),
pengajaran adalah sebuah proses kependidikan yang sebelumnya direncanakan dan
diarahkan untuk mencapai tujuan serta dirancang untuk mempermudah belajar.
Sebagai contohnya,
dalam pendidikan agama di sekolah, saat ini “pendidikan agama” di sekolah telah
bergeser menjadi “pengajaran agama”. Hal ini disebabkan karena pendidikan agama
di sekolah lebih memberikan pengetahuan mengenai agama itu sendiri dibandingkan
dengan menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran suatu agama.
Melihat
contoh di atas dapat kita pahami bahwa pengajaran merupakan proses transfer
ilmu dari guru kepada siswa melalui kegiatan belajar mengajar yang bertujuan
untuk memperluas wawasan dan pengetahuan terhadap bidang tertentu.
Pembedaan antara pendidikan dan pengajaran hanya
dilakukan untuk keperluan analisis agar masing-masing segi dapat didalami. Dalam
praktek pelaksanaannya, kedua-duanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Semakin luas dan dalam wawasan dan pengetahuan seseorang maka semakin kokoh
terbentuknya sikap dan nilai-nilai di dalamnya, sebaliknya kualitas sikap dapat
mempengaruhi usaha memperluas dan memperdalam wawasan keilmuan seseorang. (Tirtaraharja
dan Lasulo, 2005, hlm. 74)
Pengajaran
dan pendidikan dapat dibedakan sebagai berikut (Tirtaraharja dan La Sulo 2005:
74 ):
Pengajaran
(Instruction)
|
Pendidikan
(Education)
|
|
|
Hakikat hubungan pendidikan dengan pengajaran (Syah,
2004:36), antara lain diantaranya:
1. antara
pendidikan dengan pengajaran itu, kira-kira diibaratkan dua sisi mata uang
logam yang satu sama lain saling memerlukan.
2. antara
pendidikan dengan pengajaran sebagaimana layaknya sebuah model, yang tampak
berisi konsep-konsep ideal (pendidikan) dan operasional (pengajaran) yang
sama-sama berfungsi sebagai alat pendetak sumber daya manusia (SDM) dan
bertujuan menciptakan SDM yang berkualitas.
C.
Makna
Pelatihan dan Dimensinya
Pelatihan merupakan bagian dari suatu proses pendidikan
yang tujuannya untuk meningkatkan kemampuan atau keterampilan khusus seseorang
atau sekelompok orang. Dalam suatu pelatihan orientasi atau penekanannya pada
tugas yang harus dilaksanakan (job
orientation). Pelatihan pada umumnya menekankan pada kemampuan psikomotor,
meskipun didasari dengan pengetahuan dan sikap sedangkan pendidikan ketiga area
kemampuan tersebut (kognitif, afektif, dan psikomotor) memperoleh perhatian
yang seimbang (Notoadmodjo, 2009: 16-17).
Menurut Sadulloh (2015, hlm. 8) mengungkapkan bahwa dalam arti sempit latihan itu seperti latihan menggambar, latihan membaca dan menulis, latihan berhitung, latihan naik sepeda, latihan menembak. Selanjutnya, latihan ialah usaha untuk memperoleh keterampilan dengan melatih sesuatu secara berulang-ulang,
sehingga terjadi mekanisme atau pembiasaan. Tujuan latihan ialah untuk memperoleh keterampilan sesuatu.
Syah (2004: 35) dalam bukunya mengungkapkan bahwa
dalam perspektif psikologi, pelatihan
sebenarnya masih berada dalam ruang lingkup pengajaran.
Artinya, pelatihan adalah salah satu
unsur pelaksanaan proses pengajaran terutama
dalam pengajaran ranah karsa.
Oleh sebab itu, maka hakikatnya tujuan pelatihan adalah perumusan kemampuan yang diharapkan dari pelatihan
tersebut. Karena tujuan pelatihan ini adalah perubahan kemampuan yang merupakan
bagian dari perilaku, maka tujuan pelatihan dirumuskan dalam bentuk perilaku (behavior objectives). Tujuan pelatihan
dibedakan menjadi dua, yakni (Notoadmodjo, 2009:
22):
a.
Tujuan umum, yakni
rumusan tentang kemampuan umum yang akan dicapai oleh pelatihan tersebut.
Misalnya: setelah pelatihan ini peserta pelatihan mampu melakukan deteksi dini
kehamilan beresiko.
b.
Tujuan khusus,
yakni rincian kemampuan yang dirumuskan dalam tujuan umum ke dalam kemampuan
khusus. Misalnya: tujuan umum dalam contoh tersebut ke dalam kemampuan
kemampuan khusus, yakni: kemampuan mengenal tanda-tanda kehamilan beresiko,
kemampuan diagnosis kehamilan beresiko.
KESIMPULAN
Dalam arti luas pada dasarnya pendidikan adalah
wajib bagi siapa saja, kapan saja, dan dimana saja, karena menjadi dewasa,
cerdas, dan matang adalah hak asasi manusia pada umumnya memang harus berlangsung
di setiap jenis, bentuk, dan tingkat lingkungan, mulai dari lingkungan
individual, sosial keluarga, lingkungan masyarakat luas, dan berlangsung
disepanjang waktu.
Sedangkan pendidikan
dalam arti khusus hanya dibatasi usaha orang dewasa untuk membimbing anak yang
belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya, setelah anak menjadi dewasa dengan
segala cirinya, maka pendidikan dianggap selesai.
Selanjutnya pembahasan dalam makalah ini membahas
mengenai pengajaran. Istilah pengajaran dan pendidikan memang sulit
dipisahkan, keduanya memiliki objek yang sama yaitu peserta didik. Pengajaran merupakan bagian dari pendidikan.
Pengajaran lebih menekankan kepada aspek pengetahuan yang lebih menekankan
kepada penguasaan wawasan atau pengetahuan terhadap bidang tertentu.
Pengajaran adalah sebuah proses kependidikan yang
sebelumnya direncanakan dan diarahkan untuk mencapai tujuan serta dirancang
untuk mempermudah belajar. Setelah pengajaran, fokus pembahasan selanjutnya
adalah pelatihan. Pelatihan sebenarnya masih berada dalam ruang lingkup
pengajaran. Artinya, pelatihan adalah salah satu unsur pelaksanaan proses
pengajaran terutama dalam pengajaran ranah karsa.
Dari uraian pembahasan mengenai pendidikan, pengajaran.
dan pelatihan yang telah dibahas panjang lebar oleh pemakalah dalam bagian Bab
II pembahasan. Maka dapat disimpulkan bahwa antara pendidikan, pengajaran, dan
pelatihan adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara satu sama
lainnya. Jika diibaratkan suatu sistem, maka pendidikan, pengajaran, dan pelatihan
adalah satu rangkaian yang terhubung antara satu dan lainnya yang menjadi satu
kesatuan yang utuh.
DAFTAR
PUSTAKA
Salam,
B. 2002. Pengantar pedagogik Dasar-dasar
Ilmu Mendidik. Bandung: Rineka Cipta
Sadulloh, U. dkk. 2015. Pedagodik (Ilmu Mendidik). Bandung: Alfabeta.
Sanjaya,
W. 2010. Strategi Pembelajaran
Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Suhartono. 2009. Filsafat Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Syah,
Muhibbin. 2004. Psikologi Pendidikan dengan
Pendekatan Baru. Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tirtarahardja, U. 2005. Pengantar Pendidikan. Bandung: Rineka
Cipta.
Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional.
Notoadmodjo, S. 2009. Pengembangan
Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar