Jumat, 28 Oktober 2016

MAKNA PENDIDIKAN, PENGAJARAN, DAN PELATIHAN





BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Makalah
Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi, sehingga otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Ketika anak didik kita lulus dari sekolah, mereka hanya pintar secara teoritis, akan tetapi mereka miskin aplikasi (Sanjaya, 2010:1).
Pendidikan kita menjejali otak anak dengan berbagai bahan ajar yang harus dihafal, tidak diarahkan untuk membangun dan mengembangkan karakter serta potensi yang dimiliki oleh anak. Dengan kata lain, proses pendidikan kita tidak diarahkan membentuk manusia yang cerdas, memiliki kemampuan memecahkan masalah hidup, serta tidak diarahkan untuk membentuk manusia yang kreatif dan inovatif.
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan untuk mendapat pengetahuan dan ilmu pengetahuan melalui proses belajar mengajar baik formal maupun informal. Senada dengan itu berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 Pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Berdasarkan uraian diatas berarti proses pendidikan tidak boleh terlepas dari pendidikan nilai (afektif), begitupun dengan aspek pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotorik). Pendidikan tidak sekedar terfokus pada alih pengetahuan (transfer of knowledge), namun disertai pula signifikansi alih sikap (transfer of attitude). Hal ini seiring dengan pendapat Adimihardjo dalam (Kusuma, 2010, hlm.10), bahwa fungsi pendidikan yang dibangun dan dikembangkan oleh suatu negara adalah untuk meningkatkan peradaban civilization anak bangsa, agar memiliki nilai-nilai budaya yang lebih tinggi. Melalui peningkatan peradaban, diharapkan manusia akan berperilaku lebih arif dalam memelihara keseimbangan hubungan antara sesama manusia, lingkungan dimana mereka hidup, dan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Sesuai dengan isi Bab II Pasal 3 Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menjelaskan bahwa:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
         Jika dipahami, pada hakikatnya dalam sebuah proses pembelajaran adanya satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan terdiri dari tiga unsur penting yang meliputi pendidikan, pengajaran dan pelatihan yang menyatukan tiga ranah penting perkembangan peserta didik, diantaranya ranah kognitif, afektif, dan psikomotik.

1.2  Rumusan Makalah
Berdasarkan uraian mengenai latar belakang makalah, maka yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1)      Apa makna pendidikan secara umum dan khusus ?
2)      Apa saja makna pengajaran dan orientasinya ?
3)      Apa saja makna pelatihan dan berbagai dimensinya ?

1.3  Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan dari penulisan makalah mengenai ragam perspektif pedagogik tentang makna pendidikan, pengajaran dan pelatihan ini adalah:
1)    Penyelesaian tugas mata kuliah Landasan Pedagogik yang dibimbing oleh dosen Dr. Pupun Nuryani, M.Pd.
2)  Menambah wawasan dan keilmuan mata kuliah Landasan Pedagogik, terutama mengenai ragam perspektif pedagogik tentang makna pendidikan, pengajaran dan pelatihan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Makna Pendidikan Secara Umum dan Khusus
Pemahaman mengenai makna dari pendidikan dapat dilihat dari tujuan pendidikan itu sendiri. Tujuan pendidikan di suatu negara pasti akan berbeda dengan tujuan pendidikan yang ada di negara lain. Hal tersebut didasari oleh falsafah bangsa dan sejarah yang ada dalam negara masing-masing. Tujuan pendidikan akan menyangkut sistem nilai dan norma dalam suatu konteks kebudayaan baik dalam mitos, kepercayaan dan religi, filsafat, ideologi, dan sebagainya.
Namun demikian dalam menentukan suatu tujuan, ada beberapa nilai yang perlu diperhatikan, seperti yang dikemukakan oleh UNESCO sebagai berikut (Salam, 2002: 12):
  1. Otonomi, yang berarti memberikan kesadaran, pengetahuan, dan kemampuan kepada individu maupun kelompok, untuk dapat hidup mandiri, dan hidup bersama dalam kehidupan yang lebih baik
  2. Equity (keadilan), yang berarti bahwa tujuan pendidikan tersebut harus memberi kesempatan kepada seluruh warga masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam kehidupan berbudaya dan kehidupan ekonomi, dengan memberinya pendidikan dasar yang sama
  3. Survival, yang berarti bahwa dengan pendidikan akan menjamin pewarisan kebudayaan dari satu generasi kepada generasi berikutnya.
Ketiga nilai diatas menunjukan bahwa pendidikan memiliki tugas yang besar untuk menghasilkan generasi yang baik, cerdas, mandiri, berkebudayaan, dan berkepribadian yang lebih baik untuk membangun bangsa dan negara yang lebih maju.
Berdasarkan nilai-nilai diatas yang dijadikan sebagai pembentukan tujuan pendidikan tersebut dapat menggabarkan makna pendidikan secara umum dan secara khusus.  

1. Makna Pendidikan Secara Umum
Makna pendidikan secara umum dan dalam konteks yang sangat luas ialah menyangkut kehidupan seluruh manusia untuk mencapai suatu kehidupan yang lebih baik. Selama manusia berusaha meningkatkan pengetahuannya, mengembangkan kepribadiannya serta kemampuan dan keterampilannya, baik itu secara sadar atau tidak sadar, maka selama itulah pendidikan berjalan terus menerus. (Salam, 2002: 13).
Selanjutnya menurut John Dewey, (1958; 89), menyatakan bahwa pendidikan adalah pengorganisasian dan pembentukan pengalaman yang terus berlangsung. HH.Horne, (1964; 285) menyatakan bahwa pendidikan adalah proses abadi dari penyesuaian diri yang terbaik pada Tuhan, sebagai yang termanifestasikan dalam bentuk lingkungan intelektual, emosional, dan kemauan manusia, dari manusia yang telah berkembang jasmani dan rohaninya yang bebas dan sadar. Menurut Handerson (dalam Sadulloh, 2015: 4) pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perkembangan, sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik, berlangsung sepanjang hayat sejak manusia lahir.  
Pendidikan yang berjalan terus menerus sepanjang kehidupan manusia disebut dengan pendidikan sepanjang hayat (PSH). Maka dapat diambil kesimpulan bahwa makna pendidikan secara umum adalah pendidikan sepanjang hayat. Menurut Suhartono (2009:79) menyampaikan bahwa pendidikan adalah segala kegiatan pembelajaran  yang berlangsung sepanjang zaman dalam segala situasi kegiatan kehidupan, singkatnya pendidikan merupakan sistem proses perubahan menuju pendewasaan, pencerdasan, dan pematangan diri.
Dalam arti luas, pendidikan dapat diidentifikasi karakteristiknya (Suhartono, 2009:83) sebagai berikut:
  • Pendidikan berlangsung sepanjang zaman (life long education).
  • Pendidikan berlangsung di setiap bidang kehidupan manusia.
  • Pendidikan berlangsung di segala tempat dimana pun.
  • Objek utama pendidikan adalah pembudayaan manusia dalam memanusiawikan diri dan kehidupannya.
Konsep pendidikan sepanjang hayat ini mendasari arah dunia pendidikan. Pendidikan sepanjang hayat (PSH) ini merupakan bagian integral dari hidup manusia itu sendiri. PSH dalam prakteknya telah lama berlangsung secara alamiah dalam kehidupan manusia. Dalam perjalanannya menjadi pudar disebabkan oleh semakin kukuhnya kedudukan sistem pendidikan persekolahan di tengah-tengah masyarakat. Dimana sistem pendidikan persekolahan membentuk masyarakat tersendiri dan memisahkan diri dari lingkungan masyarakat luas, mendindingi kelas, membatasi waktu belajarnya sampai usia tertentu dan jangka waktu tertentu. (Tirtaraharja dan La Sulo, 2005: 42)
PSH bertumpu pada keyakinan bahwa pendidikan itu tidak identik dengan persekolahan, PSH merupakan suatu proses bersinambungan yang berlangsung sepanjang hidup. Tokoh pendidikan Johan Amos Comenius (1592-1671) mencetuskan konsep pendidikan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk membuat persiapan yang berguna di akhirat nanti. Sepanjang hidup manusia merupakan proses penyiapan diri untuk kehidupan di akhirat. (Tirtaraharja dan La Sulo, 2005:43).
Selanjutnya PSH didefinisikan oleh Cropley (dalam Tirtaraharja dan La Sulo, 2005: 43) sebagai:
Tujuan atau ide formal untuk pengorganisasian dan penstruksturan pengalaman pendidikan. Pengorganisasiannya dan penstrukturan ini diperluas mengikuti rentang usia, dari usia yang paling muda sampai yang paling tua. 
Intinya, dalam arti luas pada dasarnya pendidikan adalah wajib bagi siapa saja, kapan saja, dan dimana saja, karena menjadi dewasa, cerdas, dan matang adalah hak asasi manusia pada umumnya memang harus berlangsung di setiap jenis, bentuk, dan tingkat lingkungan, mulai dari lingkungan individual, sosial keluarga, lingkungan masyarakat luas, dan berlangsung disepanjang waktu. Jadi, kegiatan pendidikan ini berlangsung dengan memadati setiap jengkel ruang lingkup kehidupan (Suhartono, 2009: 80).

2. Makna Pendidikan Secara Khusus
Dalam pengertian yang khusus, menurut Burhanudin Salam (2002: 12) “Pendidikan diartikan sebagai suatu bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa, kepada anak untuk mencapai kedewasaanya”. Hal serupa dikemukakan oleh Langeveld (dalam Sadulloh, 2015: 3) bahwa “pendidikan adalah bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya”. Selanjutnya, Suhartono (2009:84) mengungkapkan dalam arti sempit, pendidikan adalah seluruh kegiatan belajar yang direncanakan, dengan materi terorganisasi, dilaksanakan secara terjadwal dalam sistem pengawasan, dan diberikan evaluasi berdasar pada tujuan yang telah ditentukan.
Adapun kegiatan utama menurut sistem pendidikan sekolah, pada hakikatnya pengasuhan dan pembimbingan peserta didik, dengan dua sasaran khusus (Suhartono, 2009:85), yakni:
a)      menumbuhkan ‘kesadaran’ peserta didik terhadap persoalan kehidupan yang ada dan yang bakal ada.
b)      membentuk ‘kemampuan’ berupa kecakapan dan keterampilan untuk dapat mengatasi setiap persoalan yang dan kemampuan menyingkapi secara tepat persoalan yang bakal terjadi di masa depan.
 Selanjutnya Soergarda Poerbakawatja mengutarakan bahwa pendidikan meliputi semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya serta keterampilannya kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah (Poerbakawatja, 1976:214).
Pendidikan dalam arti khusus ini menggambarkan upaya pendidikan yang terpusat dalam lingkungan keluarga, dalam arti tanggung jawab keluarga. Hal tersebut lebih jelas dikemukakan oleh Drijarkara (dalam Sadulloh, 2015: 4) bahwa:
a.       pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan tritunggal ayah-ibu-anak, dimana terjadi pemanusiaan anak. Dia berproses untuk memanusiakan sendiri sebagai manusia purnawan.
b.      pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan tritunggal, ayah-ibu-anak, dimana terjadi pembudayaan anak. Dia berproses untuk akhirnya bisa membudayakan sendiri sebagai manusia purnawan.
c.       pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan tritunggal, ayah-ibu-anak, dimana terjadi pelaksanaan nilai-nilai, dengan mana dia berproses untuk akhirnya dia bisa melaksanakannya sendiri sebagai manusia purnawan.

 Menurut Drijarkara (dalam Sadulloh, 2015: 4), pendidikan secara prinsip adalah berlangsung dalam lingkungan keluarga. Pendidikan merupakan tanggung jawab orang tua, yakni ayah dan ibu yang merupakan figur sentral dalam pendidikan. Ayah dan ibu bertanggung jawab untuk membantu memanusiakan, membudayakan, dan menanamkan nilai-nilai terhadap anak-anaknya. Bimbingan dan bantuan ayah dan ibu tersebut akan berakhir apabila sang anak menjadi dewasa, menjadi manusia sempurna, atau manusia purnawan (dewasa).
Jadi, pendidikan dalam arti khusus hanya dibatasi usaha orang dewasa untuk membimbing anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya, setelah anak menjadi dewasa dengan segala cirinya, maka pendidikan dianggap selesai. Pendidikan dalam arti khusus ini lebih terfokus dengan pendidikan yang dilakukan di persekolahan saja antara pendidik dan peserta didik.

3. Konsepsi Dasar Pendidikan
Untuk menjadi seorang pendidik sudah seharusnya kita memahami apa yang dimaksud dengan pendidikan secara jelas dan benar. Pemahaman mengenai pendidikan yang jelas dan benar dapat di peroleh dari pemahaman terhadap unsur-unsurnya, konsep dasar yang melandasinya dan wujud pendidikan sebagai sistem.           
Batasan menurut Prof. Langeveld sebagai seorang ahli pedagogik dari Negeri Belanda mengemukakan bahwa pendidikan adalah “suatu bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai tujuan yaitu kedewasaan.” (Salam, 2002: 4)
Adapun batasan pendidikan yang berbeda berdasarkan fungsinya adalah sebagai berikut (Tirtarahardja, 2005: 33):
  1. Pendidikan sebagai Proses Transformasi Budaya
  2. Pendidikan sebagai Proses Pembentukan Pribadi
  3. Pendidikan sebagai Proses Penyiapan Warga Negara
  4. Pendidikan sebagai Penyiapan Tenaga Kerja
Ada beberapa konsepsi dasar tentang pendidikan yang akan dilaksanakan, (Salam, 2002: 4) yaitu:
  1. Pendidikan berlangsung seumur hidup. Dalam hal ini usaha pendidikan sudah dimulai sejak manusia itu lahir dari kandungan ibunya sampai ia tutup usia, sepanjang ia mampu untuk menerima pengaruh dan dapat mengembangkan dirinya. Suatu konsekuensi dari konsep pendidikan sepanjang hayat ialah pendidikan tidak identik dengan sekolah.
  2. Tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama, antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
  3. Bagi manusia pendidikan adalah suatu keharusan, karena pendidikan, manusia akan memiliki kemampuan dan kepribadian yang berkembang.
4. Unsur-unsur Pendidikan
Unsur-unsur yang terlibat dalam praktek pendidikan diantaranya (Tirtaraharja dan La Sulo, 2005: 51 ):
  1. Subjek yang dibimbing (peserta didik)
Peserta didik berstatus sebagai subjek didik. Pandangan modern cenderung menyebut demikian oleh karena peserta didik adalah subjek atau pribadi yang otonom yang ingin diakui keberadaannya.
  1. Orang yang membimbing (pendidik)
Yang dimaksud dengan pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dengan sasaran peserta didik.
  1. Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif)
Interaksi edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik antar peserta didik dengan pendidik yang terarah kepada tujuan pendidikan.
  1. Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan)
  2. Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan)
Materi pendidikan telah disajikan sebagai sarana pencapaian suatu tujuan pendidikan. Materi ini meliputi materi inti dan materi lokal.
  1. Cara yang di gunakan dalam bimbingan (alat dan metode)
Alat dan metode pendidikan merupakan dua sisi dari satu mata uang. Keduanya diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan ataupun diadakan dengan sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan. Alat dibedakan menjadi dua yaitu alat yang bersifat preventif dan alat yang bersifat kuratif.
  1. Tempat dimana peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan)
Lingkungan pedidikan biasa disebut tri pusat pendidikan keluarga, sekolah dan masyarakat. 

5. Pendidikan sebagai Sistem                                                                            
Sistem dapat diartikan sebagai suatu kesatuan dari sejumlah komponen yang saling berpengaruh dengan fungsinya masing-masing, tetapi secara fungsi komponen-komponen itu terarah pada pencapaian satu tujuan yaitu tujuan sistem. (Tirtaraharja dan La Sulo, 2005: 58)
   Pendidikan sebagai sistem adalah pendidikan yang terdiri dari berbagai elemen yang saling berkaitan satu dengan lain untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan bersama. Selanjutnya, Memandang suatu sistem dalam konteks ruang lingkup yang lebih besar (suprasistem) mempunyai manfaat agar kita memandang suatu persoalan tidak terlepas dari hal-hal yang melatarbelakangi atau yang mewadahinya. Sebab dibalik sebuah sistem sebagai produk budi daya atau rekayasa, tentu terdapat konsep dan cita-cita. (Tirtaraharja dan La Sulo, 2005: 65)
Adapun komponen-komponen yang menunjang suatu sistem pendidikan meliputi:
  1. Masukan mentah (raw input) meliputi: peserta didik.
  2. Masukan instrumental (instrumental input) meliputi: pendidik dan non pendidik, kurikulum, prasarana dan sarana, anggaran, dan administrasi.
  3. Masukan lingkungan (environmental input) meliputi: politik, sosial budaya, keamanan, agama, ekonomi, alam, dan lain-lain.  
  4. Masukan keluar (raw output) meliputi: lulusan.
 Sistem pendidikan tersebut secara rinci dapat digambarkan sebagai berikut:













Gambar 2.1 Sistem Pendidikan

B.     Makna Pengajaran dan Orientasinya
Pengajaran berasal dari kata bahasa Inggris teaching, dengan kata dasar to teach, artinya mengajar. Mengajar merupakan kegiatan sentral dalam dunia pendidikan baik pendidikan formal, non formal, maupun informal. Mengajar sebagai aktifitas guru untuk menyampaikan informasi teoritis, pengetahuan ilmiah, dan pengalaman praktis pada peserta didik (siswa) agar siswa memiliki kecakapan ranah kognitif, afektif, maupun psikomotorik sesuai dengan tujuan pendidikan. (Dariyo, 2013: 15).
Istilah pengajaran dan pendidikan memang sulit dipisahkan, keduanya memiliki objek yang sama yaitu peserta didik.  Pengajaran merupakan bagian dari pendidikan. Pengajaran lebih menekankan kepada aspek pengetahuan yang lebih menekankan kepada penguasaan wawasan atau pengetahuan terhadap bidang tertentu.  Menurut Tardif (dalam Syah, 2004:34), pengajaran adalah sebuah proses kependidikan yang sebelumnya direncanakan dan diarahkan untuk mencapai tujuan serta dirancang untuk mempermudah belajar.
Sebagai contohnya, dalam pendidikan agama di sekolah, saat ini “pendidikan agama” di sekolah telah bergeser menjadi “pengajaran agama”. Hal ini disebabkan karena pendidikan agama di sekolah lebih memberikan pengetahuan mengenai agama itu sendiri dibandingkan dengan menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran suatu agama.
                Melihat contoh di atas dapat kita pahami bahwa pengajaran merupakan proses transfer ilmu dari guru kepada siswa melalui kegiatan belajar mengajar yang bertujuan untuk memperluas wawasan dan pengetahuan terhadap bidang tertentu.
Pembedaan antara pendidikan dan pengajaran hanya dilakukan untuk keperluan analisis agar masing-masing segi dapat didalami. Dalam praktek pelaksanaannya, kedua-duanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Semakin luas dan dalam wawasan dan pengetahuan seseorang maka semakin kokoh terbentuknya sikap dan nilai-nilai di dalamnya, sebaliknya kualitas sikap dapat mempengaruhi usaha memperluas dan memperdalam wawasan keilmuan seseorang. (Tirtaraharja dan Lasulo, 2005, hlm. 74)
Pengajaran dan pendidikan dapat dibedakan sebagai berikut (Tirtaraharja dan La Sulo 2005: 74 ):
Pengajaran (Instruction)
Pendidikan (Education)
  1. Lebih menekankan pada penguasaan wawasan dan pengetahuan tentang bidang/program tertentu seperti pertanian, kesehatan, dan lain-lain.
  2. Makan waktu yang relatif pendek
  3. Metode lebih bersifat rasional, teknis praktis
  1. Lebih menekankan pada pembentukan manusianya (penanaman sikap dan nilai-nilai)
  2. Makan waku yang relatif panjang
  3. Metode lebih bersifat psikologis dan pendekatan manusiawi.

Hakikat hubungan pendidikan dengan pengajaran (Syah, 2004:36), antara lain diantaranya:
1.      antara pendidikan dengan pengajaran itu, kira-kira diibaratkan dua sisi mata uang logam yang satu sama lain saling memerlukan.
2.      antara pendidikan dengan pengajaran sebagaimana layaknya sebuah model, yang tampak berisi konsep-konsep ideal (pendidikan) dan operasional (pengajaran) yang sama-sama berfungsi sebagai alat pendetak sumber daya manusia (SDM) dan bertujuan menciptakan SDM yang berkualitas.

C.    Makna Pelatihan dan Dimensinya
Pelatihan merupakan bagian dari suatu proses pendidikan yang tujuannya untuk meningkatkan kemampuan atau keterampilan khusus seseorang atau sekelompok orang. Dalam suatu pelatihan orientasi atau penekanannya pada tugas yang harus dilaksanakan (job orientation). Pelatihan pada umumnya menekankan pada kemampuan psikomotor, meskipun didasari dengan pengetahuan dan sikap sedangkan pendidikan ketiga area kemampuan tersebut (kognitif, afektif, dan psikomotor) memperoleh perhatian yang seimbang (Notoadmodjo, 2009: 16-17).
Menurut Sadulloh (2015, hlm. 8) mengungkapkan bahwa dalam arti sempit latihan itu seperti latihan menggambar, latihan membaca dan menulis, latihan berhitung, latihan naik sepeda, latihan menembak. Selanjutnya, latihan ialah usaha untuk memperoleh keterampilan dengan melatih sesuatu secara berulang-ulang, sehingga terjadi mekanisme atau  pembiasaan. Tujuan latihan ialah untuk memperoleh keterampilan sesuatu.
Syah (2004: 35) dalam bukunya mengungkapkan bahwa dalam perspektif psikologi, pelatihan sebenarnya masih berada dalam ruang lingkup pengajaran. Artinya, pelatihan adalah salah satu unsur pelaksanaan proses pengajaran terutama dalam pengajaran ranah karsa.
Oleh sebab itu, maka hakikatnya tujuan pelatihan adalah perumusan kemampuan yang diharapkan dari pelatihan tersebut. Karena tujuan pelatihan ini adalah perubahan kemampuan yang merupakan bagian dari perilaku, maka tujuan pelatihan dirumuskan dalam bentuk perilaku (behavior objectives). Tujuan pelatihan dibedakan menjadi dua, yakni (Notoadmodjo, 2009: 22):
a.       Tujuan umum, yakni rumusan tentang kemampuan umum yang akan dicapai oleh pelatihan tersebut. Misalnya: setelah pelatihan ini peserta pelatihan mampu melakukan deteksi dini kehamilan beresiko.
b.      Tujuan khusus, yakni rincian kemampuan yang dirumuskan dalam tujuan umum ke dalam kemampuan khusus. Misalnya: tujuan umum dalam contoh tersebut ke dalam kemampuan kemampuan khusus, yakni: kemampuan mengenal tanda-tanda kehamilan beresiko, kemampuan diagnosis kehamilan beresiko.

KESIMPULAN

Dalam arti luas pada dasarnya pendidikan adalah wajib bagi siapa saja, kapan saja, dan dimana saja, karena menjadi dewasa, cerdas, dan matang adalah hak asasi manusia pada umumnya memang harus berlangsung di setiap jenis, bentuk, dan tingkat lingkungan, mulai dari lingkungan individual, sosial keluarga, lingkungan masyarakat luas, dan berlangsung disepanjang waktu.
Sedangkan pendidikan dalam arti khusus hanya dibatasi usaha orang dewasa untuk membimbing anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya, setelah anak menjadi dewasa dengan segala cirinya, maka pendidikan dianggap selesai.
Selanjutnya pembahasan dalam makalah ini membahas mengenai pengajaran. Istilah pengajaran dan pendidikan memang sulit dipisahkan, keduanya memiliki objek yang sama yaitu peserta didik.  Pengajaran merupakan bagian dari pendidikan. Pengajaran lebih menekankan kepada aspek pengetahuan yang lebih menekankan kepada penguasaan wawasan atau pengetahuan terhadap bidang tertentu. 
Pengajaran adalah sebuah proses kependidikan yang sebelumnya direncanakan dan diarahkan untuk mencapai tujuan serta dirancang untuk mempermudah belajar. Setelah pengajaran, fokus pembahasan selanjutnya adalah pelatihan. Pelatihan sebenarnya masih berada dalam ruang lingkup pengajaran. Artinya, pelatihan adalah salah satu unsur pelaksanaan proses pengajaran terutama dalam pengajaran ranah karsa.
Dari uraian pembahasan mengenai pendidikan, pengajaran. dan pelatihan yang telah dibahas panjang lebar oleh pemakalah dalam bagian Bab II pembahasan. Maka dapat disimpulkan bahwa antara pendidikan, pengajaran, dan pelatihan adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara satu sama lainnya. Jika diibaratkan suatu sistem, maka pendidikan, pengajaran, dan pelatihan adalah satu rangkaian yang terhubung antara satu dan lainnya yang menjadi satu kesatuan yang utuh.

DAFTAR PUSTAKA

Salam, B. 2002. Pengantar pedagogik Dasar-dasar Ilmu Mendidik. Bandung: Rineka Cipta
Sadulloh, U. dkk. 2015. Pedagodik (Ilmu Mendidik). Bandung: Alfabeta.
Sanjaya, W. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Suhartono. 2009. Filsafat Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Syah, Muhibbin. 2004. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tirtarahardja, U. 2005. Pengantar Pendidikan. Bandung: Rineka Cipta.

Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Notoadmodjo, S. 2009. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Comments system

Disqus Shortname