Oleh : Yakob Godlif Malatuny
Isu tentang pengalihan SMA dan Puskesmas dari Desa Waturu ke Tutukembong sebagai Ibukota Kecamatan Nirunmas oleh Bupati MTB Bitzael S. Temar telah menjadi buah bibir diantara masyarakat Waturu dan Tutukembong sejak tahun 2010, namun kembali mencuat di publik hingga saat ini. Diduga indikator utamanya adalah permainan politik menjelang pesta demokrasi di Kabupaten MTB pada tahun 2017.
Hal
ini tentu mengundang reaksi dari seluruh masyarakat Waturu di berbagai pelosok Negara
Indonesia untuk menolak kebijakan dari Bupati MTB, jika direalisasikan.
Terdapat tiga hal pokok yang mendasarinya; Pertama,
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dalam
Negara Indonesia ditentukan oleh pendidikan dan kesehatan.
Melalui
pendidikan setiap anak bangsa di Desa Waturu secara aktif mengembangkan potensi
dirinya agar dapat memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara, sedangkan kesehatan adalah hak asasi manusia dan
salah satu unsur kesejahteraan dan pembangunan yang harus diwujudkan sesuai
dengan cita-cita bangsa Indonesia. Jika SMA dan Puskesmas di Desa Waturu resmi
dilalihkkan oleh Pemda MTB, maka, tentu akan berdampak pada degradasi generasi
bangsa dalam bidang pendidikan dan kesehatan khususnya di Desa Waturu.
Kedua, hak
untuk mendapatkan pendidikan adalah salah satu hak asasi manusia yang tercantum
dalam BAB XA tentang Hak Asasi Manusia dan juga merupakan salah satu hak dasar
warga negara (citizen’s right) pada
BAB XIII tentang Pendidikan dan Kebudayaan dalam UUD 1945 setelah amandemen.
Pasal 28C ayat (1) bahwa “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya
dan demi kesejahteraan umat manusia”.
Demikian juga dalam Pasal 31 ayat (1) yang menyatakan “Setiap warga Negara berhak mendapat
pendidikan. Hak-hak dasar itu adalah akibat logis dari dasar negara
Pancasila yang dianut oleh bangsa Indonesia. Dalam semangat UUD 1945 pendidikan
diarahkan bagi semua warga negara agar dapat mengembangkan diri sebaik-baiknya
yang pada gilirannya merupakan pilar bagi perwujudan masyarakat yang adil dan
sejahtera.
Terkait
isu pengalihkan SMA dari Desa Waturu ke Tutukembong jika benar-benar direalisasikan
oleh Bupati MTB maka, pastinya melanggar hukum tertinggi yang berlaku di Negara
Indonesia (UUD 1945) dan HAM, karena generasi muda dari Desa Waturu tidak dapat
mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, yaitu berhak mendapatkan
pendidikan. Menghalangi generasi ini untuk memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan pada jenjang menegah (SMA) dan menentukan arah yang negatif (buruk)
bagi pendidikan di Desa Waturu, sehingga berdampak negatif pula dalam upaya mempersiapkan
generasi muda sebagai generasi yang terdidik di masa mendatang.
Ketiga, dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, Pasal 4 menyatakan “Setiap
orang berhak atas kesehatan”, maka masyarakat Waturu memiliki hak
dalam memperoleh pelayanan kesehatan
yang aman, bermutu,
dan terjangkau, serta secara
mandiri, bertanggung jawab, dan menentukan sendiri
pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya yakni melalui
Puskesmas yang merupakan hasil swadaya murni masyarakat Waturu.
Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Nasional
Pemerintah
Kabupaten Maluku Tenggara Barat perlu melaksanakan prinsip-prinsip pendidikan
nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 4 (ayat 1) sebagai
yang menyatakan bahwa “Pendidikan
diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif
dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural,
dan kemajemukan bangsa”.
Terdapat
tiga poin penting dari UU Sisdiknas ini, yaitu Pertama, pendidikan secara demokratik
adalah pendidikan yang memberikan kesempatan secara merata kepada setiap warga
negara untuk mendapatkan pendidikan di sekolah sesuai dengan kemampuannya.
Pengertian demokratik disini mencakup arti baik secara horizontal maupun
vertikal. Maksud demokrasi secara horizontal adalah bahwa setiap anak, tidak
ada kecualinya, mendapatkan kesempatan yang sama untuk menikmati pendidikan
sekolah (UUD 1945 pasal 31 ayat 1). Sementara itu, demokrasi secara vertikal
ialah bahwa setiap anak mendapat kesempatan yang sama untuk mencapai tingkat
pendidikan di sekolah yang setinggi-tingginya sesuai dengan kemampuan mereka.
Kedua, ungkapan
mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan bahwa, arahan
presiden adalah peningkatan kemakmuran yang berkeadilan. Apabila diterjemahkan
dalam pendidikan adalah akses pendidikan yang adil dan harus merata.
Ketiga,
pelaksanaan pendidikan harus bersifat terbuka bagi siapapun, mempunyai
nilai-nilai keadilan dan tidak diskriminatif karena, suku, ras dan budaya.
Sementara
itu, isu tentang akan dialihkannya SMA ke Ibukota
Kecamatan Nirusmas dalam tahun 2016 ini jika ditindak lanjuti, maka pelaksanaan
pendidikan yang dilaksanakan tidak demokratik, karena tidak memberikan
kesempatan yang sama kepada setiap anak-anak dari Desa Waturu untuk mendapatkan
pendidikan pada jenjang menegah (SMA). Cenderung ada dikotomi pendidikan di Kecamatan Nirunmas karena Pemda MTB tidak melaksanakan
pendidikan secara adil dan merata.
Awal rancangan bahwa akan dibangun SMK Pertanian di
Ibukota Kecamatan Nirunmas dan hal ini telah mendapatkan persetujuan dari 5
kepala desa, namun keputusannya diubah oleh Pemerintah Kab. MTB di Saumlaki, kemudian
menetapkan SMK Pertanian dan SMA di Desa Tutukembong. Pelaksanaan pendidikan tidak bersifat terbuka dari
Pemerintah Kab. MTB terhadap masyarakat Waturu dan cenderung diskriminatif, karena
lebih mengutamakan pendidikan di Ibukota Kecamatan Nirunmas dibandingkan dengan
Desa Waturu.
Tanggung Jawab Pemerintah MTB
Terhadap Kesehatan
Dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Bab IV mengatur Tanggung Jawab Pemerintah pusat maupun daerah, maka Pemda MTB memiliki bertanggung jawab “merencanakan,
mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya
kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat”.
Tanggungjawab Pemerintah Kab. MTB sebagaimana
dimaksud penjelasan di atas dikhususkan pada pelayanan publik. Maka, Puskesmas
yang saat ini berada di Desa Waturu merupakan ujung tombak pelayanan publik
dalam bidang kesehatan. Pemerintah MTB tidak boleh semena-mena menggunakan
kekuasaan untuk mengalihkan Puskesmas ini ke Ibukota Kecamatan Nirunmas, karena
harus mempertimbangkan secara matang tentang tanggungjawab Pemda MTB sesuai amanat
UU Kesehatan.
Kesimpulan
Pendidikan dan Kesehatan merupakan dua
bidang penting yang tidak dapat dilepas pisahkan dalam mewujudkan pembangunan
manusia Indonesia yang ideal seperti yang diamankan dalam konstitusi. Jika
pemerintah mengabaikan kedua bidang ini, maka sudah pasti akan berdampak pada degradasi,
disintegrasi, dan penghambatan
pembangunan generasi bangsa Indonesia.
Terkait dengan isu pengalihan SMA dan
Puskesmas yang merupakan hasil swadaya murni masyarakat Waturu ke Ibukota
Kecamatan Nirunmas oleh Bupati MTB Bitzael S. Temar perlu ekstra hati-hati dan mempertimbangkan
secara matang, karena akan berdampak negatif dalam masyarakat seperti, timbulnya
kemunduran/kemerosotan (degradasi), hilangnya keutuhan/persatuan (disintegrasi) antara
masyarakat Waturu dengan Tutukembong, terjadi dikotomi pendidikan dan
kesehatan, serta penghambatan pembangunan generasi bangsa khususnya di Desa
Waturu.
Selain itu, Pemda harus patuh pada seperangkat
aturan yang berlaku di Negara Indonesia mulai dari UUD yang hingga Perda,
karena secara hierarki perundang-undangan di Indonesia, keputusan di daerah
oleh Bupati tidak boleh bertentang dengan aturan yang berada di atas.
Dengan demikian, jika Bupati MTB
mengalihkan SMA dan Puskesmas dari Desa Waturu ke Ibukota Kec. Nirunmas, haruslah
berpatokan pada UUD 1945, UU No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU
No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan
seperangkat aturan lainnya yang tidak diuaraikan dalam tulisan ini.
RATU NOR KIT
MONUK DEDESAR
TAMBAHAN
Hierarki
maksudnya peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Berikut
adalah hierarki Peraturan Perundang-undangan di Indonesia menurut UU No.
12/2011 (yang menggantikan UU No. 10/2004) tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan:
- UUD 1945, merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan. UUD 1945 ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
- Ketetapan MPR
- Undang-Undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
- Peraturan Pemerintah (PP)
- Peraturan Presiden (Perpres)
- Peraturan Daerah (Perda), termasuk pula Qanun yang berlaku di Aceh, serta Perdasus dan Perdasi yang berlaku di Provinsi Papua dan Papua Barat.
- Peraturan Desa
Berdasarkan
azas “lex superiori derogate lex inferiori” yang maknanya
hukum yang unggul mengabaikan atau mengesampingkan hukum yang lebih rendah. Penjelasan
mengenai tata urutan perundang-undangan di Indonesia, antara lai :
Definisi :
- Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.
- UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah hukum dasar (konstitusi) yang tertulis yang merupakan peraturan negara tertinggi dalam tata urutan Peraturan Perundang-undangan nasional.
- Ketetapan MPR merupakan putusan MPR yang ditetapkan dalam sidang MPR, yang terdiri dari 2 (dua) macam yaitu :
- Ketetapan yaitu putusan MPR yang mengikat baik ke dalam atau keluar majelis;
- Keputusan yaitu putusan MPR yang mengikat ke dalam majelis saja.
- Undang-Undang (UU) adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan Persetujuan bersama Presiden.
- Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, dengan ketentuan :
- Perppu diajukan ke DPR dalam persidangan berikut;
- DPR dapat menerima/menolak Perppu tanpa melakukan perubahan;
- Bila disetujui oleh DPR, Perrpu ditetapkan menjadi Undang-Undang;
- Bila ditolak oleh DPR, Perppu harus dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
- Peraturan Pemerintah (PP) adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
- Peraturan Presiden (Perpres) adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.
- Peraturan Daerah (Perda) Provinsi adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan Gubernur.
- Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan Bupati/Walikota.
Dalam
Peraturan Daerah ada tiga tingkat yakni Tingkat I (provinsi), Tingkat II (kabupaten/kota)
dan Tingkat III (desa). Dengan demikian peraturan daerah yang dikeluarkan oleh
desa tidak boleh bertentangan dengan peraturan Presiden, begitu pula dengan
peraturan pemerintah tidak boleh bertentangan dengan undang-undang. Maksudnya
ketentuan yang tingkatnya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan
ketentuan yang lebih tinggi sesuai dengan urutan diatas.
Kewenangan
pemerintah daerah dalam membentuk sebuah Peraturan Daerah berlandaskan pada
Pasal 18 ayat (6) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menyatakan, “Pemerintahan daerah berhak menetapkan Peraturan Daerah dan
peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”.
Peraturan Daerah merupakan bagian integral dari konsep peraturan
perundang-undangan. Dalam Pasal 1 ayat (7) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Peraturan Daerah adalah peraturan
perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan
persetujuan bersama Kepala Daerah.
Mengenai
ruang lingkup Peraturan Daerah, diatur dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-undang
Nomor 10 Tahun 2004, yang menjelaskan bahwa Peraturan Daerah meliputi:
1. Perturan Daerah Provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah
provinsi bersama dengan gubernur;
2. Peraturan Daerah kabupaten/kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah
kabupaten/kota bersama bupati/walikota;
3. Peraturan Desa/peraturan yang setingkat dibuat oleh badan perwakilan desa
atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.
Jenis dan
bentuk produk hukum daerah terdapat dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Jenis dan Bentuk Produk Hukum
Daerah, pasal tersebut menyebutkan jenis dan bentuk produk hukum daerah terdiri
atas:
1. Peraturan Daerah;
2. Peraturan Kepala Daerah;
3. Peraturan Bersama Kepala Daerah;
4. Keputusan Kepala Daerah; dan
5. Instruksi Kepala Daerah.
1.
Bupati
MTB belum memberikan sosialisasi kepada masyarakat Waturu tentang pengalihan
Puskesmas dan SMA
2. Kebijakan
Bupati MTB untuk mengalihkan SMA dan Puskesmas dari Desa Waturu ke Ibukota Kec.
Nirunmas tidak boleh bertentangan dengan;
a. UUD
1945
b. UU No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
c. UU
No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
d. UU No. 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia.
e. UU
No. 6 tahun 2014 Tentang Desa
3.
Menurut Prof. Udin S. Winataputra, Guru Besar FKIP UT dan dosen
luar biasa Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia bahwa 60% peraturan yang dibuat oleh pemerintah daerah bertentangan dengan
peraturan yang dibuat oleh pemerintah pusat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar