Jumat, 10 November 2017

PENINGKATAN CIVIC KNOWLEDGE PESERTA DIDIK MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROJECT CITIZEN


A. PENDAHULUAN
Pendidikan menjadi jalan vital untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, tanpa pendidikan sebuah bangsa tidak akan bertahan. Tantangan ini memicu segenap kewargaan yang terpelajar untuk berlomba menambah deposito pengetahuan sebagaimana layaknya para pelajar di era kontemporer. Kecerdasan dan kemahiran menjadi kewargaan yang berintelektual menjamin kemajuan negara-bangsa dalam sektor pendidikan. Tidak kalah penting Budimansyah (2016) menegaskan, pendidikan dapat menjadikan anak sebagai warganegara yang baik dan cerdas (smart and good citizen).
Pendidikan yang diselenggarakan secara efektif dapat membangun gagasan dan emosi secara terus-menerus (Malatuny dan Rahmat, 2017: 57). Dalam pasal 3 Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), secara imperatif digariskan bahwa;
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab.

Pendidikan di Tanah Air dewasa ini terus menyisakan pekerjaan besar yang amat berat bagi guru selaku pendidik untuk terus berusaha maksimal mencerdaskan anak bangsa sesuai dengan amanat undang-undang. Di satu sisi pendidikan sebagai wahana bagi setiap anak bangsa yang terpelajar untuk meningkatkan kercerdasannya, namun di sisi lain muncul kekhawatiran akan generasi muda yang tidak terdidik dengan baik sebagai warganegara (citizen) (Budimansyah, 2016).
Kekhawatiran ini bukan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah untuk mengatasinya, melainkan segenap warga yang terdidik, mengingat pendidikan merupakan tanggung jawab setiap warga yang terdidik, terlebih lagi untuk meningkatkan pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge).
Wahab (2008 : 62) mengatakan bahwa “...kewarganegaraan yang dikembangkan haruslah mengandung pengetahuan (knowledge). Meminjam istilah civic knowledge yang dicetuskan oleh Branson (1999: 8) merupakan salah satu komponen pendidikan kewarganegaraan (civic education) yang perlu dikembangkan. Civic knowledge berkaitan dengan kandungan atau nilai apa yang seharusnya diketahui oleh warga negara.
Aspek ini menyangkut kemampuan akademik-keilmuan yang dikembangkan dari berbagai teori atau konsep politik, hukum dan moral. Lebih lanjut, Kalidjernih (2010: 20) menjelaskan civic knowledge yang berkaitan dengan gagasan dan informasi fundamental diketahui dan digunakan oleh pelajar untuk menjadi warga negara yang efektif dan bertanggung jawab dalam kehidupan yang demokratis.
Secara terperinci, materi civic knowledge meliputi pengetahuan tentang hak dan tanggung jawab warga negara, hak asasi manusia, prinsip-prinsip dan proses demokrasi, lembaga pemerintah dan non-pemerintah, identitas nasional, pemerintahan berdasar hukum (rule of law) dan peradilan yang bebas dan tidak memihak, konstitusi, serta nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat (Branson, 1999).
Demi peningkatan civic knowledge dalam proses belajar mengajar, maka guru sebagai pendidik mesti melaksanakan tanggung jawab secara optimal. Proses belajar mengajar menjadi terkesan bermakna bagi kehidupan setiap peserta didik jika ditopang oleh model pembelajaran yang bisa memicu mereka untuk semangat menyerap ilmu. Model pembelajaran yang dimaksudkan ialah project citizen.
Project citizen memberikan kesempatan kepada para siswa untuk ambil bagian dalam pemerintahan dan masyarakat sipil sambil mempraktikkan berpikir kritis, dialog, debat, negoyasi, kerja sama, kesantunan, toleransi, membuat keputusan, dan aksi warganegara (civic action) yakni melaksanakan kewajibanya sebagai warga negara untuk kepentingan bersama (CCE, 1998: 1; Baudimansyah, 2008: 1).
Pengembang model pembelajaran project citizen Budimansyah (2009: 1) melalui tulisannya menjelaskan, project citizen merupakan salah satu instructional treatment yang berbasis masalah untuk mengembangkan pengetahuan, kecakapan, dan watak kewarganegaraan demokratis yang memungkinkan dan mendorong keikutsertaan dalam pemerintahan dan masyarakat sipil.
Pendidik mesti menyadari, demi meningkatkan civic knowlede setiap peserta didik, maka model pembelajaran project citizen sangat penting digunakan, untuk itu, penulis memilih menerapkan model pembelajaran project citizen dalam proses belajar mengajar. Karena beberapa hal pokok yang mendasarinya. Pertama, model pembelajaran project citizen bermanfaat untuk meningkatkan civic knowledge peserta didik sehingga membantu mereka untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah kebijakan publik dan memberikan sumbangsih pikir bagi setiap kebijakan publik dalam negara.
Sayangnya, pendidik tidak menerapkan model pembelajaran project citizen secara terus-menerus dalam proses belajar mengajar. Alhasil, keterampilan berpikir kritis (critical thingking skill) belum menjadi merupakan modal utama bagi peserta didik dalam memecahkan masalah pembelajaran maupun masalah yang terjadi pada lingkungan sekitar tempat tinggal mereka. Semestinya, berbagai guru PKn di Indonesia menerapkan model pembelajaran project citizen secara rutin dalam pembelajaran.
Budimansyah, (2008) menjelaskan bahwa project citizen juga sudah diterapkan di tingkat sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas dalam bidang Ilmu Sastra, Social Studies, dan antarberbagai cabang ilmu pengetahuan yang dipelajari siswa pada semua tingkatan dengan jatah waktu pelajaran selama 50 menit, program tersebut diprioritaskan menjadi mata pelajaran dengan jangka waktu enam minggu yang digunakan untuk menambah mata pelajaran yang ada di dalam kerangka satu kurikulum yang standar. Tetapi di Latvia, program tersebut diterapkan sebagai satu kurikulum intensif satu minggu (tujuh hari penuh) dan di negara-negara bagian lainnya di Amerika Serikat sebagai satu mata pelajaran yang berdiri sendiri sepanjang semester.
Branson dalam Budimansyah (2009: 17-19) mengemukakan bahwa dasar pemikiran project citizen terletak pada satu kerangka tentang gagasan pendidikan dan politik. Seperti demokrasi memerlukan pemerintahan sendiri dan karenanya memerlukan keterlibatan aktif dan berpengetahuan warga negara dalam kehidupan berwarga negara. Satu komponen yang sangat diperlukan tentang keterlibatan warga negara adalah partisipasi dalam proses pembuatan kebijakan publik.
Kedua, model pembelajaran project citizen memberikan pengalaman bagi peserta didik dalam menyelesaikan masalah. Namun, pendidik selaku aktor kunci dalam kelas belum menerapkan project citizen secara optimal, sehingga beragam masalah dalam pembelajaran belum mampu dipecahkan. Terlebih lagi, peserta didik lambat merespon beragam masalah dalam pembelajaran dan belum mampu menyelesaikan sendiri tanpa bantuan dari orang terdekat.
Peran pendidik yang utama adalah sebagai instruktur atau fasilitator yang memberi petunjuk pada para siswa tentang sumber-sumber informasi yang baru, membantu mengadakan kontak-kontak, dan membekali para peserta didik dengan saran-saran bermanfaat lainnya pada waktu para peserta didik mengadakan penelitiam bimbingan atau petunjuk guru menerangkan tiap tahap proses penelitian tersebut, memberikan banyak sumber tambahan (sebagai contoh, kiat-kiat memperoleh  sumber informasi yang baiki pedoman untuk mengadakan satu smulasi (silang dengar pendapat), dan para guru juga melengkapi para siswa dengan rubrik-rubrik evaluasi untuk menilai kinerja tulisan dan lisan mereka (Budimansyah, 2008).
Para pendidik juga memberikan panduan khusus kegiatan peserta didik untuk membantu mereka melewati tiap tahap dari program tersebut, kriteria penyelesaian tiap tugas, daftar istilah-istilah, dan lampiran-lampiran untuk membantu menemukan sumber-sumber yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah-masalah kebljakan publik secara mendalam.
Ketiga, model pembelajaran project citizen memicu peserta didik untuk menjelaskan secara gamblang terkait masalah yang dihadapi bukan hanya dalam pembelajaran tetapi dalam kehidupan, sayangnya kelompok peserta didik yang beranggung jawab untuk menjelaskan masalah yang telah dipilih untuk diteliti belum mampu menjelaskan secara komprehensif. Karena kemampuan mencerna masalah dan berpikir kritis belum diasah dengan optimal oleh pendidik dalam proses belajar mengajar.
Keempat, tujuan project citizen adalah untuk memotivasi dan memberdayakan para peserta didik dalam menggunakan hak dan tanggung jawab kewarganegaraan yang demokratis melalui penelitian yang intensif mengenai  masalah kebijakan publik di sekolah atau di masyarakat tempat mereka berinteraksi (Budimansyah, 2009). Namun, realita ini tidak ditemukan pada peserta didik yang mengeyam pendidikan pada SMA, dikarenakan penerapan model pembelajaran project citizen oleh pendidik belum optimal.
Implementasi model project citizen sangat berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan kewarganegaraan. Melalui model pembelajaran ini, seluruh rangkaian pembelajaran melibatkan aktivitas dan kreativitas peserta didik. Tidak hanya aspek kognitifnya saja yang diasah tetapi juga aspek afektif dan psikomotoriknya. peserta didik diajak untuk peka terhadap permasalahan-permasalahan sosial yang ada di lingkungan sekitarnya (Jayadiputra, 2015: 17).
Pendidik semestinya memberi stimulus yang kuat agar peserta didik memberi respon yang berarti dalam proses belajar mengajar. Dalam menerapan model pembelajaran project citizen pendidik hendaknya bersemangat demi memberikan suntikan semangat belajar yang kuat bagi peserta didik untuk menyerap semua ilmu yang dipelajari sehingga peningkatan civic knowledge sebagaimana yang diharapkan pendidik dapat terwujud, terlebih lagi berguna untuk memecahkan tantangan yang datang tiada henti dalam kehidupan membangsa dan menegara.
Model pembelajaran project citizen bukan hanya menjadi preferensi bagi setiap pendidik di SMA dalam proses belajar mengajar untuk meningkatkan civic knowledge, melainkan obat mujarab (panacea) bagi pendidik untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis, dialog, debat, negosiasi, kerja sama, kesantunan, toleransi, membuat keputusan, dan aksi warganegara (civic action) dalam melaksanakan kewajibanya sebagai warga negara yang baik dan cerdas (smart and good citizen) untuk kepentingan bersama di tengah banyaknya persoalan sebagai penyakit sosial yang kerap menerpa kehidupan mereka.
Mengingat begitu urgen penerapan model pembelajaran project citizen dalam meningkatkan civic knowlede setiap peserta didik, maka tema dalam penulisan ini amat menarik dan penting untuk dikaji. Karena, penulis yakini bahwa akan terjadi banyak kerugian apabila tema dalam penulisan ini tidak diteliti dan dicarikan solusi.

B.  PEMBAHASAN 
A.      Pengetahuan Kewarganegaraan (Civic Knowledge)
1.      Hakikat Civic Knowledge
Berdasarkan kompetensi yang perlu dikembangkan, terdapat tiga komponen utama yang perlu dipelajari dalam pendidikan kewarganegaraan yaitu pengetahuan kewarganegaran (civic knowledge), kecakapan kewarganegaraan (civic skill) dan watak kewarganegaraan (civic dispostion). Tiga komponen civic education perlu dimiliki oleh seorang warga negara agar menjadi cerdas, berkarakter dan partisipatif (Branson, dkk. 1999; Winarno, 2014). Civic knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), berkaitan dengan apa yang seharusnya diketahui oleh warganegara (Branson (1998: 16). Wahab (2008 : 62) mengatakan bahwa “...kewarganegaraan yang dikembangkan haruslah mengandung pengetahuan, ketrampilan, nilai-nilai, dan disposisi yang idealnya dimiliki warga negara”. Jika warga negara sudah tercerdaskan dalam aspek-aspek tersebut, maka tujuan PKn sudah dapat dikatakan berhasil.
Komponen pengetahuan (civic knowlwdge) mencakup bidang politik, hukum, dan moral. Secara lebih rinci pengetahuan kewarganegara meliputi pengetahun tentang prinsip-prinsip dan proses demokrasi, lembaga pemerintah dan nonpemerintah, identitas nasional, pemerintahan berdasarkan hukum (rule of law) dan peradilan yang bebas dan tidak memihak, konstitusi, sejarah nasional, hak dan tanggung-jawab warganegara, hak asasi manusia, hak sipil dan hak politik (Depdiknas (b), 2002).
Civic knowledge “berkaitan dengan kandungan atau nilai apa yang seharusnya diketahui oleh warga negara” (Branson, 1999: 8). Aspek ini menyangkut kemampuan akademik-keilmuan yang dikembangkan dari berbagai teori atau konsep politik, hukum dan moral. Dengan demikian, mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan bidang kajian multidisipliner.
Secara lebih terperinci, materi pengetahuan kewarganegaraan meliputi pengetahuan tentang hak dan tanggung jawab warga negara, hak asasi manusia, prinsip-prinsip dan proses demokrasi, lembaga pemerintah dan non-pemerintah, identitas nasional, pemerintahan berdasar hukum (rule of law) dan peradilan yang bebas dan tidak memihak, konstitusi, serta nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat.
Winataputra dan Dasim Budimansyah (2012: 199) menegaskan, civic knowledge (pengetahuan kewarganegaraan) berkaitan dengan kandungan  atau apa yang seharusnya diketahui oleh warganegara. Komponen pertama ini harus diwujudkan dalam bentuk lima pertanyaan penting yang secara terus-menerus harus diajukan sebagai sumber belajar PKn. Lima pertanyaan yang dimaksud adalah: (1) Apa kehidupan kewarganegaraan politik dan pemerintahan?; (2) Apa dasar-dasar sistem politik Indonesia?; (3) Bagaimana pemerintahan yang dibentuk oleh Konstitusi mengejawantahkan tujuan-tujuan nilai-nilai, dan prinsip-prisip demokrasi Indonesia?; (4) Bagaimana hubungan antara Indonesia dengan negara-negara di dunia?; dan (5) Apa peran warganegara dalam demokrasi Indonesia?.
Cara yang dipilih untuk mengorganisa komponen pengetahuan kewargagaraan ke dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan bukanlah tanpa alasan dan kebetulkan belaka. Demokrasi adalah suatu dialog, suatu diskusi, suatu proses yang disengaja, di mana seluruh warganegara terlibat di dalamnya. Kegunaan pertanyaan-pertanyaan tadi adalah untuk menunjukkan bahwa proses perenungannya tidak pernah berakhir, tempat pemasaran ide-ide, suatu pencarian cara baru dan sebagai cara terbaik untuk merealisasikan cita-cita dernokrasi. Sangatlah penting bahwa setiap orang memiliki. kesempatan untuk merenungkan pertanyaan-pertanyaan pokok mengenai pemerintahan dan masyarakat sipil (civil society) yang akan terus menantang orang-orang yang mau berpikir.
Menggagas pertanyaan pertama, “Apa kehidupan kewarganegaraan, politik, dan pemerintahan’?” membantu warganegara melakukan pertimbangan-pertimbangan yang matang mengenai hakikat kehidupan kewarganegaraan, politik, dan pemerintahan serta mengapa politik dan pemerintahan itu penting; tujuan-tujuan pemerintahan karakter-karakter utama pemerintahan terbatas dan tidak terbatas; hakikat dan tujuan Konstitusi dan cara-cara alternatif mengorganisasikan pemerintahan konstitusional.
Perenungan terhadap pertanyaan ini, hendaknya mengembangkan pemahaman yang lebih besar akan hakikat pentingnya civil society atau jaringan kompleks dan asosiasi-asosiasi politik, sosial dan ekonomi yang dibentuk dengan bebas dan sukarela yang merupakan kompoenen esensial dan demokrasi konstitusional. Civil Society yang vital bukan hanya mampu mencegah penyelewengan atau pemusatan kekuasaan yang berlebihan oleh pemerintah, namun organisasi-organisasi civil society dapat pula berfungsi sebagai laboratorium publik dimana warganegara belajar sambil langsung praktik (learning by doing).
2.      Unsur-Unsur Civic Knowledge
Civic klowlegde memiliki unsur-unsur sebagai berikut;
a.    Politik : a. Manusia sebagai zoon politikon (makhluk sosial); b. Proses terbentuknya masyarakat politik; c. Proses terbentuknya bangsa; d. Asal usul negara; e. Unsur-unsur negara, tujuan negara, dan bentuk-bentuk negara; f. Kewarganegaraan; g. Lembaga politik; h. Model-model sistem politik; i. Lembaga-lembaga Negara; j. Demokrasi Pancasila; k. Globalisasi
b.    Hukum : a. Rule of law (Negara Hukum); b. Konstitusi; c. Sistem hukum; d. Sumber hukum; e. Subyek hukum, obyek hukum, peristiwa hukum, dan sanksi hukum; f. Pembidangan hukum; g. Proses hukum; g. Peradilan
c.    Moral : a. Pengertian nilai, norma, dan moral; b. Hubungan antara nilai, norma dan moral; c. Sumber-sumber ajaran moral; d. Norma-norma dalam masyarakat; e. Implementasi nilai-nilai moral Pancasila.
3.      Pentingya Civic Knowledge
Pentingnya komponen pengetahuan kewarganegaraan yaitu untuk membekali peserta didik agar dapat menjadi warga negara yang demokratis dengan menguasai sejumlah pengetahuan, antara lain :
a.    Memahami tujuan pemerintahan dan prinsip-prinsip dasar konstitusi pemerintahan Republik Indonesia.
b.    Mengetahui struktur, fungsi dan tugas pemerintahan daerah dan nasional serta bagaimana keterlibatan warganegara membentuk kebijaksanaan publik.
c.    Mengetahui hubungan negara dan bangsa Indonesia dengan negara-negara dan bangsa lain serta masalah-masalah dunia dan internasional.
B.  Model Pembelajaran Project Citizen
1.    Hakikat Project Citizen
Dalam ensiklopedi Indonesia (Jilid 4), dijelaskan bahwa model merupakan kata pengecil dari “modo” yang artinya sifat, cara dan representasi kecil dari suatu benda atau keadaan untuk mengembnagkan, menjelaskan atau menemukan sifat-sifat bentuk aslinya. Model yang dimaksud dalam penelitian ini adalah model pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran PKn untuk meningkatkan pengetahuan kewargarganegaraan adalah model pembelajaran Project Citizen.
Model Project citizen merupakan salah satu instructional treatment yang berbasis masalah untuk mengembangkan pengetahuan, kecakapan, dan watak kewarganegaraan demokratis yang memungkinkan dan mendorong keikutsertaan dalam pemerintahan dan masyarakat sipil (Budimansyah, 2009: 1). Model ini pertama kali digunakan di California pada tahun 1992 dan kemudian dikembangkan menjadi satu program nasional oleh Center For Civic Education (CCE) dan Konferensi Nasional Badan Pembuat Undang-Undang Negara pada tahun 1995. Selanjutnya secara paradigmatik model ini diadaptasi di Indonesia dari “We the People….Project Citizen” yang dikembangkan oleh Center for Civic Education (CCE) Calabas, dan dalam 15 tahun terakhir ini telah diadaptasi di sekirar 50 negara di dunia.
Di Indonesia model ini dikenal dengan Model Projek Belajar Kewarganegaraan… Kami Bangsa Indonesia (PKKBI), yang mulai dirintis pengembangannya di sekolah dasar dan menengah. Sebagai model pembelajaran, dipilih topik generik “Public Policy” (Kebijakan Publik), yang memang berlaku di negara manapun. Misi dari model ini adalah mendidik para siswa agar mampu menganalisis berbagai dimensi kebijakan publik dalam konteks proses demokrasi, dan dengan kapasitasnya sebagai “young citizen” atau warganegara muda mencoba memberi masukan terhadap kebijakan publik di lingkungannya. Hasil yang diharapkan adalah meningkatnya kualitas warganegara yang “cerdas, kreatif, partisipatif, prospektif, dan bertanggung jawab” (Jayadiputra, 2015: 14).
Misi dari model ini, adalah mendidik peserta didik agar mampu untuk menganalisis berbagai dimensi kebijakan publik, kemudian dengan kapasitasnya sebagai warga negara muda mampu memberikan masukan terhadap kebijakan publik dilingkungannya (Budimansyah, 2010: 159).
Hal ini dapat dipahami bahwa model pembelajaran project citizen membantu warga negara muda untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah kebijakan publik dan memberikan sumbangsih pikir bagi setiap kebijakan publik dalam negara. Lebih lanjut, hasil kajian yang dilakukan oleh Malatuny, dkk (2016) menegaskan bahwa model pembelajaran project citizen secara komperhensip mampu menampung segala komponen kewarganegaraan, baik dari aspek knowledge, skill dan disposition. Model ini pembelajaran ini mampu memberi pengalaman baru bagi peserta didik sebagai bekal mereka dimasa depan dalam menghadapi persaingan global.
Salah satu contoh penerapan model pembelajaran project citizen adalah yang dilakukan oleh Tim Senegal yang mengangkat tema “Acces to clean water”. Peserta didik dari sebuah desa kecil Ross Bethio mengajukan masalah terkait kesulitan air bersih. Mereka melihat keadaan masyarakat yang kesulitan memperoleh air bersih untuk kehidupan sehari-hari. Walaupun ada sumber air, tetapi jaraknya jauh dan itupun tidak sehat karena terkontaminasi oleh berbagai limbah yang rawan menyebabkan berbagai penyakit kolera dan penyakit kulit lainnya (Malatuny, dkk, 2016).
Para peserta didik menyadari bahwa persoalan tersebut perlu dipecahkan melalui survey untuk mencari solusi terbaik. Pertama tim peneliti berkunjung pada tokoh agama setempat untuk memperoleh dukungan, kemudian berkunjung ke otoritas setempat untuk menanyakan apa yang telah dan akan dilakukan pemerintah untuk menanggulangi masalah tersebut. Sebenarnya pemerintah telah membangun tower air untuk menyuplai air ke Ross Bethio, namun proyek tersebut terbengkalai dan tidak kunjung selesai dengan alasan tidak cukup dana.
Kemudian tim mendesak pemerintah agar serius menyelesaikan pembangunan tower air, tim mengorganisasikan sebuah demonstasi damai yang diikuti oleh seluruh peserta didik. Tim meyakinkan kepada pemerintah bahwa solusi terbaik untuk memperoleh akses air bersih adalah penyelesaian pembangunan tower air, akhirnya otoritas setempat memulai mengerjakan proyek tersebut. Model pembelajaran ini memberikan pengalaman peserta didik dalam menyelesaikan masalah. Dengan demikian melalui model pembelajaran project citizen dalam pendidikan kewarganegaraan dapat diterapkan pada berbagai jenjang pendidikan di Indonesia untuk meningkatkan kesadaran sebagai warga negara global.
Pentingnya pendidikan kewarganegaraan untuk membangun kesadaran dan pemahaman sebagai warga negara global, disebabkan munculnya berbagai masalah yang kompleks dan rumit untuk dipecahkan pada era kontemporer, misalnya masalah lintas negara yang mencakup isu-isu global yang menyentuh semua sendi-sendi kehidupan negara di dunia, maka pendekatan yang baru terhadap kewarganegaraan perlu disiapkan (Branson, 1999: 131).
Sebagai suatu inovasi model project citizen dilandasi oleh Empat pilar pendidikan yakni learning to do, learning to know, learning to be, learning to live together); Pandangan Konstruktivisme; Democratic teaching dan beberapa prinsip pembelajaran pendidikan kewarganegaraan yang meliputi Prinsip Belajar Siswa Aktif, Kelompok Belajar Kooperatif, Pembelajaran Partisipatorik, Reactive Teaching (Budimansyah, 2002:4, 8-13).
Fokus perhatian dari model ini adalah pengembangan “civic knowledge (pengetahun kewarganegaraan), civic dispositions (kebajikan kewarganegaraan), civic confidence (kepercayaan diri kewarganegaraan), civic commitment (komitmen kewarganegaraan), civic competence (kompetensi kewargenagaraan)” yang bermuara pada berkembangnya well-informed, reasoned, and responsible decision making (kemampuan mengambil keputusan, berwawasan, bernalar dan bertanggung jawab)”. Langkah-Langkah Pembelajaran Model Project Citizen, yaitu: 1) Mengidentifikasi Masalah, 2) Memilih suatu masalah untuk dikaji oleh kelas, 3) Mengumpulkan informasi yang terakit pada masalah itu, 4) Mengembangkan portofolio kelas, 5) Menyajikan portofolio dihadapan dewan juri, 6) Melakukan refleksi pengalaman belajar.
Dari penelitian lintas negara yang dilaporkan oleh International Democratic Education Institute (Craddock, 2007) mengambil kesimpulan bahwa project citizen memberikan dampak bagi pengetahuan, sikap dan keterampilan kewarganegaraan siswa. Meskipun demikian, ruang lingkup (jangkauan) dan derajat pengaruh ini sangat beragam di antara berbagai kawasan di beberapa negara.
C.    Asal-Usul Project Citizen
Model ini pertama kali digunakan di California pada tahun 1992 dan kemudian dikembangkan menjadi satu program nasional oleh Center For Civic Education (CCE) dan Konferensi Nasional Badan Pembuat Undang-lJndang Negara pada  tahun 1995. Project Citizen adalah satu instructional treatment yang berbasis masalah untuk mengembangkan pengetahuan, kecakapan, dan watak kewarganegaraan demokratis yang memungkinkan dan mendorong kelkutsertaan  dalam pemerintahan dan masyarakat sipil (civil society).
Program tersebut mendorong para siswa untuk terlibat secara  aktif dengan organisasi-organisasi pemerintah dan masyarakat sipil untuk memecahkan satu persoalan di sekolah atau  di masyarakat dan untuk mengasah kecerdasan sosial dan intelektual yang penting bagi kewarganegaraan demokratis  yang bertanggung jawab. Jadi, tujuan Project Citizen adalah untuk memotivasi dan memberdayakan para siswa dalam menggunakan hak dan tanggung jawab kewarganegaraan yang demokratis melalui penelitlan yang intensif mengenai  masalah kebijakan publik di sekolah atau di masyarakat tempat mereka berinteraksi.
Bahan-bahan pelajarannya pun  disusun untuk membantu para siswa belajar mengawasi dan mempengaruhi kebijakan publik, meningkatkan kecakapan yang diperlukan untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab dan efektif serta memiliki rasa percaya diri dalam menggunakan hak dan tanggung jawabnya sebagai warga negara.
Project Citizen memberikan kesempatan kepada para siswa untuk ambil bagian dalam pemerintahan dan masyarakat sipil sambil mempraktikkan berpikir kritis, dialog, debat, negoyasi, kerja sama, kesantunan, toleransi, membuat keputusan, dan aksi warganegara (civic action) yakni melaksanakan kewajibanya sebagai warga negara untuk kepentingan bersama (CCE, 1998: 1; Baudimansyah, 2008: 1).
Meskipun dirancang untuk digunakan oleh para siswa sekolah menengah dalam bidang pelajaran Civic and Government, Project Citizen juga sudah diterapkan di tingkat sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas dalam bidang Ilmu Sastra, Social Studies, dan antarberbagai cabang ilmu pengetahuan yang dipelajari siswa pada semua tingkatan dengan jatah waktu pelajaran selama 50 menit, program tersebut diprioritaskan menjadi mata pelajaran dengan jangka waktu enam minggu yang digunakan untuk menambah mata pelajaran yang ada di dalam kerangka satu kurikulum yang standar. Tetapi di Latvia, program tersebut diterapkan sebagai satu kurikulum intensif satu minggu (tujuh hari penuh) dan di negara-negara bagian lainnya di Amerika Serikat sebagai satu mata pelajaran yang berdiri sendiri sepanjang semester.
Peran guru yang utama adalah sebagai instruktur atau fasilitator yang memberi petunjuk pada para siswa tentang sumber-sumber informasi yang baru, membantu mengadakan kontak-kontak, dan membekali para siswa dengan saran-saran bermanfaat lainnya pada waktu para siswa mengadakan penelitiam bimbingan atau petunjuk guru menerangkan tiap tahap proses penelitian tersebut, memberikan banyak sumber tambahan (sebagai contoh, kiat-kiat memperoleh  sumber informasi yang baiki pedoman untuk mengadakan satu smulasi sidang dengar pendapat), dan para guru juga melengkapi para siswa dengan rubrik-rubrik evaluasi untuk menilai kinerja tulisan dan lisan mereka.
Para guru juga memberikan panduan khusus kegiatan siswa untuk membantu mereka melewati tiap tahap dari program tersebut, kriteria penyelesaian tiap tugas, daftar istilah-istilah, dan lampiran-lampiran untuk membantu menemukan sumber-sumber yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah-masalah kebljakan publik secara mendalam.
Bagi banyak kelompok siswa, tahap pertama program Project Citizen, yaitu memilih masalah untuk diteliti, merupakan tahap tersulit (CCE, 1998: xii). Oleh karena itu peran guru sebagai fasilitator hendaknya mampu menyadarkan mereka bahwa masalah-masalah tersebut banyak terdapat di sekitar kita. Mereka dapat diarahkan untu memperhatikan berita yang dimuat pada surat kabar, ulasan berita di televisi, atau mengamati lingkungan masya-rakat sekitar. Ketika kelompok-kelompok siswa telah menemu-kan sejumlah masalah yang potensial untuk dljadikan bahan kajlan kelas, selanjutnya mereka harus meneliti pentlngnya masalah-masalah tersebut dengan mewawancarai anggota masyarakat dan meninjau ulang sumber-sumber informasi dari media mengenai masalah tersebut.
Jika kelompok siswa yakin telah memperoleh informasi yang cukup mengenal masalah-masalah yang sedang dibicarakan untuk membuat keputusan, maka para siswa tersebut dapat memutuskan masalah apa yang akan diteliti. Meskipun bukan merupakan bagian resmi dari kurikulum Project Citizen, banyak guru meminta pada para siswa membuat kriteria untuk memberikan penilaian masalah-masalah yang potensial (sebagai contoh, pentingnya masalah tersebut, kemungkinan dapat ditelitinya masalah tersebut).
Budimansyah (2008), menyatakan setelah memilih satu persoalan penting, kelompok siswa tersebut dibagi menjadi tim-tim riset untuk mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, seperti perpustakaan, koran, anggota masyarakat, organisasi kemasyarakatan, lembaga perwakilan rakyat, perwakilan pemerintah, dan sumber-sumber elektronik. Informasi dikumpulkan dengan berbagai carat seperti www (world wide web) atau situs internet, telepon, wawancara perorangan, dan melalui surat.
Hasil pekerjaan itu dituangkan dalam naskah siswa yang memperlihatkan bentuk-bentuk dokumentasi dari tiap sumber, yang disusun untuk mengarahkan analisis informasi yang diperoleh. Setelah itu, kelompok siswa tersebut kembali dibagi menjadi kelompok-kelompok belajar koperatif untuk melaksanakan empat tahap penelitian dan keikutsertaan di dalam proses pembuatan kebijakan publik, yaitu:
1.      Menerangkan masalah. Kelompok ini bertanggung jawab untuk menjelaskan masalah yang telah dipilih oleh kelompok siswa untuk diteliti. Kelompok ini juga harus menjelaskan mengapa masalah tersebut penting dan mengapa pemerintah atau penvakilan pemerintah harus mampu menanganinya.
2.      Mengevaluasi kebijakan-kebljakan alternatif untuk memecahkan masalah. Kelompok ini benanggung jawab untuk mengembang-kan dan membenarkan kebijakan-kebijakan publik alternatif yang diuji dan dievaluasi oleh kelompok siswa.
3.      Membuat satu kebijakan publik yang akan didukung oleh kelompok siswa. Kelompok ini bettanggung jawab mengembangkan dan membenarkan kebijakan-kebijakan publik khusus yang oleh mayoritas kebmpok siswa  disetujui untuk didukung.
4.      Membuat satu rencana aksi untuk mendesak pemerintah menerima kebijakan kelompok siswa tersebut. Kelompok ini bertanggung jawab membuat satu rencana aksi (action plan) yang menunjukkan bagaimana warga negara mempengaruhi pemerintah untuk menyetujui kebijakan yang didukung oleh kelompok siswa tersebut (CCE, 1998: 24-25).
Jika para siswa telah memilih satu kebijakan untuk memecahkan masalah, seluruh anggota kelompok siswa tersebut diminta untuk mempertimbangkan apakah kebijakan yang diusulkan tersebut mengganggu hak-hak individu seperti  kebebasan berbicara, hak mendapat perlindungan atau pembelaan diri, privasi, atau perlindungan yang sama di bawah undang-undang. Para siswa diminta untuk mempertahankan konstitusonalitas kebijakan yang mereka usulkan secara hitam di atas putih.
Hasil kerja kelompok belajar kooperatif tersebut diperlihatkan dalam bentuk satu barang bukti portofolio tayangan (empat bagian) dan binder dokumentasi. Para siswa memasukkan pernyataan tertulis, chart, grafik, dan/atau karya seni  asli pada tiap bagian portofolio dan memuat bukti penelitlan mereka dalam binder dokumentasi. Naskah siswa tersebut menguraikan knteria umum untuk semua bagian portofolio dan kriteria khusus serta saran-saran untuk tiap bagian tersendiri (CCE, 1998: 26-32).
Kegiatan puncak program tersebut adalah simulasi sidang dengar pendapat (show case) dimana para siswa menunjukkan pengetahuan mereka dengan memainkan peran sebagai saksi ahli. Mereka memberikan kesaksian mengenai portofolio yang mereka susun di depan anggota dewan juri, yang memainkan peran sebagai pembuat undang-undang negara.
Format simulasi sidang dengar pendapat tersebut memberikan kesempatan pada para siswa untuk menunjukkan pengetahuan dan pemahaman mereka tentang bagaimana kebijakan publik dirumuskan sambil membekali para guru dengan cara alternatif untuk menilai kinetja siswa. Selama show case, tiap kelompok dengan bagian portofolionya masing-masing mempersiapkan dan mempresentasikan satu pernyataan dalam waktu empat menit pada tiap bagian portofolio. Setelah tiap pernyataan pembuka, para juri yang merupakan anggota masyarakat memiliki waktu enam menit untuk bertanya kepada para siswa untuk tiap penanyaan panel dan menilai mutu dari tiap kerja tim menurut rubrik evaluasl yang diberikan pada tiap juri. Sesuai dengan naskah siswa, terdapat empat tujuan mendasar dari simulasi dengar pendapat ini, yaitu:
1.      Memberitahukan para hadirin akan pentingnya masalah yang teridentifikasi di masyarakat.
2.      Memelaskan dan mengevaluasi kebijakan-kebijakan alternatif sehingga hadirin dapat memahami kelebihan dan kekurangan dari tiap kebiJakan alternatlf tersebut.
3.      Membahas pilihan kelompok siswa tersebut sebagai kebijakan yang "terbaik" untuk memecahkan masalah dan "mengusulkan" kebijakan tu Mengeluarkan dan mendukung pendapat kelompok tersebut bahwa kebijakan yang diusulkan tidak melanggar Undang-Undang Dasar, hukum tata negara, atau undang-undang.
4.      Menunjukkan bagaimana kelompok siswa tersebut mampu meraih dukungan untuk kebijakannya di masyarakat, seperti di badan legislatif dan eksekutif pada tingkat pemerintahan yang tepat (CCE 1998: 33).
Di Amerika Serikat dan di beberapa negara lainnya di seluruh dunia, para guru dan siswa yang terlibat dalam Project Citizen didorong untuk ikut ambil bagian dalam Show-Case tingkat lokal, regional, negara bagian, dan nasional yang bersifat kompetitf. Meskipun bukan satu syarat untuk ambil bagian dalam program tersebut, kompetisi-kompetisi tersebut menjadi cara untuk memotivasi siswa belajar, memberikan penghargaan atas prestasi siswa, dan menarik minat anggota masyarakat dan lembaga-lembaga penyandang dana yang potenslal. Di Indiana, sebagai contoh, terdapat tiga kompetisi regional (di Lafayette, Evansville, dan Indianapolis) dan satu kompetisi negara bagian (di Indianapolis) yang diselenggarakan secara rutin sebagai program tahunan selama enam bulan dalam musim semi.
Beberapa guru yang menerapkan Project Citizen cenderung melakukan Show Case hanya di sekolah dan memilih untuk tidak ambil bagian  dalam satu kompetisi. Banyak dari mereka tu memperlihatkan sikap acuh tak acuh secara umum mengenal kompetisi-kompetisi akademis, sedangkan yang lainnya merasa kesulltan memasukkan kompetisi tersebut ke dalam kurikulum yang sudah padat dan merasa keberatan sehingga dengan cepat berallh ke topik-topik dan soal-soal lainnya.
Keikutsertaan dalam program tersebut bersifat suka rela di Indiana dan di seluruh Amerika Serikat; Project Citizen merupakan satu kegiatan pembelajaran fakultatif di dalam kurikulum sekolah-sekolah di Latvia, Lithuania dan negara- negara pasca-komunis Eropa Tengah dan Timur. Kumpulan bahan-bahan gratis yang terbatas (kumpulan buku pelajaran siswa di kelas, bimbingan guru, dan piagam penghargaan bagi siswa) tersedia dan membantu mendorong keikutsertaan mereka. Tingkat profesionalisme guru sebelum program Project Citizen dilatihkan sangat beragam.
Beberapa guru telah ikut ambil bagian dalam lokakarya-lokakarya singkat (dua jam sampai seharian penuh), sementara yang lainnya telah ambil bagian pada "summer institutes" (diklat yang diadakan pada saat liburan musim panas) yang lebih ekstensif yang berlangsung sampai empat hari. Dalam lokakarya dan lembaga pembinaan profesionaliisme guru lebih ekstensif, para guru secara khusus menjalani versi singkat dari program tersebut. Mereka memperlihatkan satu portofolio dan binder dokumentasi, dan mereka ikut ambil bagian dalam show case.
D.  Implementasi Model Pembelajaran Project Citizen
Pada awalnya project citizen digunakan untuk mata pelajaran Civic and Government di Amerika serikat. sekarang project citizen juga diterapkan di tingkat sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas dalam bidang Sosial Studies. Model Project Citizen dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan sangatlah cocok diterapkan, hal ini berkaitan dengan Kecakapan kewarganegaraan (civic skill).
Jika warganegara mempraktekkan hak-hak dan menunaikan kewajiban-kewajibannya sebagai anggota masyarakat yang berdaulat, mereka tidak hanya perlu menguasai pengetahuan dasar sebagaimana diwujudkan dalam lima pertanyaan sebagaimana diuraikan, namun mereka pun perlu memiliki kecakapan-kecakapan intelektual dan partisipatoris yang relevan. Kecakapan-kecakapan intelektual meliputi identifying and describing; explaining and analyzing; and evaluating, taking and defending positions on publik issues. Kecakapan-kecakapan partisipatoris mencakup interacting, monitoring and influencing.
Branson dalam Budimansyah (2009: 17-19) mengemukakan bahwa dasar pemikiran project citizen terletak pada satu kerangka yang terdiri atas lima bagian tentang gagasan pendidikan dan politik. Pertama, demokrasi memerlukan pemerintahan sendiri dan karenanya memerlukan keterlibatan aktif dan berpengetahuan warga negara dalam kehidupan berwarga negara. Satu komponen yang sangat diperlukan tentang keterlibatan warga negara adalah partisipasi dalam proses pembuatan kebijakan publik.
Kedua, para siswa harus belajar bagaimana menjadi terlibat dalam kehidupan berwarga negara dengan terlibat di dalamnya, yaitu dengan menyandang kewarganegaraan yang bertanggung jawab dan efektif. Ketiga, karena para siswa tersebut menggali masalah-masalah yang ada di komunitas mereka sendiri, maka mereka mendapat banyak kesempatan untuk mempertimbangkan tentang hal-hal yang mendasar dalam inti demokrasi, seperti hal-hal yang meliputi hak individu dan kepentingan bersama, peraturan yang disepakati kelompok mayoritas dan hak kaum minoritas, dan kebebasan serta persamaan.
Keempat, project citizen dimaksudkan untuk diterapkan terutama oleh para siswa sekolah menengah atau usia-usia remaja pradini (berusia sekitar 10-15 tahun); tetapi program tersebut juga digunakan oleh older adolescents (anak remaja yang menginjak dewasa) di beberapa sekolah. Di usia sekolah menengah dan lebih, para siswa berusaha membentuk identitas mereka sendiri dan mereka juga harus diberikan kesempatan untuk membina hubungan dengan masyarakat. Sebagian besar anak remaja pradini (early adolescents) mulai bergeser dari berpikir konkrit menuju berpikir abstrak dan sering berhadapan dengan masalah baik dan buruk, legitimacy of authority (sah atau tidaknya hak untuk bertindak), dan jawaban-jawaban alternatif atas situasi-situasi yang menyulitkan.
Selama masa remaja, para siswa membentuk sikap dan menerima nilai-nilai yang kemungkinan akan mereka pegang sepanjang hidup. Para siswa remaja cenderung ingin tahu mengenai lingkungan di sekeliling mereka, termasuk komunitas mereka sebagai warga negara dan mereka membutuhkan pengalaman-pengalaman dunia nyata untuk menggali hubungan mereka dengan kehidupan berwarga negara.
Kelima, project citizen menganggap kaum muda sebagai sumber kewarganegaraan, sebagai anggota yang berharga dari komunitasnya yang bernilai gagasan dan tenaganya dapat secara nyata dicurahkan masalah-masalah kebijakan publik. Daripada hanya menyiapkan para siswa untuk peran yang akan mereka emban di kehidupan, project citizen mengharuskan mereka untuk ambil bagian sebagai warga negara.
Menurut para pengembang project citizen, keikutsertaan seperti ini tidak hanya merupakan wahana yang lebih baik untuk meningkatkan pengetahuan, kecakapan, dan watak kewarganegaraan demokrasi, tetapi juga makin baik bagi masyarakat karena para siswa tersebut mempermudah organisasi pemerintahan dan masyarakat madani bekerja melewati masalah-masalah penting di masyarakat. Keikutsertaan dan keterlibatan seperti ini sudah seharusnya membantu kaum muda membina hubungan dengan masyarakat dimana mereka tinggal dan menghargai kontribusi mereka terhadap pemecahan masalah-masalah di masyarakat.
Implementasi model project citizen sangat berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan kewarganegaraan. Melalui model pembelajaran ini, seluruh rangkaian pembelajaran melibatkan aktivitas dan kreativitas siswa. Tidak hanya aspek kognitifnya saja yang diasah tetapi juga aspek afektif dan psikomotoriknya. Siswa diajak untuk peka terhadap permasalahan-permasalahan sosial yang ada di lingkungan sekitarnya (Jayadiputra, 2015: 17).
Model pembelajaran ini dapat meningkatkan civic knowledge. Hal lain yang bisa dicermati bahwa pembelajaran project citizen juga dapat merangkum civic knowledge seperti yang dikemukakan Branson (1999:4) bahwa dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan harus mencakup tiga komponen, yaitu Civic Knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), Civic Skills (keterampilan kewargenageraan), dan Civic Disposition (watak kewarganegaraan). Komponen pertama, yaitu civic knowledge berkaitan dengan “nilai apa yang harus diketahui oleh warganegara” (Branson, 1999: 8).
Aspek ini menyangkut kemampuan akademik-keilmuan yang dikembangkan dari berbagai teori atau konsep politik, hukum dan moral. Dengan kata lain pendidikan kewarganegaraan merupakan bidang kajian multidisipliner yang memuat materi pengetahuan kewarganegaraan tentang hak dan tanggung jawab warganegara, hak asasi manusia, prinsip-prinsip dan proses demokrasi, lembaga pemerintah dan non pemerintah, identitas nasional, pemerintahan berdasarkan pada hukum (rule of law) dan peradilan yang bebas dan tidak memihak, konstitusi, serta nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat.
Menggunakan model project citizen lebih menekankan sikap dan perilaku yang lebih baik dalam proses pembelajaran erat kaitannya dengan kecakapan intelektual. Seperti yang dikemukakan oleh Andriyan, (2007) bahwa intelektualitas, sebagaimana yang selalu kita pahami adalah seperangkat sikap dan perilaku yang lebih bijak, lebih mengarahkan kepada pendekatan otak dan rasional serta selalu menimbang-nimbang apa yang akan diambil berdasarkan resiko yang akan terjadi kemudian.
Pendek kata, orang intelektual adalah orang yang selalu mengedepankan prinsip kehati-hatian dan pertimbangan-pertimbangan yang rasional dibandingkan emosional. Intelektual, selalu akan mencoba menghindari segala hal yang bersifat kekerasan dan irasionalitas yang justru akan merusak sisi intelektualitasnya. Sebab, intelektual selalu mencari cara dan solusi yang lebih baik daripada hanya mengedepankan otot dan perilaku kasar semata.
Lebih dari itu, model pembelajaran project citizen adalah model pembelajaran yang mampu memberikan kesempatan kepada para siswa untuk ambil bagian dalam pemerintahan dan masyarakat sipil sambil mempraktikkan berpikir kritis, dialog, debat, negosiasi, kerja sama, kesantunan, toleransi, membuat keputusan, dan aksi warga negara (civic action) yakni melaksanakan kewajiban sebagai warga negara untuk kepentingan bersama (CCE, 1998; Budimansyah, 2009: 2). Melalui model ini siswa akan terbangun menjadi warga negara muda melalui berbagai macam pengalaman kewarganegaraannya. Pengalaman kewarganegaraan yang dimaksud adalah pengalaman belajar menjadi warga negara muda dalam berbagai bentuk partisipasi.
E.Model Pembelajaran Project Citizen Sebagai Wahana Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Wahab dan Sapriya (2008) menegaskan “selama ini peserta didik beranggapan pelajaran PKn itu tidak menarik dan membosankan”. Kesan ini timbul dikarenakan secara substansif pelajaran PKn kurang menyentuh kebutuhan peserta didik. Guru kurang memunculkan permasalahan aktual yang dihadapi peserta didik sebagai masyarakat muda dan mengarahkan siswa untuk bisa mengembangkan kemampuan berpikirnya agar bisa mengatasi berbagai permasalahan tersebut.
Apabila dicermati lebih mendalam, objek kajian Pendidikan Kewarganegaraan adalah masyarakat dengan segala dinamikanya yang seharusnya menarik dan menantang untuk dipelajari. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, proses pembelajaran yang perlu dikembangkan adalah “critical thinking oriented and problem solving oriented modes” (CCE: 1992-2000). Sebab, siswa yang hanya menguasai konsep saja tanpa disertai dengan kemampuan berpikir kritis terkadang sulit mengkomunikasikan ilmunya kepada orang lain dan mengaplikasikan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari (Lie: 2002).
Saat ini secara adaptif di Indonesia dikembangkan model praktik belajar kewarganegaraan kami bangsa Indonesia atau biasa disebut Project Citizen yang di dalamnya terdapat portofolio hasil belajar siswa. Project citizen merupakan satu instructional treatment yang berbasis masalah untuk mengembangkan pengetahuan, kecakapan, dan watak kewarganegaraan demokratis yang memungkinkan dan mendorong keikutsertaan dalam pemerintahan dan masyarakat sipil.
Tujuan Project citizen adalah untuk memotivasi dan memberdayakan para siswa dalam menggunakan hak dan tanggung jawab kewarganegaraan yang demokratis melalui penelitian yang intensif mengenai masalah kebijakan publik di sekolah atau di masyarakat tempat mereka berinteraksi (Budimansyah, 2009: 1-2). Pada dasarnya Prozect Citizen dikembangkan dari model pendekatan berpikir kritis atau reflektif sebagaimana dirintis oleh John Dewey (1900) dengan paradigm “how we think” atau model reflective inquiry yang dikemukakan oleh (Barr, dkk 1978 dalam Budimansyah, 2009: 10).
Mengacu pada berbagai teori yang telah dikemukakan di atas, dan berdasarkan berbagai penemuan pada penelitian sebelumnya project citizen merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran PKn melalui proses belajar konstruktif yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir dan membentuk warganegara yang demokratis, smart and good citizen.


DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahab, Solichin (2008). Analisis Kebijaksaan dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta : Bumi Aksara.
Azis Wahab, A & Sapriya. (2008). Teori dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: UPI Press Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Branson, M. S., dkk. (1999). Belajar Civic Education dari Amerika. Yogyakarta: LKIS.
Branson, M.S. (1998). The Role of Civic Education: A Forthcoming Education Policy Task Force. Position Paper from the Communitarion Network, Calabasas: ECC.
Budimansyah, Dasim. (2009). Inovasi Pembelajaran Project Citizen. Program Studi Kewarganegaraan: Universitas Pendidikan Indonesia.
Budimansyah, Dasim. (2016). Teori Sosial dan Kewarganegaraan. Bandung: Widya Aksara Press.
CCE. (1998a). We the People: Project Citizen, Teacher’s Guide. Calabasas: CCE
CCE. (1998a). We the People: Project Citizen. Calabasas: CCE.
Cogan, J.J. dan Derricott, R. (1998). Citizenship for the 21st Century; An International Perspective on Education. London: Kogan Page.
Craddock, dkk. (2007). Teaching for Democracy: Assessing Project Citizen in Poland, South Africa”, Research Report.
Depdiknas (b) (2002), Pola Induk Pengembangan Silabus Berbasis Kemampuan Dasar Sekolah Menengah Umum ( SMU), Pedoman Khusus Model 3 PPKn, Jakarta, Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
Fajar, Arnie. (2005). Portofolio dalam Pembelajaran IPS. Bandung: Rosda.
Jayadiputra, Eka. (2015). Model Project Citizen Dalam Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa. Jurnal Ilmiah Cisoc, Kajian Empiris Pendidikan Ilmu Sosial. Vol. 2. No. 1, hlm. 11-20.
Kalidjernih, F.K. (2010). Kamus Studi Kewarganegaraan, Perspektif Sosiologikal dan Politikal. Bandung: Widya Aksara Press.
Lie, Anita. (2002). Cooperative Learning. Jakarta: Granesindo.
Malatuny, Y. Godlif dan Rahmat. (2017). Pembelajaran Civic Education Dalam Mengembangkan Civic Disposition. Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan. Vol. 6, No. 1, hlm. 56-68.
Malatuny, Y. Godlif, dkk. (2016). Increasing Global Citizens Awareness Through Project Citizen Model. Proceeding Internasional, Seminar Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Bidang Keilmuan dan Program Pendidikan Dalam Konteks Penguatan Daya Saing Lulusan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Winarno. (2014). Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan: Isi, Strategi dan Penilaian. Jakarta: Bumi Aksara.
Winataputra, U.S & Budimansyah, D. (2012). Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Perspektif Internasional, Konteks, Teori, dan Profil Pembelajaran. Bandung: Widya Aksara Press.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Comments system

Disqus Shortname