Oleh :
Yakob Godlif Malatuny, S.Pd., M.Pd
1. Pada
hakikatnya semua orang mengalami proses belajar dan pembelajaran sepanjang
kehidupannya.
a. Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada
diri setiap orang sepanjang hidupnya. Menurut Gagne
(1970) bahwa belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia yang
terjadi setelah secara terus-menerus, bukan hanya disebabkan oleh proses
pertumbuhan saja, melainkan oleh perbutannya yang mengalami perubahan dari
waktu ke waktu.
Sedangkan, pembelajaran merupakan
perubahan yang bertahan lama dalam perilaku atau dalam kapasitas berperilaku dengan cara
tertentu, yang dihasilkan dari praktik atau bentuk-bentuk pengalaman lainnya Schunk (2012).
Belajar dan pembelajaran merupakan dua kegiatan
yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain (Komalasari, 2010: 4). Keterkaitan
belajar dan pembelajaran dapat digambarkan dalam sebuah sistem, proses belajar
dan pembelajaran memerlukan masukan dasar (raw
input) yang merupakan bahan pengalaman belajar dalam proses belajar
mengajar (learning teaching process)
dengan harapan berubah menjadi keluaran (output)
dengan kompetisi tertentu.
Selain
itu, proses belajar dan pembelajaran juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan
yang menjadi masukan lingkungan (environment
input) dan faktor instrumental (instrumental
input) yang merupakan faktor yang secara sengaja dirancang untuk menunjang
proses belajar mengajar dan keluaran yang ingin dihasilkan.
Pembelajaran
berupaya mengubah masukan berupa siswayang belum terdidik menjadi siswa yang
terdidik, siswa yang belum memiliki pengetahuan tentang sesuatu menjadi siswa
yang memiliki pengetahuan. Pembelajaran yang efektif ditandai dengan terjadinya
proses belajar dalam diri siswa. Dunne dan Wragg (dalam Nuryanti, 2008: 30)
menyatakan bahwa pembelajaran efektif memudahkan siswa belajar sesuatu yang
bermanfaat seperti fakta, keterampilan, nilai, konsep, cara hidup serasi dengan
sesama atau sesuatu hasil belajar yang diinginkan.
Belajar
mungkin saja terjadi tanpa pembelajaran, namun pengaruh aktivitas pembelajaran
dalam belajar hasilnya lebih sering menguntungkan dan biasanya lebih mudah
diamati. Pembelajaran sebagai suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses
belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun
sedemikian rupa untuk mendukung dan mempengaruhi terjadinya proses belajar
siswa yang bersifat internal.
Namun,
untuk mancapai tujuan belajar yang baik dapat ditempuh melalui proses
pembelajaran yang efektif. Banyak upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
keefektifan pembelajaran dengan pengunaan pendekatan sistem dalam perancangan
pembelajaran.
b. Proses belajar
itu terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu belajar dapat terjadi kapan dan dimana saja. Salah satu
pertanda bahwa seseorang itu telah belajar adalah adanya suatu perubahan
tingkah laku pada diri orang itu yang mungkin disebabkan oleh terjadinya
perubahan pada tingkat pengetahuan, keterampilan atau sikapnya. Apabila proses
belajar itu diselenggarakan secara formal di sekolah, tidak lain dimaksudkan
untuk mengarahkan perubahan pada diri siswa secara terencana dalam aspek
pengetahuan, keterampilan maupun sikap. Menurut Dimyati, (1998: 1-2) bahwa proses belajar dan pembelajaran terjadi karena ada proses
interaksi dengan upaya memberikan arahan dan bimbingan yang dilakukan oleh
seseorang (guru/pendidik) dalam proses belajar anak.
Menurut
Gagne (Winkel, 2007), proses belajar, terutama belajar yang terjadi di sekolah,
itu melalui tahap-tahap atau fase-fase: motivasi, konsentrasi, mengolah,
menggali 1, menggali 2, prestasi, dan umpan balik.
1) Tahap motivasi, yaitu saat motivasi
dan keinginan siswa untuk melakukan kegiatan belajar bangkit. Misalnya siswa
tertarik untuk memerhatikan apa yang akan dipelajari, melihat gurunya dating,
emlihat apa yang ditunjukkan guru (buku, alat peraga), dan mendengarkan apa
yang diucapkan guru.
2) Tahap konsentrasi, yaitu saat siswa
harus memusatkan perhatian, yang telah ada tahap motivasi, untuk tertuju pada
hal-hal yang relevan dengan apa yang
akan dipelajari. Pada fase motivasi mungkin perhatian siswa hanya
tertuju kepada penampilan guru (pakaian, tas, model rambut, sepatu dan lain
sebagainya).
3) Tahap mengolah, siswa menahan
informasi yang diterima dari guru dalam Short
Term Memory, atau tempat penyimpanan ingatan jangka pendek, kemudian
mengolah informasi-informasi untuk diberi makna (meaning) berupa sandi-sandi
sesuai dengan penangkapan masing-masing. Haisl olahan itu berupa sandi-sandi
khusus antara satu siwa dnegan siwa lainnya berbeda. Symbol hasil olahan
bergantung dari pengetahuan dan penglaman sebelumnya serta kejelasan
penangkapan siswa. Karena itu, tidaklah merupakan hal yang aneh jika setiap
siswa akan berbeda penangkapannya terhadap hal yang sama yang diberikan oleh
seorang guru.
4) Tahap menyimpan, yaitu siswa
menyimpan symbol-simbol hasil olahan yang telah diberi makna ke dalam Long Term Memory (LTM) atau gudang
ingatan jangka panjang. Pada tahap ini
hasil belajar sudah diperoleh, baik baru sebagian maupun keseluruhan.
Perubahan-perubahan pun sudah terjadi baik perubahan pengetahuan sikap, maupun
keterampilan. Untuk perubahan sikap dan keterampilan itu diperlukan belajar
yang tidak hanya sekali saja, tapi harus beberapa kali, baru kemudian tampak
perubahannya.
5) Tahap menggali 1, yaitu siswa
menggali informasi yang telah disimpan dalam LTM ke STM untuk dikaitkan dengan
informasi baru yang diterima. Ini terjadi pada pelajaran waktu berikutnya yang
merupakan kelanjutan pelajaran sebelumnya. Penggalian ini diperlukan agar apa
yang telah dikuasai menjadi kesatuan dengan yang akan diterima, sehingga bukan
menjadi yang lepas-lepas satu sama lain. Setelah penggalian informasi dan
dikaitkan dengan informasi baru, maka terjadi lagi pengolahan informasi untuk
diberi makna seperti halnya dalam tahap mengolah untuk selanjutnya disimpan
dalam LTM lagi.
6) Tahap menggali 2, menggali informasi
yang telah disimpan dalam LTM untuk persiapan fase prestasi, baik langsung
maupun melalui STM. Tahap menggali 2 diperlukan untuk kepentingan kerja,
menyelesaikan tugas, menjawab pertanyaan atau soal latihan.
7) Tahap prestasi, informasi yang telah
tergali pada tahap sebelumnya digunakan untuk menunjukkan prestasi yang
merupakan hasil belajar. Hasil belajar itu, misalnya, berupa keterampilan
mengerjakan sesuatu, kammpuan menjawab soal, atau menyelesaikan tugas.
8) Tahap umpan balik, siswa memperoleh
penguatan (konfirmasi) saat perasaan puas atas prestasi yang ditunjukkan. Hal
ini terjadi jika prestasinya tepat. Tapi sebaliknya, jika prestasinya jelek,
perasaan tidak puas maupun tidak senang itu bisa saja diperoleh dari guru
(eksternal) atau dari diri sendiri (internal).
Sedangkan pembelajaran adalah proses
atau kegiatan yang dirancang dengan sengaja oleh guru untuk terjadinya
interaksi yang menyenangkan dalam proses belajar melalui integritas dan
optimalisasi sumber daya sistemik (materi, metode, media, kegiatan dan
evaluasi) sehingga peserta didik lebih paham dan aktif dalam meningkatkan cara,
gairah dan hasil belajarnya. Karena itu pembelajaran harus menghasilkan belajar
meskipun tidak semua proses belajar terjadi karena pembelajaran. Proses belajar
terjadi juga dalam konteks interaksi sosil-kultural dalam lingkungan
masyarakat.
Dalam buku Condition of
Learning, Gagne (1997) mengemukakan
sembilan prinsip yang dapat dilakukan guru dalam melaksanakan
pembelajaran, sebagai berikut:
1) Menarik perhatian
(gaining attention) :
hal yang menimbulkan
minat siswa dengan mengemukakan
sesuatu yang baru, aneh, kontradiksi, atau kompleks.
2) Menyampaikan tujuan pembelajaran (informing learner of the objectives): memberitahukan kemampuan
yang harus dikuasai
siswa setelah selesai mengikuti pelajaran.
3) Mengingatkan konsep/prinsip yang
telah dipelajari (stimulating recall or
prior learning) : merangsang ingatan tentang pengetahuan yang telah
dipelajari yang menjadi prasyarat untuk mempelajari materi yang baru.
4) Menyampaikan materi pelajaran (presenting the stimulus) : menyampaikan
materi-materi pembelajaran yang telah direncanakan.
5) Memberikan bimbingan
belajar (providing learner guidance)
: memberikan pertanyaan-pertanyaan yamng
membimbing proses/alur berpikir
siswa agar memiliki pemahaman yang lebih baik.
6) Memperoleh kinerja/penampilan siswa
(eliciting performance) ; siswa diminta untuk menunjukkan apa yang telah
dipelajari atau penguasaannya terhadap materi.
7) Memberikan balikan
(providing feedback) : memberitahu seberapa
jauh ketepatan performance siswa.
8) Menilai hasil
belajar (assessing performance) :memberiytahukan tes/tugas
untuk mengetahui seberapa jauh siswa menguasai tujuan pembelajaran.
9) Memperkuat retensi dan transfer
belajar (enhancing retention and transfer):
merangsang kamampuan
mengingat-ingat dan mentransfer dengan
memberikan rangkuman, mengadakan
review atau mempraktekkan apa yang telah dipelajari.
c. Dalam proses pembelajaran antara pendidik dan peserta didik harus ada
interaksi. Pembelajaran adalah proses membuat orang belajar. Dimana belajar dilakukan
dengan usaha sendiri (individu), dan pembelajaran merupakan proses mengajak
atau melibatkan seseorang maupun orang lain kearah tujuan. Dalam pembelajaran
ini, proses belajar tersebut terjadi secara bertujuan dan terkontrol, yang mana
tujuan-tujuan pembelajaran telah dirumuskan dalam kurikulum yang berlaku.
Belajar
merupakan bagian dari proses pembelajaran, dimana pembelajaran adalah salah
satu upaya dalam mengoptimalkan kegiatan belajar siswa dalam rangka untuk
mengembangkan potensi yang dimiliki oleh siswa. Pembelajaran merupakan
komunikasi dua arah, yaitu komunikasi yang dilakukan oleh guru dalam mengajar
dan komunikasi siswa dalam belajar. Guru membelajarkan siswa dengan menggunakan
asas-asas pendidikan maupun teori belajar, yang kesemua itu menjadi penentu
dalam keberhasilan pendidikan. Dalam proses pembelajaran guru dan siswa bekerja
sama dalam berbagi dan mengolah informasi dengan tujuan agar pengetahuan yang
terbentuk tertanam pada diri siswa dan menjadi landasan belajar secara mandiri
dan berkelanjutan. Secara singkat, antara belajar dan pembelajaran saling
terkait satu sama lain.
Belajar dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja,
akan tetapi pembelajaran dilakukan disekolah dimana guru dan siswa saling
berinteraksi untuk mengolah informasi agar pengetahuan yang telah dilakukan
dapat tertanam dalam diri siswa.
Belajar adalah proses mental yang
terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku
(Sanjaya, 2009: 112). Aktivitas mental itu terjadi karena adanya interaksi
individu dengan lingkungan yang disadari. Proses belajar pada hakikatnya
merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat atau tidak dapat disaksikan.
Hal itu hanya mungkin dapat disaksikan dari adanya gejala-gejala perubahan
perilaku yang tampak.
2. Seorang
pendidik dalam membelajarkan peserta didik menampilkan performance berbeda yang dipengaruhi oleh teori belajar yang
mendominasi kerangka pemikirannya. Bedakan teori Behavioristik, kognitivistik,
kognitif sosial, pengolahan informasi, dan konstruktivistik dalam konsep inti/karakteristik,
tokoh utama beserta teorinya, keunggulan dan kelemahan, serta penerapannya
dalam proses pembelajaran PKn (Sajikan dalam bentuk tabel/matriks)!
No
|
Konsep
Inti/karakteristik
|
Teori dan Tokoh Utama
|
Keunggulan dan
Kelemahan
|
Penerapannya Dalam Proses Pembelajaran PKn
|
1
|
Behaviorisme atau aliran perilaku (juga disebut perspektif belajar) adalah filosofi
dalam psikologi yang berdasarkan pada proporsi bahwa semua yang dilakukakan
organisme, termasuk tindakan, pikiran, atau perasaan, dapat dan harus
dianggap sebagai perilaku. Aliran ini berpendapat bahwa perilaku demikian
dapat digambarkan secara ilmiah tanpa melihat peristiwa fisiologis internal
atau hipotesis seperti pikiran.
Behaviorisme beranggapan bahwa semua teori harus memiliki dasar yang bisa
diamati, tetapi tidak ada perbedaan antara proses yang dapat diamati secara
publik (seperti tindakan) dan proses yang diamati secara pribadi (seperti
pikiran dan perasaan).
Teori behavioristik dengan model stimulus-responnya mendudukkan orang
yang belajar sebagai individu pasif. Respons atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku
semakin kuat jika diberikan penguatan dan akan menghilang jika dikenai
hukuman (Gandhi, 2011. hlm. 194).
|
Tokoh-tokoh aliran behaviorisme diantaranya adalah :
1. Thorndike
2. Watson
3. Clark Hull
4. Edwin Guthrie
5. Skiner
|
Keunggulan
-
Belajar menggunakan teori behaviorisme siswa dapat mengalami perubahan
tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon.
- Belajar
menggunakan teori behaviorisme siswa dapat membentuk
perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya
untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara
stimulus dan respon.
-
Penambahan
pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas ’minetic” yang menuntut siswa mengungkapkan kembali pengetahuan
yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes.
-
Penyajian materi, menekankan
pada keterampilan yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari
bagian ke keseluruhan.
-
Pembelajaran
mengikuti urutan kurikulum secara ketat sehingga aktivitas belajar lebih
banyak didasarkan pada buku teks dengan penekanan pada pengungkapan kembali
isi buku teks
-
Evaluasi pembelajaran
menekankan pada respon pasif,
keterampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan papaer and pencil
test. evaluasi hasil belajar menuntut satu jawaban benar.
-
Evaluasi belajar
terpisah dari kegiatan pembelajaran, biasanya dilakukan setelah selesai
kegiatan pembelajaran evaluasi pada
kemampuan siswa secara individual.
Kelemahan
-
Tidak menganggap
penting apa yang terjadi diantara stimulus dan respon karena tidak dapat
diamati dan diukur.
- Tidak
mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau
hal berkaitan dengan pendidikan atau belajar yang tidak dapat diubah menjadi
sekedar hubungan stimulus respon.
- Kurang
dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi siswa, walaupun mereka
memiliki pengalaman penguatan yang sama.
- Tidak
memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan
unsur-unsur yang diamati.
- Cenderung
mengarahkan siswa berpikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak
produktif.
|
Aplikasi teori ini dalam
pembelajaran PKn, bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktivitas “mimetic” yang menuntut siswa untuk
mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Penyajian materi
pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian keseluruhan. Pembelajaran dan
evaluasi menekankan pada hasil, dan evaluasi menuntut satu jawaban yang
benar. Jawaban yang benar menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas
belajarnya.
|
2
|
Kognitivistik adalah
teori belajar yang percaya bahwa belajar merupakan restrukturisasi
aktif dari persepsi dan konsep (Good dan Brophy, 1980, hlm. 135).
Teori ini
merupakan studi mengenai pikiran dan bagaimana pikiran tersebut menemukan,
memproses, dan menyimpan informasi (Stavredes, 2011). Dengan kata lain,
kognitivisme adalah teori yang mendeskripsikan bagai- mana informasi diproses
untuk menghasilkan belajar (learning).
Feldman (2010) mengatakan bahwa kogitivisme merupakan psikologi
belajar yang menekankan pada kognisi atau intelegensi manusia sebagai
anugerah spesial yang memungkinkan manusia bisa berhipotesa dan berkembang
secara intelektual.
Oleh karena itu pengetahuan merupakan hasil konstruksi yang dilakukan
siswa. Menurut aliran konstruktivistik, pengetahuan dipahami sebagai
suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat
mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru. Pengetahuan
bukanlah kemampuan fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari,
melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap objek, pengalaman
maupun lingkungannya.
|
Tokoh-tokoh aliran
kognitivistik :
1. Anderson
2. Ausubel
3. Gardner
4. Gagne
5. Merrill
6. Norman
7. Novak
8. Reigeluth
9. Rummelhart
|
Keunggulan :
-
Struktur terorganisasi
terhadap pembelajaran: informasi masuk dan diproses ke dalam memori jangka
pendek sebelum disimpan pada memori jangka lama. Saat masalah diperikan
ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil, pembelajar tidak terbebani
dengan informasi yang banyak dan mereka memiliki waktu untuk
memproses sedikit demi sedikit.
-
Terdapat beberapa kemampuan yang
diperlukan untuk mengkonstruksi pengetahuan: (a) kemampuan mengingat dan
mengungkapkan kembali pengalaman, (b) kemampuan membandingkan dan mengambil
keputusan mengenai persamaan dan perbedaan tentang sesuatu hal, dan (c)
kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu pada yang lain.
Kelemahan:
-
Dikarenakan belajar
sangat terstruktur, dimungkinkan akan sulit untuk mengadaptasi
perubahan atas apa yang telah diproses dan dipelajari. Sehingga
tantangannya adalah fleksibilitas.
-
Faktor-faktor yang membatasi proses
konstruksi pengetahuan adalah: (a) hasil konstruksi yang telah dimiliki
seseorang: pengalaman yang sudah diabstraksikan yang telaha menjadi konsep
dan telah dikonstruksi menjadi pengetahuan dalam banyak hal membatasi
pengertian seseorang tentang hal-hal yang berkaitan dengan konsep tersebut,
(b) domain pengetahuan seseorang: pengalaman akan fenomena merupakan unsur
penting dalam pengembangan pengetahuan, kekurangan dalam hal ini akan
membatasi pengetahuan, dan (c) jaringan struktur kognitif seseorang: setiap
pengetahuan yang baru harus cocok dengan dengan ekologi konseptual (konsep,
gambaran, gagasan, teori yang membentuk struktur kognitif yang berhubungan
satu sama lain), karena manusia cenderung untuk menjaga stabilitas ekonomi.
|
- Perbedaan
individu pada siswa perlu diperhatikan karena faktor ini sangat mempengaruhi
keberhasilan belajar
- Materi
pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana
ke kompleks.
- Keterlibatan
siswa secara aktif amat dipentingkan
- Untuk
meningkatkan minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengaitkan
pengetahuan baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki siswa.
|
3
|
Teori kognitif sosial adalah pengertian tentang obvervational learning atau
proses belajar dengan mengamati. Jika ada seorang "model" di dalam
lingkungan seorang individu, misalnya saja teman atau anggota keluarga di
dalam lingkungan internal, atau di lingkungan publik seperti para tokoh
publik di bidang berita dan hiburan, proses belajar dari individu ini akan
terjadi melalui cara memperhatikan model tersebut. Terkadang perilaku
seseorang bisa timbul hanya karena proses modeling. Modeling atau peniruan merupakan "the
direct, mechanical reproduction of behavior, reproduksi perilaku yang
langsung dan mekanis (Baran & Davis, 2000, hlm. 184).
|
Tokoh teori
kognitif sosial;
Albert Bandura
|
Keunggulan :
- Perkembangan
dan belajar bersifat interdependen atau saling terkait, perkembangan
kemampuan seseorang bersifat context dependent atau tidak dapat
dipisahkan dari konteks sosial, dan sebagai bentuk fundamental dalam belajar
adalah partisipasi dalam kegiatan sosial.
- Sebelum
terjadi internalisasi dalam diri siswa (sebelum kemampuan intramental
terbentuk), siswa perlu dibantu dalam proses belajarnya. Guru atau siswa yang
lebih kompeten perlu membantu dengan berbagai cara seperti emmberi contoh, feedback,
menarik kesimpulan, dsb.
Kelemahan :
- Dalam metode ini sering tidak
memperhatikan cara peserta didik dalam mengeksplorasi
- Jika dalam sekolah kejuruan
hanya menggunakan metode kognitif tanpa adanya metode pembelajaran lain maka
peserta didik akan kesulitan dalam praktek kegiatan atau materi.
- Menganggap semua peserta didik
itu mempunyai kemampuan daya ingat yang sama dan tidak dibeda-bedakan.
|
Aplikasi dari
teori kognitif sosial dalam pembelajaran PKn yaitu menekankan pada studi
tentang kekerasan melalui media massa dengan mempertimbangkan bagaimana media
dapat memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan pada khalayak pemirsanya.
Media massa
juga dapat menjadi media pembelajaran bagi siswa di kelas.
Siswa
mengakses beragam informasi tentang peristiwa yang terjadi dalam lingkungan
sosialnya dan kemudian dijadikan bahan pembelajaran.
|
4
|
Pengolahan informasi
- Teori
belajar sibernetik berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu
informasi.
- Belajar
adalah pemrosesan informasi. Teori ini lebih mementingkan sistem informasi
dari pesan atau materi yang dipelajari.
- Teori
sibernetik berasumsi bahwa tidak ada satu jenispun cara belajar yang ideal
untuk segala situasi, sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem
informasi dari pesan tersebut.
|
Tokoh-tokoh aliran pengolahan informasi;
1.
Gage
2.
Berliner
3.
Biehler
4.
Snowman
5.
Baine
6.
Tennyson.
|
Keunggulan :
- Menciptakan
suasana pembelajaran dimana peserta didik dihormati dan didukung.
- Dapat
menggunakan berbagai model-model pembelajaran dalam mengaplikasikan teori
ini.
- Memperhatikan
kerja alamiah otak peserta didik dalam proses pembelajaran
- Memberikan
suatu pemikiran baru tentang bagaimana otak manusia bekerja.
- Menghindari
terjadinya pemforsiran terhadap kerja otak.
Kelemahan :
- Memerlukan
fasilitas yang memadai dalam mendukung praktek pembelajarant teori ini.
- Tenaga
kependidikan di Indonesia belum sepenuhnya mengetahui teori kinerja otak.
- Memerlukan
biaya yang tidak sedikit dalam menciptakan lingkungan pembelajaran yang baik
bagi otak.
- Memerlukan
waktu yang lama untuk memahamibagaimana otak kita bekerja.
|
Proses
pembelajaran dilakukan dengan menggunakan media visual sehingga dengan
melakukan pengamatan terhadap suatu peristiwa
siswa dapat membuat sebuah kesimpulan tentang pembelajaran.
Informasi yang
didapat oleh siswa dari media massa diolah lagi kemudian dijadikan bahan untuk
memecahkan masalah dalam pembelajaran.
|
5
|
Konstruktivistik
- Pengetahuan
bukanlah kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari,
melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap objek, pengalaman,
maupun lingkungannya.
- Kemampuan
yang diperlukan dalam proses mengkonstruksi pengetahuan menuru Von Galserveld (dalam Paul, S.,
1996) yaitu: 1) kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman; 2)
kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan dan perbedaan,
dan 3) kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu dari pada
lainnya.
- Faktor
yang mempengaruhi proses mengkonstruksi pengetahuan adalah : 1) konstruksi
pengetahuan seseorang yang telah ada, domain pengalaman, dan jaringan
struktur kognitif yang dimilikinya
|
Tokoh-tokoh
utama :
1. Jean Piaget
2. Vygotsky
3. Von Glasersfeld
|
Keunggulan :
-
Proses belajar bukan sebagai perolehan
informasi yang berlangsung satu arah dari luar ke dalam diri siswa, melainkan
sebagai pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui proses
asimilasi dan akomodai yang bermuara pada pemutakhiran struktur kognitifnya.
- Peranan
siswa, belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan
pengetahuan harus dilakukan oleh siswa. Siswa harus aktif melakukan kegiatan,
aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang
terjadi
- Peranan Guru, membantu
agar proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancer. Guru
tidak mentransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu
siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri.
- Peran
kunci guru adalah pengendalian, yaitu: 1) menumbuhkan kemandirian dengan
menyediakan eksempatan untuk mengambil keputusan dan bertindak; 2)
menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak, dengan meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan siswa; 3) menyediakan system dukungan yang
memberikan kemudahan belajar agar siswa mempunyai peluang optimal untuk
berlatih.
- Evaluasi
belajar, hasil eblajar konstruktivistik dinilai dengan metode evaluasi
goal-free. Bentuk evaluasi konstruktivistik diarahkan pada tugas autentik,
mengkonstruksi pengetahuan yang menggambarkan proses berpikir yang lebih
tinggi seperti tingkat “penemuan” pada taksonomi Merril atau “strategi
kognitif” dari Gagne, serta “sintesis” pada Bloom.
Kelamahan :
-
Pemberian teori dianggap kurang
penting.
-
Siswa hanya mendapatkan konsep-konsep
dasar dari materi pembelajaran sehingga mereka harus mampu untuk
mengembangkannya sendiri.
-
Guru tidak terlalu berperan guru dalam
pembelajaran
|
Konstruktivistik
memberikan perhatian pada kurikulum yang terpadu dan merekomendasikan para
guru untuk menggunakan materi materi sedemikian rupa sehingga menjadi
terlibat secara aktif.
|
3. Pembelajaran
sebagai core activity dalam
Pendidikan Kewarganegaraan. Apa yang dimaksud pembelajaran dalam konteks
tersebut? Mengapa diposisikan seperti demikian (analisis teori sistem
pembelajaran)? Bagaimana pendekatan dan model pembelajaran khas PPKn dalam
kurikulum 2013 (analisis Permendikbud No. 59 Tahun 2014)?
a.
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Konteks Core
Activity
Kemasan kurikuler
pendidikan Pancasila secara historis-kurikuler telah mengalami pasang surut
(Winataputra, 2001). Dalam kurikulum sekolah sudah dikenal, mulai dari Civics
tahun 1962, Pendidikan Kewargaan Negara dan Kewargaan Negara tahun 1968,
Pendidikan Moral Pancasila tahun 1975, Pendidikan Pencasila dan Kewarganegaraan
tahun 1994, dan Pendidikan Kewarganegaraan tahun 2003. Sementara itu di
perguruan tinggi sudah dikenal Pancasila dan Kewiraan Nasional tahun 1960-an,
Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewiraan tahun 1985, dan Pendidikan
Kewarganegaraan tahun 2003. Di negara lain kemasan kurikuler serupa itu dikenal
sebagai civic education dalam konteks
wacana pendidikan untuk kewarganegaraan yang demokratis menurut konstitusi
negaranya masing-masing. Sebagaimana berkembang di berbagai belahan dunia,
tercatat adanya berbagai nomenklatuur untuk itu, yakni: “Citizenship education” (UK), termasuk di dalamnya “civic education” (USA) atau disebut juga
pendidikan kewarganegaraan (Indonesia) (Kerr, 1999; Winataputra, 2001). Semua
itu merupakan wahana pendidikan karakter (character
education) yang bersifat multidimensional (Cogan and Derricott, 1998) yang
dimiliki oleh kebanyakan negara di dunia.
Ditegaskan bahwa core
dari pendidikan kewarganegaraan untuk Indonesia adalah Pancasila. Dengan kata
lain dapat dirumuskan bahwa pendidikan kewarganegaraan untuk Indonesia secara
filosofik dan substantif-pedagogis/andragogis, merupakan pendidikan untuk
memfasilitasi perkembangan pribadi peserta didik agar menjadi warga negara
Indonesia yang religius, berkeadaban, berjiwa persatuan Indonesia, demokratis
dan bertanggung jawab, dan berkeadilan.
Sebagaimana diketahui
bahwa core activity Pendidikan
Kewarganegaraan di Indonesia pada hakikatnya merupakan pendidikan yang mengarah
pada terbentuknya warga negara yang baik dan bertanggung jawab berdasarkan
nilai-nilai dan dasar negara Pancasila. Atau dengan perkataan lain merupakan
pendidikan Pancasila dalam praktek. Secara konseptual-epistemologis, pendidikan
Pancasila dapat dilihat sebagai suatu integrated knowledge system (Hartonian:
1996, Winataputra: 2001)
yang memiliki misi menumbuhkan potensi peserta didik agar memiliki “civic intelligence” dan “civic participation” serta“civic responsibility”
sebagai warga negara Indonesia dalam konteks watak dan peradaban bangsa
Indonesia yang ber-Pancasila (Winataputra, 2001).
Untuk pendidikan dasar
dan pendidikan menengah, komitmen utuh telah dicapai sesuai dengan legal framework yang ada, bahwa Pendidikan
Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran wajib pada semua satuan pendidikan
dasar dan pendidikan menengah. Aspek-aspek yang menjadi lingkup mata pelajaran
ini, mencakup persatuan dan kesatuan bangsa, norma hukum dan peraturan, hak
azasi manusia, kebutuhan warga negara, konstitusi negara, kekuasaaan dan
politik, Pancasila, dan globalisasi. Walaupun dalam enumerasinya Pancasila
ditempatkan sejajar dengan aspek lain, namun dalam pengorganisasian isi dan
pengalaman belajar hendaknya ditempatkan sebagai core atau concerto dalam
orkestrasi kesemua aspek untuk mencapai tujuan akhir dari pendidikan Pancasila
secara generik.
b. Analisis Teori
Pembelajaran dalam Pendidikan Kewarganegaraan
·
Teori
Behavioristik
Menurut teori behavioristik, belajar
adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus
(rangsangan) dan respon (tanggapan). Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk
perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku
dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan
pada tingkah lakunya.
Menurut teori ini hal yang paling
penting adalah input (masukan) yang berupa stimulus dan output (keluaran) yang
berupa respon. Menurut toeri ini, apa yang tejadi diantara stimulus dan respon
dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat
diukur. Yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respon. Oleh sebab itu, apa saja
yang diberikan guru (stimulus) dan apa yang dihasilkan siswa (respon), semuanya
harus dapat diamati dan diukur. Teori ini lebih mengutamakan pengukuran, sebab
pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadinya perubahan
tungkah laku tersebut. Faktor lain yang juga dianggap penting adalah faktor
penguatan. Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon.
Bila penguatan ditambahkan maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila
penguatan dikurangi maka responpun akan dikuatkan. Jadi, penguatan merupakan suatu
bentuk stimulus yang penting diberikan (ditambahkan) atau dihilangkan
(dikurangi) untuk memungkinkan terjadinya respon.
Dalam konteks pembelajaran PKn,teori
behavioristik sangat erat kaitannya dalam membentuk watak dan karakter warga
negara yang baik karena dengan
memberikan stimulus yang baik maka siswa diharapkan memperoleh respon
yang baik pula sehingga PKn dibelajarkan sesuai tujuan dan hakikat PKn.
·
Teori
Konstruktivistik
Konstruktivistik merupakan metode
pembelajaran yang lebih menekankan pada proses dan kebebasan dalam menggali
pengetahuan serta upaya dalam mengkonstruksi pengalaman atau dengan kata lain
teori ini memberikan keaktifan terhadap siswa untuk belajar menemukan sendiri
kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna
mengembangkan dirinya sendiri. Dalam proses belajarnya pun, memberi kesempatan
kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, untuk
berfikir tentang pengalamannya sehingga siswa menjadi lebih kreatif dan
imajinatif serta dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Pembentukan pengetahuan menurut
konstruktivistik memandang subyek untuk aktif menciptakan struktur-struktur
kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur
kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif
akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang
diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah
dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang
berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses
rekonstruksi.
Adapun tujuan dari teori ini dalah
sebagai berikut:
a. Adanya
motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
b. Mengembangkan
kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya.
c. Membantu
siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman suatu konsep secara lengkap.
d. Mengembangkan
kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
e. Lebih
menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Dalam konteks Pendidikan Kewarganegaraan
pembelajaran dengan pendekatan teori konstruktivistik merupakan salah satu
pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan cara berpikir kritis peserta didik
sehingga diharapkan peserta didik mampu mengkritis,memberikan pendapat serta
menganalisis permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat dalam pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan.
a. Analisis Konten Kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan
dalam Permendikbud No. 59 Tahun 2014
Kurikulum memiliki peran yang sangat
penting dalam mewujudkan generasi muda yang memiliki sikap yang baik dan akhlak
yang mulia, jika diibaratkan dalam tubuh kurikulum menjadi jantungnya
pendidikan, sehingga kurikulum menentukan jenis dan kualitas pengetahuan dan
pengalaman yang memungkinkan manusia mencapai kehidupan dan juga penghidupan
yang lebih baik dan layak. Kurikulum harus selalu disusun dan disempurnakan
sesuai dengan kondisi sekarang dan sesuai dengan perkembangan zaman, oleh sebab
itu sejalan dengan perkembangan zaman pendidikan akan semakin banyak menghadapi
tantangan salah satunya dalam menghadapi era globalisasi yang akan dihadapkan
pada perubahan-perubahan yang tidak menentu dan menuntut kita untuk selalu peka
dan tanggap terhadap setiap perubahan yang akan menimpa kita di masa depan. Untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional, pengembangan kurikulum harus dilakukan
dengan mengacu pada standar nasional pendidikan, hal ini sejalan dengan
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal
35-36 yang menekankan “perlunya peningkatan standar nasional pendidikan sebagai
acuan kurikulum secara berencana dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan
nasional sehingga penyempurnaan kurikulum mewujudkan sistem pendidikan nasional
yang relevan dengan perkembangan zaman yang senantiasa menjadi tuntutan”.
sehingga pengembangan kurikulum dapat terlaksana sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional. Kurikulum 2013 di sekolah memiliki karakteristik dapat
menyeimbangan sikap spritual KI-1, sikap sosial KI-2, pengetahuan KI-3 dan
keterampilan KI-3, sekolah sebagai pengalaman belajar siswa, dapat
mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa, dan dapat
mengembangkan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar. Sebagaimana yang
dikemukakan dalam lampiran satu Permendikbud No. 59 Tahun 2014, sebagai berikut
:
1. Mengembangkan
keseimbangan antara sikap spiritual dan sosial, pengetahuan, dan keterampilan,
serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat;
2. Menempatkan
sekolah sebagai bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar agar
peserta didik mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan
memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar;
3. Memberi
waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan, dan
keterampilan;
4. Mengembangkan
kompetensi yang dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yang dirinci
lebih lanjut dalam kompetensi dasar mata pelajaran;
5. Mengembangkan
kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing elements) kompetensi dasar. Semua kompetensi dasar dan proses
pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam
kompetensi inti;
6. Mengembangkan
kompetensi dasar berdasar pada prinsip akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar-mata pelajaran dan
jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal).
Kurikulum
2013 juga tidak hanya menekankan pada aspek pengetahuan saja akan tetapi adanya
keseimbangan antara pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa terutama dalam
hal mewujudkan karakter siswa yang baik hal ini sejalan dengan tujuan kurikulum
2013 dalam lampiran satu Permendikbud No. 59 Tahun 2014: 3) “kurikulum 2013
bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup
sebagai pribadi dan warga negara yang beriman,
produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia”. Sehingga
dari penjelasan tersebut jelas terlihat bahwa kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan
manusia Indonesia menjadi manusia yang memiliki kemampuan hidup dan menjadi
warga negara yang beriman yang dapat berkonstribusi terhadap kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pendidikan karakter dalam kurikulum 2013 pada dasarnya bertujuan untuk membina
karakter siswa menjadi lebih baik seperti mempunyai sikap bertanggung jawab,
percaya diri, bersikap santun, kompetitif dan jujur sehingga mutu proses dan
hasil pendidikan meningkat. Hal ini dibuktikan oleh Mulyasa (2013: 7) dimana
“pendidikan karakter dalam kurikulum 2013 bertujuan untuk meningkatkan mutu
proses dan hasil pendidikan, yang mengarah pada pembentukan budi pekerti dan
akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, seimbang sesuai dengan standar
kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan” melalui implementasi
kurikulum 2013 yang berbasis karakter. Pembinaan
karakter dalam kurikulum 2013 dapat dilaksanakan dalam proses pembelajaran di
kelas salah satunya melalui pembelajaran PPKn.
Hal ini sejalan dengan Khan, (2010,
hlm.4) sebagai berikut :“Pembinaan
karakter sebagai usaha pengembangan sumber daya manusia yang unggul memiliki
arti sebagai pendidikan karakter berbasis potensi diri yang merupakan proses
kegiatan yang mengarah pada peningkatan kualitas pendidikan dan pengembangan
budaya harmoni yang selalu mengajarkan, membimbing dan membina setiap manusia
untuk memiliki kompetensi intelektual (cognitif),
karakter (affective) dan kompetensi
keterampilan mekanik (psycomotoric). Sehingga
dari penjelasan tersebut pembinaan karakter dalam PPKn pada dasarnya bertujuan
untuk menciptakan manusia yang unggul dan dapat menjadikan warga negara yang
baik dengan memiliki kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan siswa yang
dapat berkonstribusi bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Implementasi
kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan kompetensi harus melibatkan semua
komponen, termasuk komponen-komponen yang ada dalam sistem pendidikan itu
sendiri antara lain kurikulum, rencana pembelajaran, proses pembelajaran,
penilaian, kualitas hubungan, pengelolaan pembelajaran, pengelolaan sekolah,
pelaksanaan pengembangan siswa, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan serta
cara kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Implementasi
kurikulum 2013 pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari dapat dihubungankan dengan materi yang akan
dipelajari siswa di sekolah sehingga proses pembelajaran dapat dikaitkan dengan
kehidupan siswa dan hal itu dapat membuat siswa akan lebih mudah mengerti akan
materi yang dipelajarinya.
4. Kembangkan
sebuah model yang dilengkapi dengan sintaks model yang menunjukkan adanya: a) rasional
pengembangan model; b) teori-teori belajar yang melandasinya; c) signifikansi
untuk pengembangan civic competences;
d) langkah-langkah pembelajaran; dan e) kehandalan dan keterbatasan model yang
dikembangkan.
a. Rasional
Pengembangan Model
Model
Pembelajaran Project Citizen
Model pembelajaran project citizen merupakan salah satu
model yang diterapkan dalam kurikulum 2013 dikarenakan model ini memiliki
banyak kelebihan diantaranya, model ini mernbina pembelajaran AJEL (Active, Joyful, Efektif, Learning), yang
multi M3SE (materi, media, metode, sumber dan evaluasi) karena didalamnya
mencakup berbagai ragam jenis kegiatan, media dan sumber serta pola evaluasinya
diperuntukan untuk suatu tema/bahasan yang sama atau sejenis menjadi satu paket
kegiatan belajar siswa (KBS) besar ataupun kecil sebagai sub target sehingga
melahirkan KBS yang saling mengkait dan utuh.
Project
citizen dapat diartikan sebagai wujud benda
fisik, sebagai suatu proses sosial pedagogis, maupun sebagai adjective. Sebagai
wujud benda fisik, project citizen adalah sebuah kumpulan pekerjaan siswa yang
bermanfaat, terintegrasi yang diseleksi dan disimpan dalam suatu bundle
(Budimansyah, 2002: l).
Pada kurikulum 2013
model pembelajaran project citizen
sangat tepat terutama pada mata pelajaran PPKn Karena bebasis pada masalah,
siswa akan dibawa pada masalah-masalah yang muncul pada kenyataan siswa dan
siswa diharapkan mampu membuat satu keputusan sampai menyelesaikan masalah
tersebut hal ini sesuai dengan pendekatan scientific
dalam kurikulum 2013.
Adapun langkah-langkah
pendekatan scientific adalah
mengamati, menanya, menalar, mencoba dan membentuk jejaring. Model Pembelajaran
project citizen mampu mengembangkan Pendidikan karakter siswa sebagai warga
negara. Pendidikan karakter itu sendiri harus bergerak dari knowing menuju doing atau acting. Salah
satu penyebab ketidakmampuan seseorang berlaku baik meskipun ia telah memiliki
pengetahuan tentang kebaikan itu (moral
knowing) adalah karena ia tidak terlatih untuk melakukan kebaikan (moral doing).
b.
Teori-teori belajar yang melandasinya;
1.
Kontruktivisme, pandangan
ini menganggap siswa sebagai sosok yang memiliki gagasan, pengetahuan tentang
lingkungan dan peristiwa di sekitarnya, Siswa tidak hanya belajar dengan teori
tetapi dilengkapi dengan praktek dengan mencari dan mengaitkan materi dengan
informasi yang diperlukan.
2.
Kelompok
belajar kooperatif, dalam pembelajaran project citizent, setiap proses berbasis
kerjasama baik antara siswa, sekolah, orang tua, lembagalembaga terkait serta
dengan masyarakat. Dengan demikian pembelajaran ini menggunakan proses
kerjasama yang harmonis baik di dalam kelas maupun di luar kelas/sekolah.
3.
Pembelajaran
partisipatorik, proses dalam pembelajaran ini
menganut partisipatorik sebab siswa diarahkan untuk terlibat secara langsung
dalam kehidupan nyata agar mereka dapat peka terhadap seluruh masalah yang ada
di masyarakat sesuai dengan kemampuannya. Dalam hal ini guru harus dapat
membangkitkan minat siswa agar belajar aktif.
c.
Signifikansi untuk pengembangan civic competences menurut Djahiri
(2000: 6-7), terdiri dari:
1. Aktif
dan Meaningfull, melalui pembelajaran
ini seluruh potensi siswa (cognitive, afektif dan psikomotor) siswa terlibat
secara utuh bulat. Pembelajaran ini juga diharapkan meaningfull dalam arti
berguna, bermanfaat dan menjadi milik siswa sepenuhnya (self concept).
2. Inquiry learning atau problem solving, pembelajaran ini
melatih dan membiasakan siswa untuk mahir memecahkan masalah dengan pelaksanaan
langkah-langkah yang sistematis. Lingkungan belajar sekitar siswa menjadikan
fenomena hidup yang menarik sehingga menimbulkan rasa ingin tahu yang tinggi
sehingga mereka terdorong untuk bertanya dan mencari jawabannya.
3. Integrated learning,
pembelajaran ini bersifat komprehensif dan utuh, karena bahan ajar dan kegiatan
belajar bersifat multidimensional yang utuh. Dimensi keilmuan dipadukan dengan
dimensi kehidupan.
4. Cooperative learning,
seluruh proses belajar merupakan satu kesatuan yang penuh solidaritas, saling
menolong dan membantu keberhasilan belajar siswa. Segala pengambilan keputusan
dilakukan melalui musyawarah dan votting (suara terbanyak).
5. Student based,
seluruh kemampuan siswa fisik dan non fisik serta lingkungan belajarnya akan
menjadi acuan mulai dari bahan ajar sampai penilaian.
6. Factual base,
pembelajarannya menggunakan multi sumber, media dan evaluasi. Pembelajaran
mulai dari realita kehidupan kemarin, kini dan esok, untuk dilakoninya.
7. Democratic, humanistic
dan Terbuka, seluruh siswa dihargai sebagai manusia yang memiliki potensi diri
yang memiliki berbagai pilihan dan aktivitas yang berbeda-beda. Hubungan antara
guru dan siswa terjalin harmonis sebagai partner belajar dengan menjungjung
prinsip keadilan dan keterbukaan.
Model
pembelajaran project citizen dapat
membuat peserta didik adalah untuk mengembangkan komitmen aktif para peserta
didik terhadap kewarganegaraan dan pemerintahan dengan cara: 1) Memberikan
pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk dapat berpartisipasi secara
efektif. 2) Memberikan pengalaman praktis yang dirancang untuk mengembangkan
kompetensi dan efikasi. 3) Mengembangkan pemahaman akan pentingnya partisipasi
warga negara.
d. Langkah-langkah
pembelajaran
Stategi instruksional yang
digunakan dalam model ini, pada dasarnya bertolak dari strategi “Inquiry Learning, Discovery Learning,
Problem Solving Learning, Reseach Oriented Learning” yang dikenas dengan model
“Project” ala John Dewey.
Dalam
hal ini ditetapkan pelaksanaan langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Mengidentifikasi
masalah kebijakan publik dalam masyarakat, pada tahap ini siswa diharapkan
dapat berbagi informasi satu dengan yang lainnya berdasarkan pengetahuan yang
sudah diketahui sebelumnya baik oleh siswa itu sendiri maupun dari orang lain
berkaitan dengan permasalahan tersebut. Dengan demikian kelas memperoleh
informasi yang cukup untuk digunakan memilih salah satu masalah yang tepat.
2. Memilih suatu masalah
untuk dikaji oleh kelas, pada tahap ini kelas mendiskusikan semua informasi
yang didapat berkenaan dengan daftar masalah yang ditemukan dalam masyarakat.
Jika para siswa telah memiliki informasi yang cukup, maka siswa sudah dapat
memilih masalah yang akan dipilih sebagai materi kajian kelas.
3. Mengumpulkan informasi
yang terkait pada masalah itu, maslah yang akan menjadi materi kelas
ditentukan, maka para siswa harus bisa memutuskan tempat-tempat atau
sumber-sumber dimana siswa bisa mendapat informasi tambahan. Dalam pencarian
informasi, nantinya para siswa akan menemukan bahwa sumber informasi yang satu
mungkin lebih baik dari yang lainnya, hal ini mungkin saja terjadi agar kelas
dapat memperoleh informasi yang akurat dan komprehensif
4. Mengembangkan project citizen kelas, pada tahap ini
siswa akan dibagi dalam empat kelompok, dimana masing-masing kelompok akan
bertanggung jawab untuk mengembangkan project
citizen kelompok. Materi-materi yang dimasukan dalam project citizen hendaknya mencakup dokumentasidokumentasi yang
telah dikumpulkan dalam tahap penelitian masalah. Dalam mengembangkan project citizen ini sangat dibutuhkan
kerjasama yang baik agar menghasilkan tayangan dan dikumentasi yang baik dan
bagus sebagai materi kajian showcase nantinya. Kelompok pertama menjelaskan
tentang masalah yang diambil, Kelompok kedua mengkaji kebijakan alternatif
untuk menangani masalah, Kelompok ketiga mengusulkan kebijakan alternative
untuk menangani masalah, dan Kelompok keempat mengembangkan rencana kerja dari
kelompok untuk menyelesaikan masalah.
5. Menyajikan project citizen, langkah berikutnya
adalah menyajikan hasil pekerjaan dihadapan para juri. Presentasi tersebut
dikenal dengan sebutan showcase yang dilakukan dihadapan dewan juri yang
mewakili sekolah dan masyarakat. Melalui kegiatan ini para siswa akan dibekali
dengan pengalaman belajar bagaimana cara meyakinkan mereka terhadap langkahlangkah
yang siswa ambil.
6. Melakukan refleksi
pengalaman belajar, merefleksikan pengalaman belajar atas segala sesuatu selalu
merupakan hal yang baik, refleksi pengalaman belajar ini merupakan salah satu
cara belajar, untuk menghindari agar jangan sampai melakukan suatu kesalaha,
dan untuk meningkatkan kemampuan yang sudah siswa miliki.
e.
Kehandalan dan keterbatasan model yang dikembangkan
Kehandalan dan keterbatasan model pembelajaran project citizen menurut Rustama (dalam
Depdiknas, 2004: 40-41) kelebihan dan kelemahan metode pembelajaran project citizen adalah sebagai berikut:
1. Kelebihan:
a) Memungkinkan pendidik mengakses kemampuan peserta didik untuk membuat,
menghasilkan berbagai tugas akademik. b) Memungkinkan pendidik menilai
keterampilan/kecakapan peserta didik. c) Mendorong kolaborasi antara peserta
didik dengan pendidik, antara peserta didik dengan peserta didik lainnya. d)
Memungkinkan pendidik mengintervensi proses dan menentukan dimana pendidik
tersebut perlu membantu.
2. Kelemahan:
a) Memerlukan waktu yang relatif lama. b) Pendidik harus tekun, sabar dan
terampil. c) Tidak ada kriteria yang standar.
DAFTAR PUSTAKA
Baran,
S.J & D.K. Davis. (2000). Mass Communication Theory: Foundations,
Ferment, and Future. Edition Belmon, CA: Wadsworth.
Budimansyah, D.
(2002). Model Pembelajaran dan Penilaian
Berbasis Portopolio. Bandung: Penerbit PT Genesindo.
Cogan, John J
and Ray, Derricott. (1998). Citizenship
for the 21st An International Perspective On Education. London:
Kogan Page Limited.
Dimyati. (1998). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Djahiri, A.
Kosasih (2000). Memahami Makna dan Isi
Pesan Pembelajaran dan Portofolio Learning and Evaluation Based. Bandung:
PPs UPI.
Feldman,
R. (2010). Child Development. Upper Saddle River.
New York: Pearson Prentice Hall.
Gagne, Robert M
and Leslie J Briggs. (1970). Principles
of Instructional Design. Harcourt Brace Jovanivich College Publisher. San
Diego
Gagne, Robert M.
dan Briggs, Leslie J. 1997. Principles of
Instructional Design. New York: Holt, Rinehart and Winston.
Good, T.L dan Brophy, J.E (1980). Educational Psychology. New York: Logman
HW, Teguh Wangsa
Gandhi. (2011). Filsafat Pendidikan.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Kaplan, Paul S.,
(2000). A Child Odyssey, Child &
Adolescent Development (3rd ed). USA: Wadsworth Thomson Learning.
Kerr, David.
(1999). Citizenship Education: an
Internasional Comparizon. London: Kogan Page Limited.
Khan, Yahya.
(2010). Pendidikan Karakter Berbasis Potensi
Diri: Mendongkrak Kualitas Pendidikan. Yogyakarta: Pelangi Publising.
Komalasari,
Kokom. (2010). Pembelajaran Kontekstual
Konsep dan Aplikasi. Bandung: Refika
Aditama.
Mulyasa. (2013).
Pengembangan dan Implementasi Kurikulum
2013. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Nuryanti, B Lena.
(2009). Model Pembelajaran. Bandung:
Bina Tugas Mandiri.
Permendikbud
Nomoro 59 Tahun 2014 Tentang Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah.
Sanjaya, Wina. (2009). Stategi Pembelajaran Berorientasi Standar
Proses Pendidikan. Jakarta:Kencana.
Schunk, Daleh
H., (2012). Teori-teori Pembelajaran:
Perspektif Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Stanley J. Baran
& Dennis K. Davis, (2000). Mass
Communication Theory: Foundation, Ferment, and Future ed. 2nd.
USA: Wadsworth.
Winataputra,
Udin, S. (2001). Jati Diri Pendidikan
Kewarganegaraan Sebagai Wahana Pendidikan Demokrasi. Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia.
Winataputra,
Udin, S. (2001). Model-model Pembelajaran
Inovatif. Jakarta Pusat: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional.
Winkel. (2007). Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar.
Jakarta: PT. Gramedia
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapussuper bang, sangat membantu tulisan blog nya. terimakasih
BalasHapusSama2 Ade,.....sukses selalu
Hapus