godlief_malatuny@student.upi.edu
Mahasiswa PKn Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia
Abstract
Education is one of the human development index of Indonesia, certainly
requires analysis and philosophical thinking to formulate the fundamental
purpose and deep. Writing aims to examine the thinking of education in
Indonesia and contributions as well as the implications in the world of
education. Philosophically, the thoughts of a character education Indonesia was
influenced by the ideology of Pancasila. In addition, historical background and
religion also affect the flow of thought the character of education.
Keywords: Thought, Character Education, Contributions,
Implications.
A. PENDAHULUAN
Dewasa ini hampir seluruh negara-negara di dunia menghadapi tantangan
pendidikan untuk mewujudkan keunggulan daya saing negaranya dalam percaturan
global. Sistem yang canggih dan berbagai pengembangan strategi pendidikan terus
diimprovisasi demi mencapai tujuan pendidikan yang telah diterapkan dan
disepakati bersama. Khusus bagi Indonesia, tujuan pendidikan telah tertuang
dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3,
yaitu
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban yang bermartabat dalam rangka mencerdakan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab.
Standar nasional pendidikan diciptakan untuk membatasi kriteria minimum
tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini
dilatarbelakangi oleh desentralisasi sistem pendidikan dalam kerangka
pemerintahan Indonesia yang menganut asas otonomi daerah. Terciptanya mekanisme
ini tidak lepas dari perjalanan pendidikan Indonesia yang dipengaruhi oleh
berbagai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Bagian ini mengarah pada
historis pendidikan Indonesia yang menganut berbagai paham, aliran, dan
konsep-konsep pendidikan dari berbagai tokoh-tokoh Indonesia sendiri.
Sejak awal tahun 1970 sistem pendidikan di Indonesia mengalami perubahan
terus menerus, sejalan dengan program pembangunan di bidang pendidikan yang
mulai dilaksanakan secara terprogram sejak 40 tahun yang lalu (Suryadi, 2014:
40). Berbagai rintisan program
dalam pelayanan pendidikan tercermin dalam kurikulum yang dinamis dan
menggambarkan periodisasi pendidikan. Perubahan zaman yang dialami menuntut
peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan dari proses
pendidikan. Sejarah perjuangan bangsa pada masa lampau juga berimplikasi terhadap
sistem pendidikan yang terjadi pada hari ini. Segala unsur yang menjadi faktor
di dalamnya membentuk penciptaan individu sebagai insan pendidikan.
Mengingat sejarah dan belajar darinya akan membuat refleksi pada sebuah
tujuan dan merupakan titik balik menuju suatu kebangkitan
pendidikan. Sejarah yang
dispesifikasi ke dalam kajian filsafati pendidikan akan menjadi perbandingan.
Karena perubahan akan semakin mudah bila belajar dari perbandingan dan
kesalahan masa lalu. Demikian halnya dalam aspek pendidikan, sejarah dibutuhkan
sebagai bahan pembelajaran dan refleksi untuk perbaikan sistem pendidikan yang
lebih baik dan berkualitas.
PEMBAHASAN
A. Sekilas
Tentang Historis Pendidikan
Di Dunia
Pidarta,
(2007: 110) menjelaskan tentang perjalanan pendidikan dunia yang telah
berlangsung mulai dari zaman Hellenisme (150 SM -500), zaman pertengahan
(500-1500), zaman Humanisme atau Renaissance serta zaman Reformasi (1600an).
Namun pendidikan pada zaman ini belum cukup memberikan kontribusinya.
Sejarah pendidikan dunia yang banyak dibahas dalam beberapa literatur
mengemukakan tentang periodisasi pendidikan dunia yang terdiri dari:
a)
Zaman
Realisme
·
Tokoh-tokoh
zaman ini ialah Francis Bacon dan Johann Amos Comenius.
·
Menurut
aliran ini, pengetahuan yang benar diperoleh tidak hanya melalui penginderaan
semata tetapi juga melalui persepsi pengiinderaan
(Mudyahardjo,
2008: 117)
b)
Zaman
Rasionalisme
·
Tokoh
pada zaman ini adalah John Locke
·
Aliran
ini memberikan kekuasaan kepada manusia untuk berpikir sendiri dan bertindak
untuk dirinya, karena itu latihan sangat diperlukan pengetahuannya sendiri dan
bertindak untuk dirinya.
c)
Zaman
Naturalisme
·
Tokoh
pendidikan pada zaman ini ialah J.J. Rousseau
·
Aliran
ini menentang kehidupan yang tidak wajar seperti korupsi, gaya hidup yang
dibuat-buat dan sebagainya.
·
Aliran
ini menyatakan bahwa manusia didorong oleh kebutuhan-kebutuhannya, dan dapat
menemukan jalan kebenaran di dalam dirinya sendiri.
d)
Zaman
Developmentalisme
·
Aliran
ini memandang pendidikan sebagai suatu proses perkembangan jiwa sehingga sering
disebut sebagai gerakan psikologis dalam pendidikan
·
Tokohnya
ialah Pestalozzi, Johan Frederich Herbart, Stanley Hall
e)
Zaman
Nasionalisme
·
Dibentuk
sebagai upaya membentuk patriot bangsa dalam mempertahankan bangsa dari kaum
imperialis
·
Tokohnya
adalah La Chatolais, Fichte, dan Jefferson
f)
Zaman
Liberalisme, Positivisme, dan Individualisme
·
Liberalisme
berpendapat bahwa pendidikan adalah alat untuk memperkuat kedudukan
penguasa/pemerintahan, dipelopori oleh Adam Smith
·
Positivisme
percaya kebenaran yang dapat diamati oleh panca indera sehingga kepercayaan
terhadap agama semakin melemah, tokohnya August Comte
g)
Zaman
Sosialisme
·
Aliran
ini berpendapat bahwa masyarakat memiliki arti yang lebih penting daripada
individu. Oleh karena itu pendidikan harus diabdikan untuk tujuan-tujuan sosial
·
Tokohnya
Paul Nartrop, George Kerchensteiner, dan John Dewey.
B.
Tokoh-Tokoh Pendidikan di Indonesia, Kontribusi
dan Implikasinya terhadap Pendidikan di Indonesia
1.
Zaman
Penjajahan Belanda dan Jepang
a.
Ki
Hajar Dewantara
1)
Biografi
Ki Hajar Dewantara terlahir dengan nama Raden Mas
Soewardi Soerjaningrat. Beliau lahir
di Kota Yogyakarta, pada tanggal 2 Mei 1889. Hari kelahirannya kemudian
diperingati setiap tahun oleh Bangsa Indonesia sebagai Hari Pendidikan
Nasional. Ki Hajar
Dewantara terlahir dari keluarga bangsawan maka beliau berhak
memperoleh pendidikan untuk para kaum bangsawan. Ia
pertama kali bersekolah di ELS yaitu Sekolah Dasar untuk anak-anak Eropa/dan melanjutkan pendidikannya di STOVIA.
Ki Hadjar Dewantara
cenderung lebih tertarik dalam dunia jurnalistik atau tulis-menulis, hal ini
dibuktikan dengan bekerja sebagai wartawan dibeberapa surat kabar pada masa itu. Berdirinya organisasi Budi Utomo
sebagai organisasi sosial dan politik kemudian mendorong Ki Hadjar Dewantara
untuk bergabung didalamnya.
Pada tahun
1919, ia kembali ke Indonesia dari
pengasingan dan langsung bergabung sebagai guru di sekolah yang
didirikan oleh saudaranya. Pengalaman mengajar yang ia terima di sekolah
tersebut kemudian digunakannya untuk membuat sebuah konsep baru mengenai metode
pengajaran pada sekolah yang ia dirikan sendiri pada tanggal 3 Juli 1922. Sekolah tersebut bernama Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa
yang kemudian kita kenal sebagai Taman Siswa.
2)
Tinjauan
Ontologi, Aksiologi, dan Epistimologi
·
Ontologi
Ki Hajar Dewantara melihat manusia
lebih pada sisi kehidupan psikologiknya. Menurutnya manusia memiliki daya jiwa
yaitu cipta, karsa dan karya. Pengembangan manusia seutuhnya menuntut
pengembangan semua daya secara seimbang. Pengembangan yang terlalu
menitikberatkan pada satu daya saja akan menghasilkan ketidakutuhan
perkembangan sebagai manusia. Beliau mengatakan bahwa pendidikan yang
menekankan pada aspek intelektual belaka hanya akan menjauhkan peserta didik
dari masyarakatnya. Dan ternyata pendidikan sampai sekarang ini hanya
menekankan pada pengembangan daya cipta, dan kurang memperhatikan pengembangan
olah rasa dan karsa. Jika berlanjut terus akan menjadikan manusia kurang
humanis atau manusiawi.
Dari
titik pandang sosio-anthropologis, kekhasan manusia yang membedakannya dengan
makhluk lain adalah bahwa manusia itu berbudaya, sedangkan makhluk lainnya
tidak berbudaya. Maka salah satu cara yang efektif untuk menjadikan manusia
lebih manusiawi adalah dengan mengembangkan kebudayaannya. Persoalannya budaya
dalam masyarakat itu berbeda-beda. Dalam masalah kebudayaan berlaku pepatah: ”Lain ladang lain belalang, lain
lubuk lain ikannya”.
Manusia akan benar-benar menjadi manusia kalau ia hidup dalam budayanya
sendiri. Manusia yang seutuhnya antara lain dimengerti sebagai manusia itu
sendiri ditambah dengan budaya masyarakat yang melingkupinya.
·
Aksiologi
Tujuan pendidikan adalah memanusiakan
manusia muda. Pendidikan hendaknya menghasilkan pribadi-pribadi yang lebih
manusiawi, berguna dan berpengaruh di masyarakatnya, yang bertanggungjawab atas
hidup sendiri dan orang lain, yang berwatak luhur dan berkeahlian. Filosofi
pendidikan Ki Hajar Dewantara menempatkan kemerdekaan sebagai syarat dan juga
tujuan membentuk kepribadian dan kemerdekaan batin bangsa Indonesia agar
peserta didik selalu kokoh berdiri membela perjuangan bangsanya. Karena
kemerdekaan menjadi tujuan pelaksanaan pendidikan, maka sistem pengajaran
haruslah berfaedah bagi pembangunan jiwa dan raga bangsa. Untuk itu, di mata Ki
Hajar Dewantara, bahan-bahan pengajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan
hidup rakyat.
Bagi Ki Hajar Dewantara, pendidikan tidak
boleh dimaknai sebagai paksaan; kita harus mengunakan dasar tertib dan damai,
tata tentram dan kelangsungan kehidupan batin, kecintaan pada tanah air menjadi
prioritas. Karena ketetapan pikiran dan batin itulah yang akan menentukan
kualitas seseorang. Memajukan pertumbuhan budi pekerti- pikiran merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat terpisahkan, agar pendidikan dapat memajukan
kesempurnaan hidup. Yakni: kehidupan yang selaras dengan perkembangan dunia tanpa
meninggalkan jiwa kebangsaan.
·
Epistimologi
Cara mengajar beliau
menerapkan metode “among”. Metode sistem among dapat dikatakan
metode pembelajaran inovatif yang mampu mengembangkan jiwa merdeka siswa.
Metode ini melawan metode klasikal yang kaku, statis, dan dingin dengan
info-info guru semata. Among mempunyai pengertian menjaga, membina, dan
mendidik anak dengan kasih sayang. Lalu gurunya disebut pamong karena momong
(mengasuh) yang mempunyai kepandaian dan pengalaman lebih dari yang diamong.
Sistem among memberikan ciri jiwa
merdeka. Jadi, mengajar dengan sistem among yang pertama harus ditumbuhkan
adalah mengenalkan, menanamkan, dan mewujudkan jiwa merdeka. Dengan jiwa
merdeka, kreativitas dn imajinasi siswa akan muncul dan kelak menjadi bekal
membangun Indonesia. Oleh karena itu, sistem among mengharamkan hukuman
disiplin dengan paksaan/kekerasan karena itu akan menghilangkan jiwa merdeka
anak. Sistem Among dilaksanakan secara “tut wuri handayani”, bila perlu perilaku
anak boleh dikoreksi (handayani) namun tetap dilaksanakan dengan kasih sayang.
Anak didik dibiasakan
bergantung pada disiplin kebatinannya sendiri, bukan karena paksaan dari luar
atau perintah orang lain. Seperti prinsip Ki Hadjar Dewantara bahwa kita tidak
perlu segan-segan memasukkan bahan- bahan dan kebudayaan asing, dari manapun
asalnya, tetapi harus diingat bahwa dengan bahan itu kita dapat menaikkan
derajad hidup kita dengan jalan mengembangkan apa yang sudah menjadi milik
kita, memperkaya apa yang belum kita miliki.
3)
Kontribusi
dan Implikasi dalam Dunia Pendidikan
Bagi Ki Hajar
Dewantara, para guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam kepribadian
dan kerohanian, baru kemudian menyediakan diri untuk menjadi pahlawan dan juga
menyiapkan para peserta didik untuk menjadi pembela nusa dan bangsa. Dengan
kata lain, yang diutamakan sebagai pendidik pertama-tama adalah fungsinya
sebagai model atau figure keteladanan, baru kemudian sebagai fasilitator atau
pengajar. Oleh karena itu, nama Hajar Dewantara sendiri memiliki makna sebagai
guru yang mengajarkan kebaikan, keluhuran, keutamaan. Pendidik atau Sang Hajar
adalah seseorang yang memiliki kelebihan di bidang keagamaan dan keimanan,
sekaligus masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Modelnya adalah Kyai Semar
(menjadi perantara antara Tuhan dan manusia, mewujudkan kehendak Tuhan di dunia
ini). Sebagai pendidik yang merupakan perantara Tuhan maka guru sejati
sebenarnya adalah berwatak pandita juga, yaitu mampu menyampaikan kehendak
Tuhan dan membawa keselamatan.
Guru yang efektif
memiliki keunggulan dalam mengajar (fasilitator); dalam hubungan (relasi dan
komunikasi) dengan peserta didik dan anggota komunitas sekolah; dan juga relasi
dan komunikasinya dengan pihak lain (orang tua, komite sekolah, pihak terkait);
segi administrasi sebagai guru; dan sikap profesionalitasnya. Sikap-sikap
profesional itu meliputi antara lain: keinginan untuk memperbaiki diri dan
keinginan untuk mengikuti perkembangan zaman. Maka penting pula membangun suatu
etos kerja yang positif yaitu: menjunjung tinggi pekerjaan; menjaga harga diri
dalam melaksanakan pekerjaan, dan keinginan untuk melayani masyarakat. Dalam
kaitan dengan ini penting juga performance/penampilan seorang profesional:
secara fisik, intelektual, relasi sosial, kepribadian, nilai-nilai dan
kerohanian serta mampu menjadi motivator. Singkatnya perlu adanya peningkatan
mutu kinerja yang profesional, produktif dan kolaboratif demi pemanusiaan
secara utuh setiap peserta didik.
Di sinilah relevansi pemikiran Ki
Hajar Dewantara di bidang pendidikan: mencerdaskan kehidupan bangsa hanya
mungkin diwujudkan dengan pendidikan yang memerdekakan dan membentuk karakter
kemanusian yang cerdas dan beradab. Oleh karena itu, konsepsi pendidikan Ki
Hajar Dewantara dapat menjadi salah satu solusi membangun kembali pendidikan
dan kebudayaan nasional yang telah diporak-porandakan oleh kepentingan kekuasan
dan neoliberalisme.
b.
R.
A Kartini
1)
Biografi
Raden Ajeng Kartini lahir di Jepara, 21 Apil 1879. Beliau adalah seorang
tokoh pahlawan nasional Indonesia dari suku Jawa. Raden Ajeng Kartini berasal
dari bangsa priyayi. Kartini bersekolah di ELS (Europese Lagere School) sampai usia 12 tahun. Di sisi lain Kartini
belajar Bahasa Belanda. Ia juga banyak
membaca surat kabar Semarang De
Locomotief yang diasuh Pieter
Brooshooft, ia juga menerima leestrommel paket
majalah yang diedarkan took buku kepada langganan. Diantaranya terdapat majalah
kebudayaan dan ilmu pengetahaun yang cukup berat. Kartini banyak membuat
tulisan dan mengutip kalimat. Perhatiannya tersorot pada emansipasi wanita agar
memperoleh kebebasan, otonomi, dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan
yang lebih luas.
b)
Kontribusi
dan Implikasi dalam Dunia Pendidikan
Peran R.A Kartini dalam memajukan pendidikan di Indonesia merupakan salah
satu contoh kontribusi wanita dalam sejarah. Kartini mendobrak kondisi yang
memprihatinkan tersebut dengan membangun sekolah khusus wanita. Selain itu
beliau juga mendirikan perpustakaan bagi anak-anak. Kartini dalam memajukan
pendidikan Indonesia tertuang dalam karya nya “Door Duisternis Tot Licht”, yang diartikan sebagai ‘habis gelap
terbitlah terang’.
Kartini telah membawa banyak perubahan dan kemajuan dalam pendidikan
Indonesia. Kartini mengajarkan bahwa seorang wanita harus mempunyai pemikiran
jauh ke depan. Di mata Kartini pendidikan adalah hal penting. Pendidikan akan
mampu mengangkat derajat dan martabat bangsa. Kartini konsisten mengemukakan
pentingnya pendidikan yang mengasah budi pekerti, atau yang kita kenal sebagai
pendidikan karakter pada masa sekarang.
Kartini mengatakan bahwa pendidikan itu janganlah hanya akal saja yang
dipertajam, tetapi budi pekerti pun harus dipertinggi. Sekolah diperlukan dalam
memajukan pendidikan. Pendidikan di sekolah juga harus dibarengi dengan
pendidikan di keluarga. Untuk para guru di sekolah, kartini berharap guru tidak
hanya mengajar semata, tetapi juga harus menjadi pendidik. Dalam notanya
berjudul ‘Berilah Orang Jawa Pendidikan’ Kartini dengan tegas mengatakan “guru-guru memiliki tugas rangkap: menjadi
guru dan pendidik! Mereka harus melaksanakan pendidikan rangkap itu, yaitu
pendidikan pikiran dan budi pekerti”
Bagi Kartini mendidik perempuan merupakan kunci peradaban, karena
perempuan yang akan mendidik anak-anak (generasi muda). Beliau juga memiliki
pemikiran tentang kebijakan pendidikan, dimana pemerintah berkewajiban
meningkatkan kesadaran budi perempuan, mendidik perempuan, memberi pelajaran
perempuan, dan menjadikan perempuan sebagai ibu dan pendidik yang cakap dan
cerdas. Namun Kartini juga tidak lantas membatasi pendidikan yang normatif,
beliau memberi kebebasan kepada siswa untuk berpikir dan mengutarakan pendapat.
Bahan bacaan menjadi gagasan kartini juga, karena bahan bacaan atau yang
sekarang ini kita artikan sebagai sumber belajar merupakan alat pendidikan yang
diharapkan banyak mendatangkan kebajikan. Anak-anak hendaknya diberi bahan
bacaan yang mengasyikkan, bukan karangan kering yang semata-mata ilmiah.
2.
Zaman
Pengaruh Islam
a.
K.H
Ahmad Dahlan
1)
Biografi
K.H Ahmad Dahlan adalah tokoh pendidikan Indonesia sekaligus pendiri
Muhammadiyah. Muhammadiyah berdiri pada 18 November 1912. Dasar tujuan
pendidikan Muhammadiyah, yaitu ajaran Islam yang bersumber dari Al-Quran dan
Sunnah Rasul. Dalam usaha penyelenggaraan pendidikan,
2)
Kontribusi
dan Implikasi dalam Dunia Pendidikan
Muhammadiyah tidak tertarik untuk mendirikan pesantren, karena pada saat
itu pesantren cenderung mengisolasi diri. Sekolah-sekolah yang diselenggarakan
Muhammadiyah ada yang bercorak sekolah umum seperti sekolah yang
diselenggarakan pemerintah Belanda, dan ada sekolah-sekolah khusus keislaman.
Sekolah-sekolah yang diselenggarakan Muhammadiyah ialah pada 1921, yaitu Al-Islamul Arqo, kemudian diubah menjadi
Hooger Muhammadiyah School, dimana
pada 1923 menjadi Kweekschool Islam. Pada
tahun 1924 sekolah tersebut dipisahkan antara murid laki-laki dan perempuan,
yang akhirnya pada tahun 1932 menjadi Muallimien
Muhammadiyah (Sekolah Guru Islam Putra), dan Muallimat Muhammadiyah (Sekolah Guru Muhammadiyah Putri).
Taman kanak-kanak Muhammadiyah (Bustanul
Athfal) didirikan pada tahun 1926, HIS met
de Quran pertama kali didirikan pada tahun 1923 di Jakarta, tahun 1926 di
Kudus, dan tahun 1928 di Aceh. Selanjutnya Muhammadiyah juga mendirikan
sekolah-sekolah seperti HIS, Volschool,
Verpolgschool, Schakelschool. Jadi pada dasarnya Muhammadiyah mendirikan
sekolah sesuai dan sama dengan sekolah-sekolah Belanda.
Alasan yang melatarbelakangi sebab-sebab munculnya gagasan modernisasi
K.H Ahmad Dahlan dalam pendidikan Islam, yaitu karena lembaga pendidikan barat
yang cenderung sekuler dengan menjadikan murid sekedar bisa menjadi pegawai
pemerintah, serta lemahnya lembaga pendidikan yang dimiliki umat Islam yang
belum mampu menyiapkan generasi yang sesuai dengan tuntutan pada zaman itu. Di
dalam pendidikan dan pengajaran agama islam KH Ahmad Dahlan menanamkan
keyakinan dan faham tentang Islam yang utuh. Penerapan gagasan modernisasi
pendidikannya telah membawa hasil yang tak ternilai. Sumbangan pemikiranya yaitu dengan usaha-usaha yang direalisasikan
melalui:
a.
Memasukkan
pelajaran agama Islam ke dalam lembaga pendidikan milik kolonial Belanda
b.
Penerapan
sistem dan mengadopsi metode pendidikan Barat dalam lembaga pendidikan Islam
c.
Memadukan
antara pelajaran agama dengan pelajaran umum
(Pribadi, 2010)
KESIMPULAN
1.
Setiap
tokoh pemikir pendidikan pada masanya memiliki hasil pemikiran yang berpengaruh
atau berimplikasi dalam dunia pendidikan dunia, khususnya pendidikan Indonesia. Buah pemikiran setiap tokoh
pendidikan dipengaruhi oleh ideolog, filsafat yang dianutnya pada masa itu,
atau kondisi pemerintahan dalam negara. Hal ini berimplikasi pada pelaksanaan
pemikiran-pemikiran tokoh pendidikan tersebut, baik secara ontologism,
aksiologis, maupun epistimologisnya.
2.
Tokoh
pendidikan di Indonesia memberikan sumbangsih pemikirannya dari mulai masa
Hindu Budha, bahkan sampai sekarang. Secara filosofis, pemikiran-pemikiran
tokoh pendidikan Indonesia dipengaruhi oleh ideologi Pancasila sebagai ideologi
Negara.
3.
Selain
itu, latar belakang historis dan aliran agama juga mempengaruhi pemikiran tokoh
pendidikan. Misalnya, tokoh Kartini pada masa sebelum kemerdekaan yang
memperjuangkan hak perempuan dan pendidikan berdasarkan budi pekerti. Tokoh
K.H. Ahmad Dahlan yang menganut pemikiran pendidikan berdasarkan akhlak dan
budi pekerti menjadi salah satu bukti hasil pemikiran yang dipengaruhi aliran
agama tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Desmita. (2011). Psikologi
Perkembangan Peserta Didik. Bandung PT Remaja Rosdakarya
Erawati, M. (2012). Diktat Kuliah Psikologi Semester Ganjil. Tidak diterbitkan
Pidarta, M. (2007). Landasan Pendidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Pribadi, S.A.T (2010). Kiprah K.H. Ahmad Dahlan dalam Modernisasi Pendidikan Islam di
Indonesia. Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Jakarta:
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Mudyahardjo, R. (2008). Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal tentang Dasar-Dasar Pendidikan
pada Umumnya dan Pendidikan di indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada.
Nasution, S. (2008). Sejarah Pendidikan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Sadulloh, U & Setiasih, O. (2009). Landasan Historis Pendidikan. Dalam Sub
Koordinator MKDP Landasan Pendidikan (hlm 143-203) Bandung: UPI
Suryadi, A. (2014). Pendidikan Indonesia menuju 2025. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Suyitno. (2009). Tokoh-Tokoh
Pendidikan Dunia. Sekolah Pascasarjana UPI: Tidak Diterbitkan.
Hallo civic education!! wahh keren sekali artikel mengenai tokoh bangsa kali ini. sukses selalu ya. jangan lupa visit blog aku dan web satu ini https://pgsd.fip.unesa.ac.id/
BalasHapusterimakasii