Kamis, 20 Oktober 2016

TEORI-TEORI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN_PART III




Winataputra dan Budimansyah. (2007).
Civic Education dalam Perspektif Internasional
Bandung: Widya Aksara Press 

Istilah “civics”, pada tahun 1990-an juga mulai diperkenalkan istilah “citizenship education”, yang digunakan untuk menunjukan suatu bentuk “character education”, atau pendidikan watak karakter dan teaching personal ethics dan virtues atau pendidikan etika dan kebijakan (Winataputra dan Budimansyah, 2001: 127)

Komentar :
Sejak tahun 1990-an pendidikan kewarganegaraan sudah mulai diperkenalkan dan bertanggungjawab dalam karakter personal warganegara. Pelaksanaan pendidikan selain berkenaan dengan peran dan fungsi warganegara dalam kegiatan politik, dilain pihak berkenaan pula dengan kualitas pribadi yang didambakan dari warganegara yaitu warganegara yang baik.

Attributes of Citizenship
Cogan, John J. and Ray Derricott. (1998).
Citizenship Education For the 21st Century: Setting the Context.
London: Kogan Page

The five attributes of citizenship: 1) a sense of identity, 2) the enjoyment of certain rights, 3) the fulfilment of corresponding obligations, 4) a degree of interest and involvement in public affairs, and 5) an acceptance of basic societal values. All five are conveyed through a wide variety of institutions, both governmental and non governmental, including the media, but they are usually seen as a particular responsibility of the school. Citizenship education, in the broadest sense, is an important task in all contemporary societies. (Cogan and Derricot, 1998: 2-3)

Komentar :
Terdapat lima ciri utama yang harus dimiliki oleh warganegara, yaitu: jati diri, kebebasan untuk menikmati hak tertentu, memenuhi kewajiban-kewajiban terkait, tingkat minat dan keterlibatan dalam urusan publik, tingkat dan pemilikan nilai-nilai dasar kemasyarakatan. Kesemuanya disampaikan melalui bermacam institusi, baik pemerintahan maupun nonpemerintahan, termasuk media, tetapi hal tersebut biasanya dilihat sebagai bagian dari tanggung jawab sekolah.

Education in and for Democracy and Human Rights
Dobozy B, Eva. (2004).
Education in and for Democracy and Human Rights: Moving
from Utopian Ideals to Grounded Practice.
Dissertation at Murdoch University.

The UN resolution declaring the decade for human rights education, 1995-2004 state Human rights education should involve more than provision of information and should constitute a comprehensive life-long process by which people at all levels of development and in all strata of society learn respect for the dignity of others and the means and methods of ensuring that respect in all societies. (United Nations, 1994, General Assembly Resolution 49/184).

Komentar :
Resolusi PBB menyepakati bahwa pendidikan hak azasi manusia perlu melibatkan lebih dari sekedar informasi tetapi perlu melembagakan proses yang menyeluruh dimana orang-orang pada semua tingkat pengembangan dan dalam semua strata masyarakat belajar menghargai martabat orang lain dan penghargaan dalam semua masyarakat.

Human Rights Education
Dobozy B, Eva. (2004).
Education in and for Democracy and Human Rights:
Moving from Utopian Ideals to Grounded Practice.
Dissertation at Murdoch University.

Dennis Banks. (2000). Notes that simply put, human rights education is all learning that develops the knowledge, skills and values of human rights.

Komentar :
Dennis Banks mengemukakan bahwa pendidikan hak azasi manusia adalah semua pembelajaran yang mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dari hak azasi manusia

Human Rights Education
Dobozy B, Eva. (2004).
Education in and for Democracy and Human Rights:
Moving from Utopian Ideals to Grounded Practice.
Dissertation at Murdoch University

Kofi Annan, secretary general of the united nations, in this message for human rights day 2000 asks: Why is human rights education so important? Because, as it says in the constitution of the united nations educational, scientific, and cultural organisation (UNESCO), ‘since wars begin in the minds of men (sic), it is in the minds of men that the defence of peace must be constructed’. The more people know their rights, and the more they respect those of others, the better the chance that they will live together in peace. Only when people are educated about human rights can we hope prevent human rights violations, and thus prevent conflict, as well (2000).

Komentar :
Mengapa pendidikan hak azasi manusia demikian penting? Sejak peperangan-peperangan dimulai dalam pikiran orang (maka), ada pikiran dari orang tentang pertahanan dan perdamaian yang harus dibangun. Semakin banyak orang-orang mengetahui hak-hak mereka, dan semakin banyak mereka menghormati hak yang lain, semakin baik kesempatan bahwa mereka akan hidup bersama-sama secara damai. Hanya ketika orang-orang dididik tentang hak azasi manusia kita dapat berharap mencegah pelanggaran-pelanggaran hak azasi manusia, dan seperti itu juga mencegah konflik,

Human Rights Education
Dobozy B, Eva. (2004).
Education in and for Democracy and Human Rights:
Moving from Utopian Ideals to Grounded Practice.
Dissertation at Murdoch University.

Those promoting Human Rights Education must focus on changing the language so that people begin to use the word ‘human rights’ in their everyday lives. In this way, the language of human rights will be incorporated into our culture and thoughts. … Only then will we be able to change what is principally ‘a legal and constitutional law culture’ to a system of laws and a constitution based on human rights. Only then will people …see the need for Human Rights Education. (O’Brien (2000), in Dobozy B, Eva. (2004:119).

Komentar :
Pendidikan hak azasi manusia harus berfokus untuk mengubah bahasa sehingga orang-orang mulai menggunakan kata 'hak azasi manusia’ dalam kehidupannya sehari-hari. Dengan cara ini, bahasa hak azasi manusia akan menyatu dalam kultur dan pemikiran kita. … setelah itu kita akan mampu mengubah terutama ‘hukum dan konstitusi negara' ke arah suatu sistem hukum dan konstitusi yang berdasar pada hak azasi manusia. Baru setelah itu orang-orang …melihat kebutuhan akan Pendidikan Hak Azasi Manusia.

Human Rights in Civic Education
Patrick, John J. (2006).
Human Rights in Civic Education.
Presented to the Conference on Democracy Promotion and International Cooperation, Sponsored by the Center for Civic Education and the Bundeszentrale fur Politische Bildung in Denver, Colorado, September 25-29, 2006

They are among the qualities needed to teach well about human rights in civic education.
First, teach the idea of human rights within a framework of core concepts by which representative democracy is defined and understood internationally.
Second, confront the complexity and controversy associated with defining, using, and justifying the idea of human rights in a constitutional and representative democracy.
Third, examine the inevitable and ongoing conflict in every genuine constitutional and representative democracy between majority rule and minority rights.
Fourth, teach comparatively and internationally about human rights in a constitutional and representative democracy.
Fifth, teach the civic dispositions and virtues that enable citizens to secure equal protection for the human rights of everyone in their community through the institutions of constitutional and representative democracy. (Patric, John J, 2006:12)

Komentar :
Terdapat kualitas yang diperlukan untuk mengajar hak azasi manusia dalam Pendidikan Kewarganegaraan dengan baik.
1. Mengajarkan gagasan tentang hak azasi manusia dalam suatu kerangka konsep inti dimana demokrasi perwakilan digambarkan dan dipahami secara internasional.
2.  Menghadapkan kompleksitas dan kontroversi dengan penjelasan, penggunaan, dan pembenaran gagasan hak azasi manusia dalam demokrasi konstitutional dan perwakilan.
3.  Menguji konflik berkelanjutan dan tak bisa terelakkan dalam setiap demokrasi konstitutional dan perwakilan antara aturan mayoritas dan hak-hak minoritas.
4. Mengajarkan secara komparatif dan internasional tentang hak azasi manusia dalam demokrasi konstitutional perwakilan.
5.  Mengajarkan disposisi dan kebajikan kewarganegaraan tentang perlindungan yang sama terhadap hak asasi manusia dari setiap orang di dalam  masyarakat melalui institusi dari demokrasi konstitusional dan perwakilan.

Citizenship Education and Human Rights Education
Davies, Lynn. (2000).
Citizenship Education and Human Rights Education: Key Concepts and Debates.
England: The British Council.

Human rights education shall be defined as training dissemination and information efforts aimed at the building of a universal culture of human rights through the imparting of knowledge and skills and the moulding of attitudes (UN Decade for Human Rights Education Plan of Action). (Davies, 2000:6).

Komentar :
Pendidikan hak azasi manusia seyogyanya didefinsikan sebagai pelatihan dan usaha-usaha informasi yang ditujukan untuk pembangunan suatu kultur universal dari hak azasi manusia melalui pengetahuan dan keterampilan serta penuangan sikap-sikap.

Characteristics of Competent and Responsible Participation
Quigley, Charles N and Charles F. Bahmueller. (1991).
Civitas: A Framework for Civic Education.
Calabasas: Center for Civic Education.

Civic education’s unique responsibility is not simply to increase participation rates, but to nurture competent and responsible participation. Such participation involves more than merely influencing or attempting to influence public policy. Competent and responsible participation must based upon moral deliberation, knowledge, and reflective inquiry (Quigley and Bahmueller, 1991:40).

Komentar :
Tanggung jawab khas Pendidikan Kewarganegaraan bukan sekedar untuk meningkatkan rata-rata partisipasi, tetapi untuk memelihara partisipasi yang bertanggungjawab dan kompeten. Partisipasi seperti melibatkan lebih dari sekedar untuk mempengaruhi atau mencoba untuk mempengaruhi kebijakan publik. Partisipasi yang bertanggung jawab dan kompeten harus berdasar pada kesabaran moral, pengetahuan, dan reflektif inkuiri.

Civic Virtues
L. Bray, Bernard and Larry W. Chappel. (2005).
“Civic Theater for Civic Education”.
In Journal of Political Science Education. Volume 1, Number 1, 2005 (p.83-108).

Civic virtues are the qualities of character and personal skills necessary to make the exercise of citizenship meaningful. Civic virtues give us the capacity to exercise our rights, promote our interests and meet our duties. (L. Bray, Bernard and Larry W. Chappel, 2005:86).

Komentar :
Kebajikan-kebajikan kewarganegaraan adalah kualitas dari karakter dan keterampilan-keterampilan pribadi yang diperlukan untuk kebermaknaan latihan kewarganegaraan. Kebajikan-kebajikan kewarganegaraan memberikan kepada kita kapasitas untuk berlatih hak-hak kita, mempromosikan minat kita dan kewajiban-kewajiban kita.

Civic Virtue
Quigley, Charles N and Charles F. Bahmueller. (1991).
Civitas: A Framework for Civic Education.
Calabasas: Center for Civic Education.

Virtue is the principle of republican government…Virtue in a republic is love of one’s country, that is, love of equality. It is not a moral virtue, not a Christian, but a public virtue. (Montesquieu, 1948, in Quigley and Bahmueller, 1991:11)

Komentar :
Kebajikan adalah prinsip dari pemerintahan republik…kebajikan dalam republik adalah cinta dari negerinya, cinta persamaan. Kebajikan bukanlah suatu kebajikan moral, bukan kebajikan Kristiani, tetapi kabajikan publik.

Warganegara dan Kemampuan Berfikir Kritis
Wahab, Abdul Azis. (1990).
Pendidikan PPK.
Jakarta : Depdikbud

Wahab (1990:56) mengemukakan empat alasan mengapa siswa/warganegara perlu dibiasakan mengembangkan kemampuan berpikir kritis, yaitu sebagai berikut :
1.   Tuntutan zaman, kehidupan kita dewasa ini menuntut setiap warga negara dapat mencari, memilih dan menggunakan informasi untuk kehidupan dalam masyarakat dan bernegara.
2.   Setiap warganegara senantiasa berhadapan dengan berbagai masalah dan pilihan sehingga dituntut mampu berpikir kritis dan kreatif.
3.    Kemampuan memandang sesuatu hal dengan cara baru dalam memecahkan masalah.
4.  Merupakan aspek dalam memecahkan permasalahan secara kreatif agar siswa kita disatu pihak bisa bersaing dengan fair, dilain pihak bisa bekerjasama dengan bangsa-bangsa lain.

Komentar :
Kemampuan berfikir kritis perlu dimiliki oleh setiap siswa sebab banyak sekali persoalan-persoalan yang harus dipecahkan dan diselesaikan dalam pembelajaran pedidikan kewarganegaraan. Kemampuan berfikir kritis berkaitan dengan asumsi bahwa berfikir merupakan potensi manusia yang perlu dikembangkan untuk mencapai kapasitas optimal. Peningkatan kemampuan berfikir kritis dalam pendidikan sebenarnya bukanlah suatu hal yang baru, namun dalam mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan merupakan suatu keharusan.

Character Education
Budimansyah, Dasim. (2010).
Penguatan Pendidikan Kewarganegaraan
Untuk Membangun Karakter Bangsa.
Bandung: Widya Aksara Press.

Inti karakter adalah kebajikan (goodness) dalam arti berfikir baik (thinking good), berperasaan baik (feeling good), dan berperilaku baik (behaving good). Karakter nampak pada satunya pikiran, perasaan, dan perbuatan yang baik dari manusia-manusia Indonesia atau dengan kata lain dari bangsa Indonesia (Budimansyah, 2010: 1).

Komentar :
Pendidikan karakter yang dilakukan di negara (termasuk Indonesia) harus memuat berbagai kebajikan, yakni dalam berfikir dan berperasaan yang kemudian ditunjukan dalam bentuk perilaku.

Character Education
Budimansyah, Dasim. (2010).
Penguatan Pendidikan Kewarganegaraan
Untuk Membangun Karakter Bangsa.
Bandung: Widya Aksara Press.

Secara ideologis pembangunan karakter bangsa merupakan upaya mengejawantahkan ideologi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam pengertian membumikan ideologi ke dalam praksis kehidupa masyarakat maupun ketatanegaraan (Budimansyah, 2010: 2).

Komentar :
Orientasi pendidikan karakter di Indonesia merupakan suatu proses internalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila sehingga dapat dimaknai dan dilakukan dalam kehidupan sehari-hari sebagai warga bangsa.

Character Education
Budimansyah, Dasim. (2010).
Penguatan Pendidikan Kewarganegaraan
Untuk Membangun Karakter Bangsa.
Bandung: Widya Aksara Press.

Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah rasa, olah karsa, serta olahraga yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan (Budimansyah, 2010: 23).

Komentar :
Proses terbentuknya karakter merupakan hasil perpaduan antara oleh pikir, olah hati, olah rasa, olah karsa dan olah raga yang kesemuanya itu tergabung menjadi satu kesatuan.

Character Education
Budimansyah, Dasim. (2010).
Penguatan Pendidikan Kewarganegaraan
Untuk Membangun Karakter Bangsa.
Bandung: Widya Aksara Press.

Karakter publik seperti kepedulian sebagai warganegara, kesopanan, mengindahkan aturan main (rule of law), berfikir kritis, dan kemauan untuk mendengar, bernegosiasi dan berkompromi merupakan karakter yang sangt diperlukan agar demokrasi berjalan sukses (Budimansyah, 2010: 31).

Komentar :
Untuk mendukung terciptanya tatanan masyarakat yang demokratis maka diperlukan upaya-upaya yang dapat meningkatkan karakter publik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Comments system

Disqus Shortname