Oleh :
Yakob Godlif Malatuny
(Mahasiswa Pendidikan Kewarganegaraan Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia)
Blok Masela yang terletak di
laut Arafuru, sebelah selatan Pulau Tanimbar, Maluku menjadi buah bibir
diantara insan media, pemerintah, dan masyarakat Indonesia. Jutaan mata orang Maluku
menyaksikan polemik soal ladang gas terbesar yang sudah berjalan begitu lama,
namun kembali mencuat di publik pada tahun 2015 hingga kini.
Pemerintah Indonesia,
masyarakat, bahkan invertor asing pun melirik dan mengharapkan keuntungan besar
dari kekayaan alam di Maluku ini. Bagi mereka yang menginginkan keutungan dari
hasil pengelolaan Blok Masela selalu berupaya dengan segala cara, entah halal maupun haram demi mencapai
kepentingannya.
Para
pemangku kebijakan di negara ini, baik pusat maupun daerah harus ekstra
hati-hati untuk mengelola ladang gas terbesar ini. Hal yang perlu diwaspadai adalah
ada dua kepentingan besar yang diperebutkan dalam kerjasama Internasional
saat ini yaitu sumber daya pangan dan energi. Bila dikategorikan maka, Blok
Masela termasuk dalam sumber daya energi yang terdiri dari gas.
Sementara itu, dalam kerjasama
Internasional dari berbagai negara termasuk investornya, selalu mengutamakan Kepentingan
Nasional (National Interest) diatas
kepentingan negara lain. Berangkat dari pemahaman teori tentang Kepentingan
Nasional (National Interest Theory) yang
dicetuskan oleh Morgenthau (1951), bahwa
untuk kelangsungan hidup suatu Negara maka negara harus memenuhi kebutuhan
negaranya dengan kata lain yaitu mencapai kepentingan nasionalnya.
National interest menentukan langkah
politik luar negeri yang diambil, dengkan kata lain, suatu Negara akan
menentukan kebijakan politik luar negerinya sesuai dengan kepentingan
negaranya. Kunci sukses dalam menjalankan
politik luar negeri yaitu sekedar bekerjasama dengan negara lain untuk mencapai
kepentingan nasionalnya.
Berdasarkan
teori ini maka, kerjasama antara Pemerintah Indonesia dengan investor asing yakni
perusahaan minyak asal Jepang, Inpex
Corporation untuk mengelola Blok Masela seharusnya difokuskan agar lebih
mengutamakan salah satu Kepentingan Nasional (National Interest) yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea
keempat “memajukan kesejahteraan umum”.
Kepentingan Nasional VS
Kepentingan Asing
National Interest Negara Indonesia
harus digunakan sebagai tolok ukur atau kriteria pokok pengambilan keputusan (decision
makers) dalam merumuskan dan menetapkan kerjasama dengan perusahaan minyak
asal Jepang, Inpex Corporation.
Bahkan setiap langkah kebijakan luar negeri (Foreign Policy) perlu dilandaskan
kepada kepentingan nasional negara ini demi memajukan kesejahteraan umum.
Bandingkan saja,
kepentingan nasional dengan kepentingan investor asing dalam mengelola kakayaan
alam di Negara Indonesia, kurun waktu setelah reformasi. Tahun 2011, pertambangan
nasional dikuasai bangsa sendiri 25% dan dikuasai asing 75%, industri minyak
bumi dan gas tahun 2009, dari 69,9% dominasi asing, 70% dikuasai perusahan asal
Amerika Serikat. Industri telekomunikasi, kepemilikan asing SmartFren Telecom
23,91%, Telkomsel 35%, Hutchinsol 60%, Indosat 70,14%, XL Axiata 80%, dan
Natrindo 95%. Industri kelapa sawit juga dikuasai asing, data per-2015
menunjukan, Guthrie Bhd (Malaysia) menguasai 167. 908 hektare, Wilmar
Internasional Group (Singapura) 85.000 hektare, Hindoli-Cargil (Amerika
Serikat) 63.455 hektare, Kuala Lumpur Kepong Bhd (Malaysia) 45.714 hektare,
SIPEF Group (Belgia) 30.952 hektare, Golden Hope Group (Malaysia) 12.810
hektare.
Kementerian
Perdagangan pada Oktober 2013 melaporkan sembilan bahan pokok (sembako) yang
menjadi kebutuhan dasar rakyat juga dikuasai asing. Komodasi kedelai dengan
nilai import 425,8 juta dolar AS, dikuasai AS, Malaysia, Etopia, Argentina, dan
Ukraina, terigu dengan nilai impor 34,11 juta dolar AS dikuasai Srilangka,
India, Ukraina, Turki, Jepang dan lainnya, gula pasir dengan nilai impor 18,15
juta dolar AS dikuasai Thailand, Malaysia, Australia, Selandia Baru, Korea
Selatan, dan lainnya, daging sapi dengan nilai impor 65,19 juta dolar AS
dikuasai Australia, Selandia Baru, dan AS, serta daging ayam dengan nilai impor
30,26 juta dolar AS dikuasai Malaysia dan Belgia.
Praksis, sumber
daya yang dimiliki Negara Indonesia sudah habis dikuasai asing dan saat ini pun
ada kepentingan asing di Blok Masela, maka yang menjadi pertanyaan, apakah Kepentingan
Nasional (National Interest) Negara
Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum bisa tercapai sepenuhnya, jika bekerjasama dengan perusahaan
minyak asal Jepang, Inpex Corporation?
Menjawab pertanyaan ini, maka penulis berasumsi sesuai dengan realita bahwa kekayaan
alam di Negara Indonesia sejak dahulu hingga sekarang sebagian besar dikuasai
oleh asing yang selalu mengutamakan kepentingannya untuk mendapatkan keuntungan
yang lebih besar ketimbang keuntungan yang diperoleh Negara Indonesia, temasuk
perusahan asing asal Jepang, Inpex
Corporation yang mengelola Blok Masel saat ini. Dengan demikian Kepentingan
Nasional (National Interest) Negara
Indonesia untuk memajukan hajat hidup orang banyak tidak dapat tercapai
sepenuhnya, selama masih ada campur tangan asing untuk mengelola gas terbesar
ini.
Langkah
bijak untuk menyelamatkan kekayaan alam Indonesia yaitu Pemerintah perlu
mandiri dan berupaya dengan segala cara untuk mengelola Blok Masela, karena
kekayaan alam ini milik Negara dan dikuasai oleh Negara sepenuhnya dengan
tujuan untuk memajukan kesejahteraan hajat hidup rakyat Indonesia, khususnya di
Maluku, hal ini seperti yang tertuang dalam Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 “Bumi, air
dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Pemerintah Indonesia harus
memberikan peluang bagi investor dalam negeri untuk mengelola gas terbesar ini,
agar kepentingan nasional yang sudah diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945 dapat
terwujud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar