Kamis, 27 Oktober 2016

KAJIAN EMPIRIK TENTANG PRANATA PENDIDIKAN DALAM LATAR BUDAYA DAN ORGANISASI



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Pendidikan senantiasa mengiringi dan mengikuti setiap langkah manusia, dari mulai bangun tidur sampai menjelang tidur. Pendidikan adalah sebuah cermin diri untuk melihat sejauhmana dan bagaimana langkah yang telah kita lakukan. Pendidikan mengandung suatu pengertian yang sangat luas, menyangkut seluruh aspek kepribadian manusia. Pendidikan menyangkut hati nurani, nilai-nilai, perasaan, pengetahuan, dan keterampilan.
John Dewey (Ruswandi, dkk., 2009, hlm. 19) menyatakan bahwa “education is the process without end”(pendidikan adalah suatu proses yang tak akan pernah selesai/akhir). Pernyataan tersebut sama dengan pernyataan yang dikemukakan oleh UNESCO, life long education (pendidikan seumur hidup). Hal tersebut juga dikemukakan sesuai sabda Nabi saw: “Tuntutlah ilmu itu mulai dari buaian sampai liang kubur”. Oleh karena itu, tugas dan tanggung jawab pendidikan itu berlangsung secara kontinyu dan berkesinambungan, tidak bersifat arsial tapi bersifat integral, sambung menyambung dari satu jenjang ke jenjang yang lain untuk mengikuti kebutuhan manusia.
Manusia tidak akan pernah terlepas dari pendidikan dan manusia membutuhkan pendidikan. Oleh karena itu, sepanjang manusia diberikan akal dan umur maka harus belajar secara terus menerus. Tujuan pendidikan terhadap manusia adalah untuk membimbing dan mengarahkan manusia supaya tumbuh dan berkembang sesuai dengan yang diharapkan, baik oleh dirinya maupun oleh lingkungan masyarakatnya.
Terdapat lima macam pranata sosial dalam masyarakat yaitu (Salam, 2002, hlm. 133):
1. Pranata pendidikan
2.  Pranata ekonomi
3.  Pranata politik
4.   Pranata teknologi
5.   Pranata moral atau etika
Masing masing pranata mempunyai fungsi tertentu bagi kelangsungan hidup dan perkembangan masyarakat. Pranata pendidikan terletak pada upaya sosialisasi, sehingga warga masyarakat memiliki kemampuan dan ciri-ciri pribadi sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat bersangkutan. Hal tersebut dapat dikupas lebih lanjut dalam makalah ini yang berjudul “Kajian Empirik Tentang Pranata Pendidikan dalam Latar Budaya dan Organisasi”.

B.     Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah, maka konten makalah ini dibatasi pada permasalahan-permasalahan sebagai berikut :
1.      Bagaimana kajian empirik terhadap pendidikan keluarga dari latar budaya tertentu?
2.      Bagaimana kajian empirik terhadap pendidikan sekolah dari latar mazhab tertentu?
3.      Bagaimana kajian empirik terhadap pendidikan masyarakat dari latar budaya dan organisasi?

C.    Tujuan Penulisan
Tujuan dari pada penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1.      Kajian empirik terhadap pendidikan keluarga dari latar budaya tertentu
2.      Kajian empirik terhadap pendidikan sekolah dari latar mazhab tertentu
3.      Kajian empirik terhadap pendidikan masyarakat dari latar budaya dan organisasi


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pendidikan keluarga dari latar budaya tertentu
1.      Pengertian keluarga
Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama dalam masyarakat, karena dalam keluargalah manusia dilahirkan dan berkembang menjadi dewasa. Menurut Sadulloh (2010, hlm. 186) secara umum keluarga merupakan suatu lembaga yang terdiri atas suami istri dan anak-anaknya yang belum menikah, hidup dalam sebuah kesatuan kelompok berdasarkan ikatan tertentu. Sedangkan menurut Hasbulloh (2009, hlm. 34) keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat informal, yang pertama dan utama dialami oleh anak serta lembaga pendidikan yang bersifat kodrati orangtua bertanggung jawab memelihara, merawat, melindungi dan mendidik anak agar tumbuh dan berkembang dengan baik.
Menurut Ki Hajar Dewantara (Sadulloh, 2010, hlm. 188) alam keluarga merupakan “pusat pendidikan” yang pertama dan terpenting, karena sejak munculnya peradaban kemanusiaan sampai sekarang, kehidupan keluarga selalu mempengaruhi atau merupakan tempat yang subur bagi tumbuhnya budi pekerti dalam diri manusia.
Adapun ciri-ciri keluarga menurut Mc. Iver dan Page (M.I. Soelaeman, 1994 dalam Sadulloh, 2010, hlm. 187) yaitu:
a.      Adanya hubungan berpasangan antar kedua jenis (pria dan wanita)
b.      Dikukuhkan oleh ikatan pernikahan
c.   Adanya pengakuan terhadap keturunan (anak) yang dilahirkan dalam rangka hubungan tersebut
d.     Adanya kehidupan ekonomi yang diselenggarakan secara bersama-sama
e.      Diselenggarakannya kehidupan berumah tangga
Berdasarkan uraian di atas, dalam lingkungan keluarga terdapat proses pendidikan yang diberikan oleh orangtua kepada anakanya. Keluarga merupakan lingkungan pertama yang mengajarkan anak untuk mengenal dunia di luar dirinya dan keberhasilan pendidikan anak di luar tergantung pola pendidikan yang diberikan oleh keluarganya.
2.      Fungsi Keluarga
Keluarga berfungsi untuk membekali setiap anggota keluarganya agar dapat hidup sesuai dengan tuntutan nilai-nilai agama, pribbadi, dan lingkungan. Adapun fungsi keluarga menurut M.I. Soelaeman (Sadulloh, 2010, hlm. 188-192) adalah sebagai berikut:
a.       Fungsi Edukasi
Keluarga merupakan lingkungan yang pertama bagi anak di mana tanggung jawabnya dipikul oleh orang tua sebagai salah satu unsur tri pusat pendidikan. Fungsi edukasi dalam keluarga menyangkut penentuan dan pengukuhan landasan yang mendasari upaya pendidikan, penyediaan sarananya, pengayaan wawasan, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan upaya pendidikan keluarga. Orang tua harus dapat menciptakan situasi pendidikan dan mengundangnya pada perbuatan-perbuatan yang mengarah kepada tujuan pendidikan dengan memberi contoh teladan disertai dengan fasilitas yang memadai.
b.      Fungsi Sosialisasi
Keluarga merupakan lingkungan yang pertama kali memperkenalkan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam kehidupan sosial yang lebih luas. Lingkungan keluarga bertugas tidak hanya mengembangkan individu yang memiliki kepribadian yang utuh, namun juga mempersiapkan sebagai anggota masyarakat yang baik, berguna bagi kehidupan masyarakatnya. Keluarga menjadi penghubung anak dengan kehidupan sosial, dengan pembiasaan nilai-nilai norma-norma sosial yang berlaku di masyarakat.
c.       Fungsi Proteksi (perlindungan)
Keluarga berfungsi sebagai tempat memperoleh rasa aman, nyaman, damai dan tentram bagi seluruh anggota keluarga sehingga terpenuhi kebahagiaan batin, juga secara fisik keluarga harus melindungi anggotanya, memenuhi kebutuhan pangan, sandang, dan papan. Nilai suatu perlindungan yang diberikan keluarga tidak saja terletak pada materi dan kualitas serta frekuensinya, melainkan tergantung pada iklim perasaan yang menyertai pemberian lindungan itu dengan kesungguhan dan penerimaan lindungan oleh pihak yang bersangkutan (anak).
d.      Fungsi Afeksi (Perasaan)
Fungsi afeksi mendorong keluarga sebagai tempat untuk menumbuhkembangkan rasa cinta dan kasih saying antara sesama anggota keluarga dan masyarakat serta lingkungannya. Keluarga harus dapat menjalankan tugasnya menjadi lembaga interaksi dalam ikatan batin yang kuat antar anggotanya, sesuai dengan status peranan sosial masing-masing dalam kehidupan keluarga.
e.       Fungsi Religius
Keluarga sebagai wahana pembangunan insan-insan yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bermoral, berakhlak dan berbudi pekerti luhur sesuai dengan ajaran agamanya. Keluarga berkewajiban memperkenalkan dan mengajak anak kepada kehidupan beragama dengan menciptakan iklim keluarga yang religious sehingga dapat dihayati oleh anggota keluarganya.
f.       Fungsi Ekonomi
Keluarga sebagai tempat pemenuhan kebutuhan ekonomi, fisik, dan materil yang sekaligus mendidik keluarga hidup efisien, ekonomis, dan rasional. Fungsi ekonomi meliputi pencarian nafkah, perencanaan, serta pemanfaatan dan pembelajarannya. Pada dasarnya laki-laki sebagai pemimpin rumah tangga yang menanggung nafkah keluarga, seperti firman Allah SWT: “Laki-laki itu menjadi tulang punggung (pemimpin, pengayom) perempuan, sebab Allah melebihkan setengah mereka dari yang lain dank arena mereka (laki-laki) memberi belanja dari hartanya (bagi perempuan).
g.      Fungsi Rekreasi
Keluarga harus menjadi lingkungan yang nyaman, menyenangkan, cerah, ceria, hangat, dan penuh semangat. Keadaan ini dapat dibangun melalui kerja sama di antara anggota keluarga yang diwarnai oleh hubungan insani yang didasari oleh adanya saling mempercayai, saling menghormati dan mengagumi, saling mengerti serta adanya “take and give”.
h.      Fungsi Biologis
Keluarga menjadi tempat untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti kebutuhan akan keterlindungan fisik seperti kesehatan, pangan, sandang, dan papan, dengan syarat-syarat tertentu sehingga keluarga memungkinkan seluruh anggotanya dapat hidup di dalamnya, sekurang-kurangnya dapat mempertahankan hidup.
3.      Peranan Pendidikan Keluarga
Menurut J. J. Rousseau (Hasbulloh, 2009, hlm. 79) sebagai salah seorang pelopor ilmu jiwa anak, mengutarakan betapa pentingnya pendidikan keluarga. Ia menganjurkan agar pendidikan anak-anak disesuaikan dengan tiap-tiap masa perkembangannya sedari kecilnya. Bagi seorang anak, keluarga merupakan persekutuan hidup pada lingkungan keluarga di mana ia menjadi diri pribadi atau diri sendiri. Keluarga merupakan wadah bagi anak dalam proses belajarnya untuk mengembangkan dan membentuk diri dalam ungsi sosialnya. Di samping itu keluarga merupakan tempat belajar bagi anak dalam segala sikap untuk berbakti kepada Tuhan sebagai perwujudan nilai hidup yang tertinggi.
Adapun peranan pendidikan keluarga bagi anak adalah (Hasbulloh, 2009, hlm. 39-43)
a.       Pengalaman pertama masa kanak-kanak
Lembaga pendidikan keluarga memberikan pengalaman pertama yang merupakan faktor penting dalam perkembangan pribadi anak. Suasana pendidikan keluarga sangat penting diperhatikan, sebab dari sinilah keseimbangan jiwa di dalam perkembangan individu selanjutnya ditentukan.
Sebagaimana yang telah dikemukakan bahwa pendidikan keluarga adalah pertama dan utama. Pertama, maksudnya bahwa kehadiran anak di dunia ini disebabkan hubungan kedua orangtuanya. Mengingat orang tua adalah orang dewasa, maka merekalah yang harus bertanggung jawab terhadap anak. Kewajiban orang tua tidak hanya sekedar memelihara eksistensi anak untuk menjadikannya kelak sebagai seorang pribadi, tetapi juga memberikan pendidikan anak sebagai individu yang tumbuh dan berkembang.
Sedangkan utama, maksudnya adalah bahwa orang tua bertanggung jawab pada pendidikan anak. Terserah orang tua untuk memberikan corak warna yang dikehendaki terhadap anaknya. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa kehidupan seorang anak pada saat itu benar-benar tergantung kepada kedua orang tuanya.
b.      Menjamin kehidupan emosional anak
Kehidupan emosional merupakan salah satu faktor yang terpenting di dalam membentuk pribadi seseorang. Untuk itulah melalui pendidikan keluarga ini, kehidupan emosional atau kebutuhan  akan rasa kasih saying dapat dipenuhi atau dapat berkembang dengan baik, hal ini dikarenakan adanya hubungan darah antara pendidik dan anak didik, sebab orang tua hanya menghadapi sedikit anak didik dank arena hubungan tadi didasarkan atas rasa cinta kasih saying murni.
c.       Menanamkan dasar pendidikan moral
Keluarga merupakan penanaman utama dasar-dasar moral bagi anak, yang biasanya tercermin dalam sikap dan perilaku orang tua sebagai teladan yang dapat dicontoh anak. Dalam hubungan ini Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa:
Rasa cinta, rasa bersatu dan lain-lain perasaan dan keadaan jiwa pada umumnya sangat berfaedah untuk berlangsunya pendidikan, teristimewa pendidikan budi pekerti, terdapatlah di dalam hidup keluarga dalam sifat yang kuat dan murni, shingga tak dapat pusat-pusat pendidikan lainnya menyamainya. 
d.      Memberikan dasar pendidikan sosial
Perkembangan kesadaran sosial pada anak-anak dapat dipupuk sedini mungkin, terutama lewat kehidupan keluarga yang penuh rasa tolong-menolong, gotong royong secara kekeluargaan, menolong saudara atau tetangga yang sakit, bersama-sama menjaga ketertiban, kedamaian, kebersihan, dan keserasian dalam segala hal.
e.       Peletakan dasar-dasar keagamaan
Masa kanak-kanak adalah masa yang paling baik untuk meresapkan dasar-dasar hidup beragama, dalam hal ini tentu saja terjadi dalam keluarga. Kehidupan dalam keluarga hendaknya memberikan kondisi kepada anak untuk mengalami suasana hidup keagamaan.
4.      Pendidikan Keluarga Dalam Latar Budaya Tertentu
Pada  dasarnya  pendidikan  tidak  akan  pernah  bisa  dilepaskan  dari  ruang  lingkup  kebudayaan.  Kebudayaan merupakan  hasil   perolehan  manusia  selama   menjalin  interaksi   kehidupan  baik  dengan  lingkungan  fisik maupun  non  fisik. Hasil  perolehan  tersebut  berguna  untuk  meningkatkan  kualitas  hidup  manusia.  Proses hubungan  antar   manusia  dengan  lingkungan  luarnya  telah  mengkisahkan  suatu  rangkaian  pembelajaran secara  alamiah. Pada akhirnya proses  tersebut  mampu melahirkan  sistem  gagasan,  tindakan dan hasil  karya manusia.
Disini kebudayaan dapat disimpulkan sebagai hasil pembelajaran manusia dengan alam. Alam telah mendidik   manusia   melalui   situasi   tertentu   yang   memicu   akal   budi   manusia   untuk   mengelola   keadaan menjadi sesuatu yang berguna bagi kehidupannya. Antara  pendidikan  dan  kebudayaan  terdapat  hubungan  yang  sangat  erat  dalam  arti  keduanya  berkenaan dengan  suatu  hal  yang  sama  yakni  nilai-nilai. 
Dalam  konteks  kebudayaan  justru  pendidikan  memainkan peranan  sebagai  agen  pengajaran  nilai-nilai  budaya.  Karena  pada  dasarnya  pendidikan  yang  berlangsung adalah suatu proses  pembentukan  kualitas  manusia sesuai  dengan  kodrat  budaya yang dimiliki. Oleh  karena itu  kebudayaan  diturunkan  kepada  generasi  penerusnya  lewat  proses  belajar  tentang  tata  cara  bertingkah laku. Sehingga   secara   wujudnya,   substansi   kebudayaan   itu   telah   mendarah   daging   dalam   kepribadian anggota-anggotanya.
Kita   bisa   mengambil   contoh   konkret   kebudayaan   yang   ada   di   masyarakat,   misalnya   budaya   Sunda. Kebudayaan   Sunda   kaya   akan   kearifan   lokal   masyarakatnya. Meskipun   zaman   sudah   semakin   modern namun  budaya  Sunda  masih  tetap  eksis  di  kalangan  masyarakat. Hal  ini  diakibatkan  karena  masyarakatnya sering   menggunakan,   melestarikan   kebudayaan   Sunda   tersebut. Dalam   pakaian   budaya   Sunda   semakin memunculkan ide-ide kreatif, misalnya: kebaya. Kebaya dimodifikasi semenarik mungkin dengan rancangan dan  hasil  yang  sangat  diminati  konsumen  masa  kini. Makanan  tradisional  orang  Sunda  pun  begitu  nikmat, nasi  liwet  tersedia  di  berbagai  daerah. Karena  rasanya  yang  khas,  dilengkapi  dengan  lalap-lapan,  lauk,  dan sambal  yang  menggugah  selera  makan. Selain  itu  dari  keseniannya  pun  budaya  Sunda  tak  kalah  menarik. Angklung,  gamelan,  lagu-lagu  tradisional,  tari-tari  tradisional  seperti  tari  jaipongan,  tari  rampak  gendang, tari merak, dan lain sebagainya sudah sangat diminati masyarakat baik masyrakat Sunda maupun luar Sunda. Hal  ini  didukung  dan  digemari  masyarakat   karena  seringnya  dilakukan  pagelaran  dan  pameran  budaya Sunda. Sehingga  masyarakat  semakin  tertarik  dengan  kekayaan  budaya  Sunda. Acara  pementasan  ini  pun tidak  hanya  dilakukan  di  dalam  negeri  tapi   sudah  mendunia.  Sehingga  bangsa  luar  pun  mengenal  dan menyukai  kebudayaan  yang  ada  di  Indonesia.  Dalam  bahasa,  Sunda  memiliki  3  penggunaan,yaitu  bahasa loma  (dengan  sesama),  sedeng  (sedang),  dan  lemes  (halus).  Bahasa  tersebut  dipergunakan  dengan  siapa lawan bicara kita lebih tua, lebih muda, atau sesama dengan kita. Bahasa Sunda pun unik, enak didengar dan menarik  sekali  jika  bukan  orang  Sunda  asli  yang  mengucapkannya. Bahasa  Sunda  sering  digunakan  dalam acara-acara  di  media  elektronik  sehingga  banyak  masyarakat  yang  ingin  mempelajari  bahasa  Sunda. Selain itu dalam budaya Sunda dikenal bahwa orang Sunda ramah tamah dan tidak suka dengan kekerasan. Sehingga masyarakat semakin banyak yang menyukai kebudayaan Sunda.
Kebudayaan  Sunda  tersebut  bisa  memiliki  kekayaan  kearifan  lokal  yang  sangat  tinggi  sehingga  menjadi langkah  dalam  rangka  terwujudnya  tujuan  pendidikan  nasional. Menempatkan  pendidikan  berbasis  budaya mewujudkan  masyarakat  Indonesia  yang  semakin  terinernalisasi  pendidikan  berbasis  budaya  dalam  setiap aktivitas hidupnya. Tujuan       pendidikan      pengajaran      nasional     untuk mencapai peningkatan nasional, pembangunan  nasional,  pendidikan  nasional  (tanpa  mengabaikan  keimanan  dan  ketakwaan),  institusional, kulikuler, maupun instruksional dapat terwujud jika seluruh lapisan masyarakat ikut membangun pendidikan berbasis   budaya   demi   terciptanya   manusia   Indonesia   yang   seutuhnya   dan   masyarakat   Indonesia   yang seluruhnya.
Pola  hidup  dan  pola  pikir  yang  dijalani  oleh  masyarakat  suku  sunda  itu  memiliki  sifat  yang  seimbang, contohnya saja dalam hal beradaptasi. Mereka harus bisa beradaptasi dengan baik apalagi bila mereka sudah tinggal  di  dalam  lingkungan  yang  berbeda-beda  suku  secara  otomatis  mereka  akan  berpola  pikir  bahwa mereka  harus  bersifat  ramah-tamah dan  saling menghargai  antara sesama.  Pola pikir  yang  telah mengalami perkembangan  pada  suku  sunda  ini  sangat  amat  berdampak  positif  terhadap  pola  hidup  mereka.  Dengan pengetahuan  dan  juga  pendidikan yang  sudah  cukup  banyak  didapat  oleh  masyarakat  suku  sunda  tersebut dan  juga  dengan  teknologi  yang  semakin  berkembang  menyebabkan  pola  hidup  yang  begitu  baik  bagi mereka, misalnya saja jika mereka bersekolah tinggi dan mendapat nilai yang baik dan bagus secara otomatis mereka  akan  bekerja  dan  di  tempatkan  pada  posisi  yang  tinggi  dan  mendapatkan  gaji  cukup  pula  dan  itu menyebabkan pola hidup mereka akan jauh lebih baik. Tetapi jika mereka hanyalah mengenyam pendidikan yang kurang baik maka pola hidup mereka pun akan serta-merta tidak baik pula. Jadi pada intinya pola hidup dan pola pikir itu sangatlah berpengaruh bagi kehidupan mereka.

B.     Pendidikan Sekolah Dari Latar Mazhab Tertentu
1.      Konsep Pendidikan Sekolah
Pada dasarnya pendidikan di sekolah merupakan bagian dari pendidikan dalam keluarga, yang sekaligus juga merupakan lanjutan dari pendidikan dalam keluarga. Di samping itu, kehidupan di sekolah adalah jembatan bagi anak yang menghubungkan kehidupan dalam keluarga dengan kehidupan dalam masyarakat kelak.
Menurut Hasbulloh (2009, hlm. 46) pendidikan sekolah adalah pendidikan yang diperoleh seseorang di sekolah secara teratur, sistematis, bertingkat, dan dengan mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat (mulai dari taman Kanak-kanak sampai perguruan tinggi). Sedangkan menurut Sadulloh (2010, hlm. 197) pendidikan di sekolah merupakan proses pembelajaran yang merupakan serangkaian kegiatan yang memungkinkan terjadinya perubahan struktur atau pola tingkah laku seseorang dalam kemampuan kognitif, afektif, dan keterampilan yang selaras, seimbang dan bersama-sama turut serta meningkatkan kesejahteraan sosial.
Beberapa karakteristik proses pendidikan yang berlangsung di sekolah yaitu sebagai berikut (Wens Tanlain, dkk dalam Hasbulloh, 2009, hlm. 46-47):
a.       Pendidikan diselenggarakan secara khusus dan dibagi atas jenjang yang memiliki hubungan hierarkis
b.      Usia anak didik di suatu jenjang pendidikan relatif homogen
c.       Waktu pendidikan relatif lama sesuai dengan program pendidikan yang harus diselesaikan
d.      Materi atau isi pendidikan lebih banyak bersifat akademis dan umum
e.       Adanya penekanan tentang kualitas pendidikan sebagai jawaban terhadap kebutuhan di masa yang akan datang.
Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah yang lahir dan berkembang secara efektif dan efisien dari dan oleh serta untuk masyarakat, merupakan perangkat yang berkewajiban memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam mendidik warga negara. Sekolah dikelola secara formal, hierarkis, dan kronologis yang berhaluan pada falsafah dan tujuan nasional pendidikan.
2.      Fungsi dan Peranan Pendidikan Sekolah
Fungsi dan peran sekolah sebagaimana pendapat Suwarno (Hasbulloh, 2009, hlm. 50-51) adalah sebagai berikut:
a.       Mengembangkan kecerdasan pikiran dan memberikan pengetahuan
Selain bertugas untuk mengembangkan pribadi anak didik secara menyeluruh, fungsi sekolah yang lebih penting sebenarnya adalah menyampaikan pengetahuan dan melaksanakan pendidikan kecerdasan.
b.      Spesialisasi
Sekolah mempunyai fungsi sebagai lembaga sosial yang spesialisasinya dalam bidang pendidikan dan pengajaran.
c.       Efisiensi
Terdapatnya sekolah sebagai lembaga sosial yang berspesialisasi di bidang pendidikan dan pengajaran, maka pelaksanaan pendidikan dan pengajaran dalam masyarakat menjadi lebih efisien dengan alasan sebagai berikut:
1)      Seumpama tidak ada sekolah, dan pekerjaan mendidik hanya harus dipikul oleh keluarga, maka hal ini tidak efisien, karena orang tua terlalu sibuk dengan pekerjaannya, serta banyak orang tua tidak mampu melaksanakan pendidikan dimaksud.
2)      Pendidikan sekolah dilaksanakan dalam program yang etrtentu dan sistematis
3)      Di sekolah dapat dididik sejumlah besar anak secara sekaligus
d.      Sosialisasi
Sekolah mempunyai peranan penting di dalam proses sosialisasi yaitu proses membantuperkembangan individu menjadi makhluk sosial, makhluk yang dapat beradaptasi dengan baik di masyarakat. Sebab bagaimanapun pada akhirnya di aberada di masyarakat.
e.       Konservasi dan transmisi kultural
Fungsi lain dari seklah adalah memelihara warisan budaya yang hidup dalam masyarakat dengan jalan menyampaikan warisan kebudayaan tadi (transmisi kultural) kepada generasi muda, dalam hal ini tentunya adalah anak didik.
f.       Transisi dari rumah ke masyarakat
Ketika berada di keluarga, kehidupan anak serba mengantungkan diri pada orang tua, maka memasuki sekolah di mana ia mendapat kesempatan untuk melatih berdiri sendiri dan tanggung jawab sebagai persiapan sebelum ke masyarakat.
3.      Pendidikan Sekolah Dari Latar Mazhab Tertentu
a.       Aliran Nativisme
Aliran nativisme dipelopori oleh Schopenhauer (filosof Jerman: 1788-1860) berpendapat bahwa “The world is my idea, the world like man, is through idea”. Segala kejadian di dunia dipandangnya sebagai manifestasi dari benih yang ada padanya sejak semula. Perkembangan manusia hanya merupakan semacam penjabaran yang telah dibawakan dari yang telah disiapkan semula, yang telah dibawakan sejak kelahirannya.
Aliran ini berkeyakinan bahwa anak yang baru lahir membawa bakat, kesanggupan, dan sifat-sifat tertentu. Bakat, kemampuan, dan sifat-sifat yang dibawa sejak lahir sangat menentukan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak manusia.
Adapun tujuan-tujuan dari aliran nativisme adalah:
1)      Mampu memunculkan bakat yang dimiliki
Diharapkan dengan pendidikan di sekolah anak didik bisa mengoptimalkan bakat yang dimiliki dikarenakan telah mengetahui bakat yang bisa dikembangkannya.
2)      Mendorong manusia mewujudkan diri yang berkompetensi
Anak didik harus lebih kreatif dan inovatif dalam upaya pengembangan bakat dan minat agar menjadi manusia yang berkompetensehingga bisa bersaing dengan orang lain dalam menghadapi tantangan zaman.
3)      Mendorong manusia dalam menentukan pilihan
Diharapkan anak didik bisa bersikap bijaksana terhadap menentukan pilihannya dan apabila telah menentukan pilihannya anak didik tersebut akan berkomitmen dan berpegang teguh terhadap pilihannya tersebut dan meyakini bahwa sesuatu yang dipilihnya adalah yang terbaik untuk dirinya.
4)      Mendorong manusia untuk mengembangkan potensi diri dalam diri seseorang
Teori ini dikemukakan untuk menjadikan manusia berperan aktif dalam pengembangan potensi diri yang dimiliki agar mansuia memiliki ciri khas atau ciri khusus sebagai jati diri manusia.
5)      Mendorong manusia mengenali bakat minat yang dimiliki
Manusia akan mudah mengenali bakat yang dimiliki dengan artian semakin dini manusia mengenali bakat yang dimiliki maka dengan hal itu manusia dapat lebih memaksimalkan bakatnya sehingga bisa lebih optimal.
b.      Aliran Naturalisme
Aliran naturalisme dipelopori oleh Rousseau berpandangan bahwa semua anak yang dilahirkan berpembawaan baik, dan pembawaan baik anak tersebut akan menjadi rusak karena dipengaruhi lingkungan. Dalam aliran naturalisme memiliki tiga prinsip tentang proses pembelajaran diantaranya adalah:
1)      Anak didik belajar melalui pengalamannya sendiri.
Terjadinya interaksi antara pengalaman dengan kemampuan pertumbuhan  dan perkembangan didalam dirinya secara alami
2)      Pendidik hanya menyediakan lingkungan belajar yang menyenangkan
Pendidik berperan sebagai fasilitator atau narasumber yang menyediakan lingkungan yang mampu mendorong keberanian anak didik kea rah pandangan yang positif dan tanggap terhadap kebutuhan untuk memperoleh bimbingan dan sugesti dari pendidik.
3)      Program pendidikan di sekolah harus disesuaikan dengan minat dan bakat dengan menyediakan lingkungan belajar yang berorientasi kepada pola belajar anak didik.
c.       Aliran Empirisme 
Pandangan empirisme dari John Locke mengatakan bahwa keadaan manusia saat dilahirkan diumpamakan sebagai “tabula rasa” yaitu sebuah meja yang dilapisi lilin, yang digunakan di sekolah dalam rangka belajar menulis. Teori tabula rasa mengatakan bahwa anak yang baru dilahirkan itu dapat diumpamakan sebagai kertas putih bersih yang belum ditulisi. Sejak lahir anak tidak memiliki bakat dan pembawaan apa-apa, anak dapat dibentuk semaunya pendidik. Menurut aliran empirisme, lingkungan menjadi penentu perkembangan seseorang, karena baik buruknya perkembangan pribadi seseorang sepenuhnya ditentukan oleh lingkungan atau pendidikan.

C.    Pendidikan Masyarakat Dari Latar Budaya dan Organisasi
1.      Konsep Pendidikan Masyarakat
Masyarakat mencakup sekelompok orang yang berinteraksi antar sesamanya, saling tergantung dan terikat oleh nilai dan norma yang dipatuhi bersama, serta pada umumnya bertempat tinggal di wilayah tertentu dan adakalnya mereka memiliki hubungan darah atau memiliki kepentingan bersama (Sadulloh, 2010, hlm. 204). Masyarakat sebagai kesatuan hidup memiliki ciri seperti dikemukakan oleh Tirtarahardja dan La Sulo (2000) yaitu antara lain:
a.     Ada interaksi antara warga warganya
b.   Pola tingkah laku warganya diatur oleh adat istiadat, norma-norma, hukum, dan aturan-aturan yang khas
c.      Ada rasa identitas kuat yang mengikat pada warganya
Selanjutnya kaitan antara masyarakat dan pendidikan menurut Tirtarahardja dan La Sulo (2000) dapat ditinjau dari tiga aspek yaitu:
a.    Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, baik yang dikembangkan (jalur sekolah dan luar sekolah) maupun yang tidak dikembangkan (jalur luar sekolah).
b.     Lembaga-lembaga kemasyarakatan dan/atau kelompok sosial di masyarakat baik langsung maupun tidak langsung, ikut mempunyai peran dan fungsi pendidikan.
c.   Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar baik yang dirancang maupun yang dimanfaatkan.
Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan ketiga setelah keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini, telah mulai ketika anak-anak untuk beberapa waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar pendidikan sekolah. Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam masyarakat banyak sekali, ini meliputi segala bidang baik pembentukan kebiasaan-kebiasaan, pembentukan pengertian-pengertian (pengetahuan), sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan.
Lembaga pendidikan yang dalam istilah UU No. 20 Tahun 2003 disebut dengan jalur pendidikan non formal ini, bersifat fungsional dan praktis yang bertujuan untuk meningkatkan kemmapuan dan keterampilan kerja peserta didik yang berguna bagi usaha perbaikan taraf hidupnya.
Pendidikan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Hasbulloh, 2009, hlm. 56):
a.       Pendidikan diselenggarakan dengan sengaja di luar sekolah
b.      Pserta umumnya mereka yang sudah tidak bersekolah atau drop out
c.       Pendidikan tidak mengenal jenjang, dan program pendidikan untuk jangka waktu pendek
d.      Peserta tidak perlu homogen
e.       Ada waktu belajar dan metode formal, serta evaluasi yang sistematis
f.       Isi pendidikan bersifat praktis dan khusus
g.      Keterampilan kerja sangat ditekankan sebagai jawaban terhadap kebutuhan meningkatkan taraf hidup
2.      Peranan Masyarakat Dalam Pendidikan
Masyarakat merupakan lembaga pendidikan yang ketiga setelah pendidikan keluarga dan pendidikan di lingkungan sekolah. Lembaga pendidikan yang diselnggarakan oleh masyarakat adalah salah satu unsur pelaksana asas pendidikan seumur hidup. Pendidikan yang diberikan di lingkungan keluarga dan sekolah sangat terbatas, di masyarakatlah orang akan meneruskannya hingga akhir hidupnya. Segala pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh di lingkungan pendidikan keluarga dan di lingkungan sekolah akan dapat berkembang dan dirasakan manfaatnya dalam masyarakat.
Tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan sebenarnya masih belum jelas, tidak sejelas tanggung jawab pendidikan di lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Hal ini disebabkan faktor waktu, hubungan, sifat da nisi pergaulan yang terjadi di dalam masyarakat. Waktu pergaulan terbatas, hubungannya hanya pada waktu-waktu tertentu, sifat pergaulannya bebas, dan isinya sangat kompleks dan beraneka ragam.
Masyarakat mempunyai peran yang sangat besar dalam pelaksanaan pendidikan nasional. Peran masyarakat antara lain menciptakan suasana pendidikan nasional, ikut menyelenggarakan pendidikan nonpemerintah (swasta), membantu pengadaan tenaga, biaya, sarana dan prasarana, menyediakan lapangan pekerjaan, membantu pengembangan profesi baik secara langsung maupun tidak langsung.
3.      Pendidikan Masyarakat Dari Latar Budaya dan Organisasi
a.      Pendidikan Masyarakat Dalam Latar Budaya
Manusia adalah makhluk sosial ia hidup dalam hubungannya dengan orang lain dan hidupnya bergantung pada orang lain. Karena itu manusia tak mungkin hidup layak di luar masyarakat. Masyarakat sangat luas dan dapat meliputi seluruh umat manusia. Masyarakat teridiri atas berbagai kelompok, yang besar maupun yang kecil tergantung dari jumlah anggota kelompoknya.
Interaksi masyarakat tidak terlepas dari kebudayaan. Hubungan antara individu itu bukan sepihak melainkan timbal balik. Kebudayaan mempengaruhi individu dengan berbagai cara akan tetapi individu juga mempengaruhi kebudayaan sehingga terjadi perubahan sosial. Kebudayaan dapat dipandang sebagai cara-cara mengatasi masalah-masalah yang dihadapi.
Dalam kebudayaan di masyarakat dapat dibedakan dengan kebudayaan eksplisit yang dapat diamati secara langsung dalam kelakuan verbal maupun non verbal pada anggota masyarakat. Kelakuan eksplisit misalnya dapat dilihat pada kelakuan dua orang atau lebih dalam situasi normal menurut peranan masing-masing misalnya interaksi antara suami-istri, orangtua-anak, guru-murid, dan sebagainya. Kebudayaan implisit dalam masyarakt terdiri atas kepercayaan, nilai-nilai dan norma-norma yang dapat ditafsirkan ahli antropologi untuk menjelaskan berbagai kelakuan anggota masyarakat.
Dengan nilai kebudayaan anggota masyarakat mengetahui apakah yang layak, pantas, baik, atau seharusnya. Nilai-nilai dapat bersifat positif yakni apa yang diinginkan dan negatif apa yang tidak diinginkan, misalnya masalah kebersihan dan kesopanan atau soal penipuan dan kekerasan.
Dalam tiap kelompok, keluarga, sekolah, masyarakat terdapat cara-cara berpikir dan berbuat yang diterima dan diharapkan oleh setiap anggota masyarakat. Pola kelakuan yang secara umum terdapat dalam suatu masyarakat disebut kebudayaan. Kebudayaan meliputi keseluruhan pengetahuan, kepercayaan, keterampilan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kebiasaan manusia sebagai anggota masyarakat.
Aturan-aturan pendidikan dalam masyarakat merupakan interaksi antara manusia dengan lingkungannya, yang akan membentuk manusia sesuai dengan kebudayaan yang dipakai dalam masyarakat tersebut. Pendidikan setiap kelompok masyarakat akan berbeda. Pendidikan akan tercermin pada perbuatan-perbuatan atau tingkah laku individu.
b.      Pendidikan Masyarakat Dalam Latar Organisasi
Manusia adalah makhluk sosial, karenanya setiap manusia akan saling memerlukan dalam memenuhi kebutuhannya. Antara sesama  manusia juga dituntut untuk saling bekerja sama, saling menghargai  dan menghormati untuk mempertahankan hidupnya di muka bumi ini. Adanya   alasan   sosial   di   atas   menjadi   salah   satu   pendorong   bagi   manusia   untuk   membentuk   suatu perkumpulan yang biasa disebut "organisasi". Organisasi ini amat dibutuhkan untuk mewujudkan setiap cita-cita   yang   disepakati   oleh   anggota   organisasi   secara   bersama.   Oleh   karena   itu,   organisasi   tumbuh   dan berkembang  begitu  pesat  di  tengah-tengah  masyarakat.
Organisasi  itu  juga  dibentuk  dalam  berbagai  aspek
kehidupan, seperti pemerintahan, perusahaan, politik, hukum, ekonomi, dan termasuk bidang pendidikan. Organisasi  merupakan  bagian  yang  tak  terpisahkan  dari  kehidupan  manusia.  Setiap  manusia  hidup  dalam sebuah  organisasi.  Organisasi  merupakan  sebuah  wadah  di  mana  orang  berinteraksi  untuk  mencapai  suatu tujuan bersama. Pemahaman organisasi ini menunjukkan bahwa di mana pun dan kapan pun manusia berada atau  berinteraksi  maka  disitu  muncul  organisasi  tidak  lagi  sebagai  suatu  wadah  organik dari  orang-orang yang berkumpul untuk suatu tujuan, tetapi berkembang pada interaksi orang untuk maksud tertentu.
Keberadaan  manusia  di  dunia  ini  tidak  luput  dari  keanggotaan  suatu  organisasi.  Organisasi  merupakan sebuah  wadah  dimana  orang  berinteraksi  untuk  mencapai  suatu  tujuan  bersama.  Pemahaman  organisasi  ini menunjukkan   bahwa   dimana   pun   dan   kapan   pun   manusia   berada   (berinteraksi)   maka   disitu   muncul
organisasi. Pemahaman organisasi tidak lagi  sebagai suatu wadah organik dari orang-orang yang berkumpul untuk suatu tujuan, tetapi berkembang pada interaksi orang untuk maksud tertentu. Kemestian manusia saat ini berada dalam suatu organisasi ditujukan untuk mencapai tujuan bersama dengan lebih efektif dan efesien, bukan  semata-mata  suatu  kondisi  kebetulan.  Efektifitas  dan  efesiensi  ini  dapat  digambarkan  sebagai  100 sapu  lidi  yang  diikat  secara  bersamaan  akan  memiliki  kekuatan  yang  lebih  besar  untuk  membersihkan  satu halaman   dibandingkan   dengan   sejumlah   100   sapu   lidi   digunakan   secara   terpisah   untuk   membersihkan halaman.
Pendidikan  sebagai  investasi  dalam  pembangunan  sumber  daya  manusia  (SDM)  merupakan  upaya  yang dilakukan  dalam  konteks  organisasi,  apakah  keluarga,  masyarakat,  sekolah  atau  jenis  organisasi  lainnya. Pendidikan memiliki tujuan yang harus dicapai yang disebut tujuan pendidikan. Pada level negara, tujuan ini disebut  tujuan  pendidikan  nasional,  pada  level  propinsi  disebut  tujuan  pendidikan  provinsi,  pada  level kabupaten/kota  dikenal  dengan  tujuan  pendidikan  kab./kota,  dan  pada  sekolah  dikenal  dengan  pendidikan dengan  tujuan  pendidikan  sekolah.  Pencapaian  tujuan  ini   akan  lebih  efektif   dan  efesien  jika  dilakukan dengan  menggunakan  pendekatan  organisasi.  Dalam  perkembangan  zaman  saat  ini,  dimana  para  orang  tua disibukkan dengan berbagai pendidikan, proses pendidikan bagi anak-anak lebih banyak dipercayakan pada organisasi pendidikan formal ( sekolah/madrasah ).
Sekolah  dapat  dilihat  dari  dua  sisi,  yaitu  tempat  terjadinya  proses  pendidikan  dan  organisasi  pendidikan formal. Kedua-duanya memiliki tujuan yang sama yang dinamakan tujuan pendidikan sekolah. Misal tujuan pendidikan SMP Lab. School UPI. Pertanyaannya, apakah tujuan tersebut tujuan pendidikan atau organisasi sekolah?  Penyelenggaraan  pendidikan  dalam  sebuah  organisasi  menunjukkan  bahwa  keberadaan  organisasi pendidikan   tersebut   ditujukan   untuk   mencapai   tujuan   pendidikan   secara   efektif   dan   efesien.   Tujuan pendidikan dan tujuan sekolah sebagai organisasi pendidikan formal tidaklah terpisah. Pendidikan ditujukan bagi  orang-orang  yang  mengikuti  proses  pendidikan. Dan  proses  pendidikan  ini  berada  dalam  organisasi.
Dengan demikian, keberlangsungan proses pendidikan  ini  menjadi dasar bagi penetapan tujuan sekolah (sebagai suatu organisasi). Apakah mungkin penyelenggaraan pendidikan dilakukan   di luar organisasi? Jawabnya pasti tidak mungkin. Mengapa demikian? Di awal telah   diungkapkan   bahwa   keberadaan   manusia   saat   ini   tidak memungkinkan untuk berada di luar sebuah organisasi. Dalam konteks dari suatu Negara. Dan suatu negara memiliki sistem pendidikan tersendiri. Artinya setiap orang yang menjadi warga suatu negara dan tinggal di negara   tersebut   akan   menjadi   bagian   dari   pendidikan negara tersebut. Setiap sekolah atau lembaga pendidikan dimanapun saat ini harus mengikuti sistem penyelengaraan pendidikan sebagaimana diatur dalam perundang-undangan negara  tersebut. Di  Indonesia, setiap  lembaga  pendidikan  harus  mengikuti  Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka kesimpulannya adalah:
1.      Keluarga merupakan wadah bagi anak dalam proses belajarnya untuk mengembangkan dan membentuk diri dalam fungsi sosialnya. Di samping itu keluarga merupakan tempat belajar bagi anak dalam segala sikap untuk berbakti kepada Tuhan sebagai perwujudan nilai hidup yang tertinggi.
2.      Pendidikan di sekolah merupakan proses pembelajaran yang merupakan serangkaian kegiatan yang memungkinkan terjadinya perubahan struktur atau pola tingkah laku seseorang dalam kemampuan kognitif, afektif, dan keterampilan yang selaras, seimbang dan bersama-sama turut serta meningkatkan kesejahteraan sosial.
3.      Interaksi masyarakat tidak terlepas dari kebudayaan. Hubungan antara individu itu bukan sepihak melainkan timbal balik. Kebudayaan mempengaruhi individu dengan berbagai cara akan tetapi individu juga mempengaruhi kebudayaan sehingga terjadi perubahan sosial. Kebudayaan dapat dipandang sebagai cara-cara mengatasi masalah-masalah yang dihadapi.


DAFTAR PUSTAKA
Hasbulloh, (2009). Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Ihsan, Fuad. (2011). Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Sadulloh, Uyoh. dkk. (2010). Pedagogik (Ilmu Mendidik). Bandung: Alfabeta.

Purwanto, Ngalim. (2009). Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Comments system

Disqus Shortname