BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan senantiasa
mengiringi dan mengikuti setiap langkah manusia, dari mulai bangun tidur sampai
menjelang tidur. Pendidikan adalah sebuah cermin diri untuk melihat sejauhmana
dan bagaimana langkah yang telah kita lakukan. Pendidikan mengandung suatu
pengertian yang sangat luas, menyangkut seluruh aspek kepribadian manusia.
Pendidikan menyangkut hati nurani, nilai-nilai, perasaan, pengetahuan, dan
keterampilan.
John Dewey (Ruswandi,
dkk., 2009, hlm. 19) menyatakan bahwa “education
is the process without end”(pendidikan adalah suatu proses yang tak akan
pernah selesai/akhir). Pernyataan tersebut sama dengan pernyataan yang
dikemukakan oleh UNESCO, life long
education (pendidikan seumur hidup). Hal tersebut juga dikemukakan sesuai
sabda Nabi saw: “Tuntutlah ilmu itu mulai dari buaian sampai liang kubur”. Oleh
karena itu, tugas dan tanggung jawab pendidikan itu berlangsung secara kontinyu
dan berkesinambungan, tidak bersifat arsial tapi bersifat integral, sambung
menyambung dari satu jenjang ke jenjang yang lain untuk mengikuti kebutuhan
manusia.
Manusia tidak akan
pernah terlepas dari pendidikan dan manusia membutuhkan pendidikan. Oleh karena
itu, sepanjang manusia diberikan akal dan umur maka harus belajar secara terus menerus.
Tujuan pendidikan terhadap manusia adalah untuk membimbing dan mengarahkan
manusia supaya tumbuh dan berkembang sesuai dengan yang diharapkan, baik oleh
dirinya maupun oleh lingkungan masyarakatnya.
Terdapat lima macam
pranata sosial dalam masyarakat yaitu (Salam, 2002, hlm. 133):
1. Pranata
pendidikan
2. Pranata
ekonomi
3. Pranata
politik
4. Pranata
teknologi
5. Pranata
moral atau etika
Masing masing pranata
mempunyai fungsi tertentu bagi kelangsungan hidup dan perkembangan masyarakat.
Pranata pendidikan terletak pada upaya sosialisasi, sehingga warga masyarakat
memiliki kemampuan dan ciri-ciri pribadi sebagaimana yang diharapkan oleh
masyarakat bersangkutan. Hal
tersebut dapat dikupas lebih lanjut dalam makalah ini yang berjudul “Kajian
Empirik Tentang Pranata Pendidikan dalam Latar Budaya dan Organisasi”.
B.
Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah, maka konten makalah ini
dibatasi pada permasalahan-permasalahan sebagai berikut :
1.
Bagaimana
kajian empirik terhadap pendidikan keluarga dari latar budaya tertentu?
2.
Bagaimana
kajian empirik terhadap pendidikan sekolah dari latar mazhab tertentu?
3.
Bagaimana
kajian empirik terhadap pendidikan masyarakat dari latar budaya dan organisasi?
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan
dari pada penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1.
Kajian
empirik terhadap pendidikan keluarga dari latar budaya tertentu
2.
Kajian
empirik terhadap pendidikan sekolah dari latar mazhab tertentu
3.
Kajian
empirik terhadap pendidikan masyarakat dari latar budaya dan organisasi
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pendidikan keluarga dari latar budaya
tertentu
1.
Pengertian keluarga
Keluarga
merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama dalam masyarakat, karena
dalam keluargalah manusia dilahirkan dan berkembang menjadi dewasa. Menurut
Sadulloh (2010, hlm. 186) secara umum keluarga merupakan suatu lembaga yang
terdiri atas suami istri dan anak-anaknya yang belum menikah, hidup dalam
sebuah kesatuan kelompok berdasarkan ikatan tertentu. Sedangkan menurut
Hasbulloh (2009, hlm. 34) keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua,
bersifat informal, yang pertama dan utama dialami oleh anak serta lembaga
pendidikan yang bersifat kodrati orangtua bertanggung jawab memelihara,
merawat, melindungi dan mendidik anak agar tumbuh dan berkembang dengan baik.
Menurut Ki Hajar
Dewantara (Sadulloh, 2010, hlm. 188) alam keluarga merupakan “pusat pendidikan”
yang pertama dan terpenting, karena sejak munculnya peradaban kemanusiaan
sampai sekarang, kehidupan keluarga selalu mempengaruhi atau merupakan tempat
yang subur bagi tumbuhnya budi pekerti dalam diri manusia.
Adapun ciri-ciri
keluarga menurut Mc. Iver dan Page (M.I. Soelaeman, 1994 dalam Sadulloh, 2010,
hlm. 187) yaitu:
a. Adanya
hubungan berpasangan antar kedua jenis (pria dan wanita)
b.
Dikukuhkan
oleh ikatan pernikahan
c. Adanya
pengakuan terhadap keturunan (anak) yang dilahirkan dalam rangka hubungan
tersebut
d. Adanya
kehidupan ekonomi yang diselenggarakan secara bersama-sama
e. Diselenggarakannya
kehidupan berumah tangga
Berdasarkan
uraian di atas, dalam lingkungan keluarga terdapat proses pendidikan yang
diberikan oleh orangtua kepada anakanya. Keluarga merupakan lingkungan pertama
yang mengajarkan anak untuk mengenal dunia di luar dirinya dan keberhasilan
pendidikan anak di luar tergantung pola pendidikan yang diberikan oleh
keluarganya.
2. Fungsi
Keluarga
Keluarga
berfungsi untuk membekali setiap anggota keluarganya agar dapat hidup sesuai
dengan tuntutan nilai-nilai agama, pribbadi, dan lingkungan. Adapun fungsi
keluarga menurut M.I. Soelaeman (Sadulloh, 2010, hlm. 188-192) adalah sebagai
berikut:
a.
Fungsi
Edukasi
Keluarga
merupakan lingkungan yang pertama bagi anak di mana tanggung jawabnya dipikul
oleh orang tua sebagai salah satu unsur tri pusat pendidikan. Fungsi edukasi
dalam keluarga menyangkut penentuan dan pengukuhan landasan yang mendasari
upaya pendidikan, penyediaan sarananya, pengayaan wawasan, dan lain sebagainya
yang berkaitan dengan upaya pendidikan keluarga. Orang tua harus dapat
menciptakan situasi pendidikan dan mengundangnya pada perbuatan-perbuatan yang
mengarah kepada tujuan pendidikan dengan memberi contoh teladan disertai dengan
fasilitas yang memadai.
b.
Fungsi
Sosialisasi
Keluarga
merupakan lingkungan yang pertama kali memperkenalkan nilai-nilai sosial yang
berlaku dalam kehidupan sosial yang lebih luas. Lingkungan keluarga bertugas
tidak hanya mengembangkan individu yang memiliki kepribadian yang utuh, namun
juga mempersiapkan sebagai anggota masyarakat yang baik, berguna bagi kehidupan
masyarakatnya. Keluarga menjadi penghubung anak dengan kehidupan sosial, dengan
pembiasaan nilai-nilai norma-norma sosial yang berlaku di masyarakat.
c.
Fungsi
Proteksi (perlindungan)
Keluarga
berfungsi sebagai tempat memperoleh rasa aman, nyaman, damai dan tentram bagi
seluruh anggota keluarga sehingga terpenuhi kebahagiaan batin, juga secara
fisik keluarga harus melindungi anggotanya, memenuhi kebutuhan pangan, sandang,
dan papan. Nilai suatu perlindungan yang diberikan keluarga tidak saja terletak
pada materi dan kualitas serta frekuensinya, melainkan tergantung pada iklim
perasaan yang menyertai pemberian lindungan itu dengan kesungguhan dan
penerimaan lindungan oleh pihak yang bersangkutan (anak).
d.
Fungsi
Afeksi (Perasaan)
Fungsi
afeksi mendorong keluarga sebagai tempat untuk menumbuhkembangkan rasa cinta
dan kasih saying antara sesama anggota keluarga dan masyarakat serta
lingkungannya. Keluarga harus dapat menjalankan tugasnya menjadi lembaga
interaksi dalam ikatan batin yang kuat antar anggotanya, sesuai dengan status
peranan sosial masing-masing dalam kehidupan keluarga.
e.
Fungsi
Religius
Keluarga
sebagai wahana pembangunan insan-insan yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, bermoral, berakhlak dan berbudi pekerti luhur sesuai dengan
ajaran agamanya. Keluarga berkewajiban memperkenalkan dan mengajak anak kepada
kehidupan beragama dengan menciptakan iklim keluarga yang religious sehingga
dapat dihayati oleh anggota keluarganya.
f.
Fungsi
Ekonomi
Keluarga
sebagai tempat pemenuhan kebutuhan ekonomi, fisik, dan materil yang sekaligus
mendidik keluarga hidup efisien, ekonomis, dan rasional. Fungsi ekonomi
meliputi pencarian nafkah, perencanaan, serta pemanfaatan dan pembelajarannya.
Pada dasarnya laki-laki sebagai pemimpin rumah tangga yang menanggung nafkah
keluarga, seperti firman Allah SWT: “Laki-laki
itu menjadi tulang punggung (pemimpin, pengayom) perempuan, sebab Allah
melebihkan setengah mereka dari yang lain dank arena mereka (laki-laki) memberi
belanja dari hartanya (bagi perempuan).
g.
Fungsi
Rekreasi
Keluarga
harus menjadi lingkungan yang nyaman, menyenangkan, cerah, ceria, hangat, dan
penuh semangat. Keadaan ini dapat dibangun melalui kerja sama di antara anggota
keluarga yang diwarnai oleh hubungan insani yang didasari oleh adanya saling
mempercayai, saling menghormati dan mengagumi, saling mengerti serta adanya “take and give”.
h.
Fungsi
Biologis
Keluarga
menjadi tempat untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti kebutuhan
akan keterlindungan fisik seperti kesehatan, pangan, sandang, dan papan, dengan
syarat-syarat tertentu sehingga keluarga memungkinkan seluruh anggotanya dapat
hidup di dalamnya, sekurang-kurangnya dapat mempertahankan hidup.
3. Peranan
Pendidikan Keluarga
Menurut
J. J. Rousseau (Hasbulloh, 2009, hlm. 79) sebagai salah seorang pelopor ilmu jiwa
anak, mengutarakan betapa pentingnya pendidikan keluarga. Ia menganjurkan agar
pendidikan anak-anak disesuaikan dengan tiap-tiap masa perkembangannya sedari
kecilnya. Bagi seorang anak, keluarga merupakan persekutuan hidup pada
lingkungan keluarga di mana ia menjadi diri pribadi atau diri sendiri. Keluarga
merupakan wadah bagi anak dalam proses belajarnya untuk mengembangkan dan
membentuk diri dalam ungsi sosialnya. Di samping itu keluarga merupakan tempat
belajar bagi anak dalam segala sikap untuk berbakti kepada Tuhan sebagai
perwujudan nilai hidup yang tertinggi.
Adapun
peranan pendidikan keluarga bagi anak adalah (Hasbulloh, 2009, hlm. 39-43)
a.
Pengalaman
pertama masa kanak-kanak
Lembaga
pendidikan keluarga memberikan pengalaman pertama yang merupakan faktor penting
dalam perkembangan pribadi anak. Suasana pendidikan keluarga sangat penting
diperhatikan, sebab dari sinilah keseimbangan jiwa di dalam perkembangan
individu selanjutnya ditentukan.
Sebagaimana
yang telah dikemukakan bahwa pendidikan keluarga adalah pertama dan utama.
Pertama, maksudnya bahwa kehadiran anak di dunia ini disebabkan hubungan kedua
orangtuanya. Mengingat orang tua adalah orang dewasa, maka merekalah yang harus
bertanggung jawab terhadap anak. Kewajiban orang tua tidak hanya sekedar
memelihara eksistensi anak untuk menjadikannya kelak sebagai seorang pribadi,
tetapi juga memberikan pendidikan anak sebagai individu yang tumbuh dan
berkembang.
Sedangkan
utama, maksudnya adalah bahwa orang tua bertanggung jawab pada pendidikan anak.
Terserah orang tua untuk memberikan corak warna yang dikehendaki terhadap
anaknya. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa kehidupan seorang anak pada saat
itu benar-benar tergantung kepada kedua orang tuanya.
b.
Menjamin
kehidupan emosional anak
Kehidupan
emosional merupakan salah satu faktor yang terpenting di dalam membentuk
pribadi seseorang. Untuk itulah melalui pendidikan keluarga ini, kehidupan
emosional atau kebutuhan akan rasa kasih
saying dapat dipenuhi atau dapat berkembang dengan baik, hal ini dikarenakan
adanya hubungan darah antara pendidik dan anak didik, sebab orang tua hanya
menghadapi sedikit anak didik dank arena hubungan tadi didasarkan atas rasa
cinta kasih saying murni.
c.
Menanamkan
dasar pendidikan moral
Keluarga
merupakan penanaman utama dasar-dasar moral bagi anak, yang biasanya tercermin
dalam sikap dan perilaku orang tua sebagai teladan yang dapat dicontoh anak.
Dalam hubungan ini Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa:
Rasa cinta, rasa
bersatu dan lain-lain perasaan dan keadaan jiwa pada umumnya sangat berfaedah
untuk berlangsunya pendidikan, teristimewa pendidikan budi pekerti, terdapatlah
di dalam hidup keluarga dalam sifat yang kuat dan murni, shingga tak dapat pusat-pusat
pendidikan lainnya menyamainya.
d.
Memberikan
dasar pendidikan sosial
Perkembangan
kesadaran sosial pada anak-anak dapat dipupuk sedini mungkin, terutama lewat
kehidupan keluarga yang penuh rasa tolong-menolong, gotong royong secara
kekeluargaan, menolong saudara atau tetangga yang sakit, bersama-sama menjaga
ketertiban, kedamaian, kebersihan, dan keserasian dalam segala hal.
e.
Peletakan
dasar-dasar keagamaan
Masa
kanak-kanak adalah masa yang paling baik untuk meresapkan dasar-dasar hidup
beragama, dalam hal ini tentu saja terjadi dalam keluarga. Kehidupan dalam
keluarga hendaknya memberikan kondisi kepada anak untuk mengalami suasana hidup
keagamaan.
4. Pendidikan Keluarga Dalam Latar Budaya Tertentu
Pada dasarnya
pendidikan tidak akan
pernah bisa dilepaskan
dari ruang lingkup
kebudayaan. Kebudayaan merupakan hasil
perolehan manusia selama
menjalin interaksi kehidupan
baik dengan lingkungan
fisik maupun non fisik. Hasil
perolehan tersebut berguna
untuk meningkatkan kualitas
hidup manusia. Proses hubungan antar
manusia dengan lingkungan
luarnya telah mengkisahkan suatu
rangkaian pembelajaran
secara alamiah. Pada akhirnya
proses tersebut mampu melahirkan sistem
gagasan, tindakan dan hasil karya manusia.
Disini
kebudayaan dapat disimpulkan sebagai hasil pembelajaran manusia dengan alam.
Alam telah mendidik manusia melalui
situasi tertentu yang
memicu akal budi
manusia untuk mengelola
keadaan menjadi sesuatu yang berguna bagi kehidupannya. Antara pendidikan
dan kebudayaan terdapat
hubungan yang sangat
erat dalam arti
keduanya berkenaan dengan suatu
hal yang sama
yakni nilai-nilai.
Dalam konteks
kebudayaan justru pendidikan
memainkan peranan sebagai agen
pengajaran nilai-nilai budaya.
Karena pada dasarnya
pendidikan yang berlangsung adalah suatu proses pembentukan
kualitas manusia sesuai dengan
kodrat budaya yang dimiliki.
Oleh karena itu kebudayaan
diturunkan kepada generasi
penerusnya lewat proses
belajar tentang tata
cara bertingkah laku. Sehingga secara
wujudnya, substansi kebudayaan
itu telah mendarah
daging dalam kepribadian anggota-anggotanya.
Kita bisa
mengambil contoh konkret
kebudayaan yang ada
di masyarakat, misalnya
budaya Sunda. Kebudayaan Sunda
kaya akan kearifan
lokal masyarakatnya. Meskipun zaman
sudah semakin modern namun
budaya Sunda masih
tetap eksis di
kalangan masyarakat. Hal ini
diakibatkan karena masyarakatnya sering menggunakan, melestarikan kebudayaan
Sunda tersebut. Dalam pakaian
budaya Sunda semakin memunculkan ide-ide kreatif,
misalnya: kebaya. Kebaya dimodifikasi semenarik mungkin dengan rancangan dan hasil
yang sangat diminati
konsumen masa kini. Makanan
tradisional orang Sunda pun begitu
nikmat, nasi liwet tersedia
di berbagai daerah. Karena rasanya
yang khas, dilengkapi
dengan lalap-lapan, lauk,
dan sambal yang menggugah
selera makan. Selain itu
dari keseniannya pun
budaya Sunda tak
kalah menarik. Angklung, gamelan,
lagu-lagu tradisional, tari-tari
tradisional seperti tari
jaipongan, tari rampak
gendang, tari merak, dan lain sebagainya sudah sangat diminati masyarakat
baik masyrakat Sunda maupun luar Sunda. Hal
ini didukung dan
digemari masyarakat karena
seringnya dilakukan pagelaran
dan pameran budaya Sunda. Sehingga masyarakat
semakin tertarik dengan
kekayaan budaya Sunda. Acara
pementasan ini pun tidak
hanya dilakukan di
dalam negeri tapi
sudah mendunia. Sehingga
bangsa luar pun
mengenal dan menyukai kebudayaan
yang ada di
Indonesia. Dalam bahasa,
Sunda memiliki 3
penggunaan,yaitu bahasa loma (dengan
sesama), sedeng (sedang),
dan lemes (halus).
Bahasa tersebut dipergunakan
dengan siapa lawan bicara kita
lebih tua, lebih muda, atau sesama dengan kita. Bahasa Sunda pun unik, enak
didengar dan menarik sekali jika
bukan orang Sunda
asli yang mengucapkannya. Bahasa Sunda
sering digunakan dalam acara-acara di
media elektronik sehingga
banyak masyarakat yang
ingin mempelajari bahasa
Sunda. Selain itu dalam budaya Sunda dikenal bahwa orang Sunda ramah
tamah dan tidak suka dengan kekerasan. Sehingga masyarakat semakin banyak yang
menyukai kebudayaan Sunda.
Kebudayaan Sunda
tersebut bisa memiliki
kekayaan kearifan lokal
yang sangat tinggi
sehingga menjadi langkah dalam
rangka terwujudnya tujuan
pendidikan nasional. Menempatkan pendidikan
berbasis budaya mewujudkan masyarakat
Indonesia yang semakin
terinernalisasi pendidikan berbasis
budaya dalam setiap aktivitas hidupnya. Tujuan pendidikan pengajaran nasional untuk mencapai peningkatan nasional, pembangunan nasional,
pendidikan nasional (tanpa
mengabaikan keimanan dan
ketakwaan), institusional, kulikuler,
maupun instruksional dapat terwujud jika seluruh lapisan masyarakat ikut
membangun pendidikan berbasis
budaya demi terciptanya
manusia Indonesia yang
seutuhnya dan masyarakat
Indonesia yang seluruhnya.
Pola hidup
dan pola pikir
yang dijalani oleh
masyarakat suku sunda
itu memiliki sifat
yang seimbang, contohnya saja
dalam hal beradaptasi. Mereka harus bisa beradaptasi dengan baik apalagi bila
mereka sudah tinggal di dalam
lingkungan yang berbeda-beda
suku secara otomatis
mereka akan berpola
pikir bahwa mereka harus
bersifat ramah-tamah dan saling menghargai antara sesama. Pola pikir
yang telah mengalami perkembangan pada
suku sunda ini
sangat amat berdampak
positif terhadap pola
hidup mereka. Dengan pengetahuan dan
juga pendidikan yang sudah
cukup banyak didapat
oleh masyarakat suku
sunda tersebut dan juga
dengan teknologi yang
semakin berkembang menyebabkan
pola hidup yang
begitu baik bagi mereka, misalnya saja jika mereka
bersekolah tinggi dan mendapat nilai yang baik dan bagus secara otomatis mereka akan
bekerja dan di
tempatkan pada posisi
yang tinggi dan
mendapatkan gaji cukup
pula dan itu menyebabkan pola hidup mereka akan jauh
lebih baik. Tetapi jika mereka hanyalah mengenyam pendidikan yang kurang baik
maka pola hidup mereka pun akan serta-merta tidak baik pula. Jadi pada intinya
pola hidup dan pola pikir itu sangatlah berpengaruh bagi kehidupan mereka.
B.
Pendidikan Sekolah Dari Latar Mazhab Tertentu
1.
Konsep Pendidikan Sekolah
Pada dasarnya
pendidikan di sekolah merupakan bagian dari pendidikan dalam keluarga, yang
sekaligus juga merupakan lanjutan dari pendidikan dalam keluarga. Di samping
itu, kehidupan di sekolah adalah jembatan bagi anak yang menghubungkan
kehidupan dalam keluarga dengan kehidupan dalam masyarakat kelak.
Menurut
Hasbulloh (2009, hlm. 46) pendidikan sekolah adalah pendidikan yang diperoleh
seseorang di sekolah secara teratur, sistematis, bertingkat, dan dengan
mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat (mulai dari taman Kanak-kanak
sampai perguruan tinggi). Sedangkan menurut Sadulloh (2010, hlm. 197) pendidikan
di sekolah merupakan proses pembelajaran yang merupakan serangkaian kegiatan
yang memungkinkan terjadinya perubahan struktur atau pola tingkah laku
seseorang dalam kemampuan kognitif, afektif, dan keterampilan yang selaras,
seimbang dan bersama-sama turut serta meningkatkan kesejahteraan sosial.
Beberapa
karakteristik proses pendidikan yang berlangsung di sekolah yaitu sebagai
berikut (Wens Tanlain, dkk dalam Hasbulloh, 2009, hlm. 46-47):
a.
Pendidikan
diselenggarakan secara khusus dan dibagi atas jenjang yang memiliki hubungan
hierarkis
b.
Usia
anak didik di suatu jenjang pendidikan relatif homogen
c.
Waktu
pendidikan relatif lama sesuai dengan program pendidikan yang harus
diselesaikan
d.
Materi
atau isi pendidikan lebih banyak bersifat akademis dan umum
e.
Adanya
penekanan tentang kualitas pendidikan sebagai jawaban terhadap kebutuhan di
masa yang akan datang.
Sebagai lembaga
pendidikan formal, sekolah yang lahir dan berkembang secara efektif dan efisien
dari dan oleh serta untuk masyarakat, merupakan perangkat yang berkewajiban
memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam mendidik warga negara. Sekolah
dikelola secara formal, hierarkis, dan kronologis yang berhaluan pada falsafah
dan tujuan nasional pendidikan.
2.
Fungsi dan Peranan Pendidikan Sekolah
Fungsi dan peran
sekolah sebagaimana pendapat Suwarno (Hasbulloh, 2009, hlm. 50-51) adalah
sebagai berikut:
a.
Mengembangkan
kecerdasan pikiran dan memberikan pengetahuan
Selain bertugas untuk
mengembangkan pribadi anak didik secara menyeluruh, fungsi sekolah yang lebih
penting sebenarnya adalah menyampaikan pengetahuan dan melaksanakan pendidikan
kecerdasan.
b.
Spesialisasi
Sekolah mempunyai
fungsi sebagai lembaga sosial yang spesialisasinya dalam bidang pendidikan dan
pengajaran.
c.
Efisiensi
Terdapatnya sekolah
sebagai lembaga sosial yang berspesialisasi di bidang pendidikan dan
pengajaran, maka pelaksanaan pendidikan dan pengajaran dalam masyarakat menjadi
lebih efisien dengan alasan sebagai berikut:
1)
Seumpama
tidak ada sekolah, dan pekerjaan mendidik hanya harus dipikul oleh keluarga,
maka hal ini tidak efisien, karena orang tua terlalu sibuk dengan pekerjaannya,
serta banyak orang tua tidak mampu melaksanakan pendidikan dimaksud.
2)
Pendidikan
sekolah dilaksanakan dalam program yang etrtentu dan sistematis
3)
Di
sekolah dapat dididik sejumlah besar anak secara sekaligus
d.
Sosialisasi
Sekolah mempunyai
peranan penting di dalam proses sosialisasi yaitu proses membantuperkembangan
individu menjadi makhluk sosial, makhluk yang dapat beradaptasi dengan baik di
masyarakat. Sebab bagaimanapun pada akhirnya di aberada di masyarakat.
e.
Konservasi
dan transmisi kultural
Fungsi lain dari seklah
adalah memelihara warisan budaya yang hidup dalam masyarakat dengan jalan
menyampaikan warisan kebudayaan tadi (transmisi kultural) kepada generasi muda,
dalam hal ini tentunya adalah anak didik.
f.
Transisi
dari rumah ke masyarakat
Ketika berada di
keluarga, kehidupan anak serba mengantungkan diri pada orang tua, maka memasuki
sekolah di mana ia mendapat kesempatan untuk melatih berdiri sendiri dan
tanggung jawab sebagai persiapan sebelum ke masyarakat.
3.
Pendidikan Sekolah Dari Latar Mazhab Tertentu
a.
Aliran
Nativisme
Aliran nativisme
dipelopori oleh Schopenhauer (filosof Jerman: 1788-1860) berpendapat bahwa “The world is my idea, the world like man, is
through idea”. Segala kejadian di dunia dipandangnya sebagai manifestasi
dari benih yang ada padanya sejak semula. Perkembangan manusia hanya merupakan
semacam penjabaran yang telah dibawakan dari yang telah disiapkan semula, yang
telah dibawakan sejak kelahirannya.
Aliran ini
berkeyakinan bahwa anak yang baru lahir membawa bakat, kesanggupan, dan
sifat-sifat tertentu. Bakat, kemampuan, dan sifat-sifat yang dibawa sejak lahir
sangat menentukan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak manusia.
Adapun
tujuan-tujuan dari aliran nativisme adalah:
1)
Mampu
memunculkan bakat yang dimiliki
Diharapkan dengan
pendidikan di sekolah anak didik bisa mengoptimalkan bakat yang dimiliki
dikarenakan telah mengetahui bakat yang bisa dikembangkannya.
2)
Mendorong
manusia mewujudkan diri yang berkompetensi
Anak didik harus lebih
kreatif dan inovatif dalam upaya pengembangan bakat dan minat agar menjadi
manusia yang berkompetensehingga bisa bersaing dengan orang lain dalam
menghadapi tantangan zaman.
3)
Mendorong
manusia dalam menentukan pilihan
Diharapkan anak didik
bisa bersikap bijaksana terhadap menentukan pilihannya dan apabila telah
menentukan pilihannya anak didik tersebut akan berkomitmen dan berpegang teguh
terhadap pilihannya tersebut dan meyakini bahwa sesuatu yang dipilihnya adalah
yang terbaik untuk dirinya.
4)
Mendorong
manusia untuk mengembangkan potensi diri dalam diri seseorang
Teori ini dikemukakan
untuk menjadikan manusia berperan aktif dalam pengembangan potensi diri yang
dimiliki agar mansuia memiliki ciri khas atau ciri khusus sebagai jati diri
manusia.
5)
Mendorong
manusia mengenali bakat minat yang dimiliki
Manusia akan mudah
mengenali bakat yang dimiliki dengan artian semakin dini manusia mengenali
bakat yang dimiliki maka dengan hal itu manusia dapat lebih memaksimalkan
bakatnya sehingga bisa lebih optimal.
b.
Aliran
Naturalisme
Aliran
naturalisme dipelopori oleh Rousseau berpandangan bahwa semua anak yang
dilahirkan berpembawaan baik, dan pembawaan baik anak tersebut akan menjadi
rusak karena dipengaruhi lingkungan. Dalam aliran naturalisme memiliki tiga
prinsip tentang proses pembelajaran diantaranya adalah:
1)
Anak
didik belajar melalui pengalamannya sendiri.
Terjadinya interaksi
antara pengalaman dengan kemampuan pertumbuhan
dan perkembangan didalam dirinya secara alami
2)
Pendidik
hanya menyediakan lingkungan belajar yang menyenangkan
Pendidik berperan
sebagai fasilitator atau narasumber yang menyediakan lingkungan yang mampu
mendorong keberanian anak didik kea rah pandangan yang positif dan tanggap
terhadap kebutuhan untuk memperoleh bimbingan dan sugesti dari pendidik.
3)
Program
pendidikan di sekolah harus disesuaikan dengan minat dan bakat dengan
menyediakan lingkungan belajar yang berorientasi kepada pola belajar anak
didik.
c.
Aliran
Empirisme
Pandangan
empirisme dari John Locke mengatakan bahwa keadaan manusia saat dilahirkan
diumpamakan sebagai “tabula rasa” yaitu sebuah meja yang dilapisi lilin, yang
digunakan di sekolah dalam rangka belajar menulis. Teori tabula rasa mengatakan
bahwa anak yang baru dilahirkan itu dapat diumpamakan sebagai kertas putih
bersih yang belum ditulisi. Sejak lahir anak tidak memiliki bakat dan pembawaan
apa-apa, anak dapat dibentuk semaunya pendidik. Menurut aliran empirisme,
lingkungan menjadi penentu perkembangan seseorang, karena baik buruknya perkembangan
pribadi seseorang sepenuhnya ditentukan oleh lingkungan atau pendidikan.
C.
Pendidikan Masyarakat Dari Latar Budaya
dan Organisasi
1.
Konsep Pendidikan Masyarakat
Masyarakat
mencakup sekelompok orang yang berinteraksi antar sesamanya, saling tergantung
dan terikat oleh nilai dan norma yang dipatuhi bersama, serta pada umumnya
bertempat tinggal di wilayah tertentu dan adakalnya mereka memiliki hubungan
darah atau memiliki kepentingan bersama (Sadulloh, 2010, hlm. 204). Masyarakat
sebagai kesatuan hidup memiliki ciri seperti dikemukakan oleh Tirtarahardja dan
La Sulo (2000) yaitu antara lain:
a. Ada
interaksi antara warga warganya
b. Pola
tingkah laku warganya diatur oleh adat istiadat, norma-norma, hukum, dan
aturan-aturan yang khas
c. Ada
rasa identitas kuat yang mengikat pada warganya
Selanjutnya
kaitan antara masyarakat dan pendidikan menurut Tirtarahardja dan La Sulo
(2000) dapat ditinjau dari tiga aspek yaitu:
a. Masyarakat
sebagai penyelenggara pendidikan, baik yang dikembangkan (jalur sekolah dan
luar sekolah) maupun yang tidak dikembangkan (jalur luar sekolah).
b. Lembaga-lembaga
kemasyarakatan dan/atau kelompok sosial di masyarakat baik langsung maupun
tidak langsung, ikut mempunyai peran dan fungsi pendidikan.
c. Dalam
masyarakat tersedia berbagai sumber belajar baik yang dirancang maupun yang
dimanfaatkan.
Dalam
konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan ketiga setelah keluarga dan
sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini, telah mulai ketika
anak-anak untuk beberapa waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan berada di
luar pendidikan sekolah. Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang
dalam masyarakat banyak sekali, ini meliputi segala bidang baik pembentukan
kebiasaan-kebiasaan, pembentukan pengertian-pengertian (pengetahuan), sikap dan
minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan.
Lembaga
pendidikan yang dalam istilah UU No. 20 Tahun 2003 disebut dengan jalur
pendidikan non formal ini, bersifat fungsional dan praktis yang bertujuan untuk
meningkatkan kemmapuan dan keterampilan kerja peserta didik yang berguna bagi
usaha perbaikan taraf hidupnya.
Pendidikan
ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Hasbulloh, 2009, hlm. 56):
a.
Pendidikan
diselenggarakan dengan sengaja di luar sekolah
b.
Pserta
umumnya mereka yang sudah tidak bersekolah atau drop out
c.
Pendidikan
tidak mengenal jenjang, dan program pendidikan untuk jangka waktu pendek
d.
Peserta
tidak perlu homogen
e.
Ada
waktu belajar dan metode formal, serta evaluasi yang sistematis
f.
Isi
pendidikan bersifat praktis dan khusus
g.
Keterampilan
kerja sangat ditekankan sebagai jawaban terhadap kebutuhan meningkatkan taraf
hidup
2.
Peranan Masyarakat Dalam Pendidikan
Masyarakat
merupakan lembaga pendidikan yang ketiga setelah pendidikan keluarga dan
pendidikan di lingkungan sekolah. Lembaga pendidikan yang diselnggarakan oleh
masyarakat adalah salah satu unsur pelaksana asas pendidikan seumur hidup.
Pendidikan yang diberikan di lingkungan keluarga dan sekolah sangat terbatas,
di masyarakatlah orang akan meneruskannya hingga akhir hidupnya. Segala
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh di lingkungan pendidikan keluarga
dan di lingkungan sekolah akan dapat berkembang dan dirasakan manfaatnya dalam
masyarakat.
Tanggung jawab
masyarakat terhadap pendidikan sebenarnya masih belum jelas, tidak sejelas
tanggung jawab pendidikan di lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Hal
ini disebabkan faktor waktu, hubungan, sifat da nisi pergaulan yang terjadi di
dalam masyarakat. Waktu pergaulan terbatas, hubungannya hanya pada waktu-waktu
tertentu, sifat pergaulannya bebas, dan isinya sangat kompleks dan beraneka
ragam.
Masyarakat
mempunyai peran yang sangat besar dalam pelaksanaan pendidikan nasional. Peran
masyarakat antara lain menciptakan suasana pendidikan nasional, ikut
menyelenggarakan pendidikan nonpemerintah (swasta), membantu pengadaan tenaga,
biaya, sarana dan prasarana, menyediakan lapangan pekerjaan, membantu
pengembangan profesi baik secara langsung maupun tidak langsung.
3.
Pendidikan Masyarakat Dari Latar Budaya
dan Organisasi
a.
Pendidikan Masyarakat Dalam Latar Budaya
Manusia adalah makhluk
sosial ia hidup dalam hubungannya dengan orang lain dan hidupnya bergantung
pada orang lain. Karena itu manusia tak mungkin hidup layak di luar masyarakat.
Masyarakat sangat luas dan dapat meliputi seluruh umat manusia. Masyarakat
teridiri atas berbagai kelompok, yang besar maupun yang kecil tergantung dari
jumlah anggota kelompoknya.
Interaksi
masyarakat tidak terlepas dari kebudayaan. Hubungan antara individu itu bukan
sepihak melainkan timbal balik. Kebudayaan mempengaruhi individu dengan
berbagai cara akan tetapi individu juga mempengaruhi kebudayaan sehingga
terjadi perubahan sosial. Kebudayaan dapat dipandang sebagai cara-cara
mengatasi masalah-masalah yang dihadapi.
Dalam kebudayaan
di masyarakat dapat dibedakan dengan kebudayaan eksplisit yang dapat diamati
secara langsung dalam kelakuan verbal maupun non verbal pada anggota
masyarakat. Kelakuan eksplisit misalnya dapat dilihat pada kelakuan dua orang
atau lebih dalam situasi normal menurut peranan masing-masing misalnya
interaksi antara suami-istri, orangtua-anak, guru-murid, dan sebagainya.
Kebudayaan implisit dalam masyarakt terdiri atas kepercayaan, nilai-nilai dan norma-norma
yang dapat ditafsirkan ahli antropologi untuk menjelaskan berbagai kelakuan
anggota masyarakat.
Dengan nilai
kebudayaan anggota masyarakat mengetahui apakah yang layak, pantas, baik, atau
seharusnya. Nilai-nilai dapat bersifat positif yakni apa yang diinginkan dan
negatif apa yang tidak diinginkan, misalnya masalah kebersihan dan kesopanan
atau soal penipuan dan kekerasan.
Dalam tiap
kelompok, keluarga, sekolah, masyarakat terdapat cara-cara berpikir dan berbuat
yang diterima dan diharapkan oleh setiap anggota masyarakat. Pola kelakuan yang
secara umum terdapat dalam suatu masyarakat disebut kebudayaan. Kebudayaan
meliputi keseluruhan pengetahuan, kepercayaan, keterampilan, kesenian, moral,
hukum, adat istiadat, dan kebiasaan manusia sebagai anggota masyarakat.
Aturan-aturan
pendidikan dalam masyarakat merupakan interaksi antara manusia dengan
lingkungannya, yang akan membentuk manusia sesuai dengan kebudayaan yang
dipakai dalam masyarakat tersebut. Pendidikan setiap kelompok masyarakat akan
berbeda. Pendidikan akan tercermin pada perbuatan-perbuatan atau tingkah laku
individu.
b.
Pendidikan Masyarakat Dalam Latar Organisasi
Manusia adalah
makhluk sosial, karenanya setiap manusia akan saling memerlukan dalam memenuhi
kebutuhannya. Antara sesama manusia juga
dituntut untuk saling bekerja sama, saling menghargai dan menghormati untuk mempertahankan hidupnya
di muka bumi ini. Adanya alasan sosial
di atas menjadi
salah satu pendorong
bagi manusia untuk
membentuk suatu perkumpulan yang
biasa disebut "organisasi". Organisasi ini amat dibutuhkan untuk
mewujudkan setiap cita-cita yang disepakati
oleh anggota organisasi
secara bersama. Oleh
karena itu, organisasi
tumbuh dan berkembang begitu
pesat di tengah-tengah
masyarakat.
Organisasi itu
juga dibentuk dalam
berbagai aspek
kehidupan, seperti
pemerintahan, perusahaan, politik, hukum, ekonomi, dan termasuk bidang
pendidikan. Organisasi merupakan bagian
yang tak terpisahkan
dari kehidupan manusia.
Setiap manusia hidup
dalam sebuah organisasi. Organisasi
merupakan sebuah wadah
di mana orang
berinteraksi untuk mencapai
suatu tujuan bersama. Pemahaman organisasi ini menunjukkan bahwa di mana
pun dan kapan pun manusia berada atau
berinteraksi maka disitu
muncul organisasi tidak
lagi sebagai suatu
wadah organik dari orang-orang yang berkumpul untuk suatu
tujuan, tetapi berkembang pada interaksi orang untuk maksud tertentu.
Keberadaan manusia
di dunia ini
tidak luput dari
keanggotaan suatu organisasi.
Organisasi merupakan sebuah wadah
dimana orang berinteraksi
untuk mencapai suatu
tujuan bersama. Pemahaman
organisasi ini menunjukkan bahwa
dimana pun dan
kapan pun manusia
berada (berinteraksi) maka
disitu muncul
organisasi. Pemahaman
organisasi tidak lagi sebagai suatu
wadah organik dari orang-orang yang berkumpul untuk suatu tujuan, tetapi
berkembang pada interaksi orang untuk maksud tertentu. Kemestian manusia saat ini
berada dalam suatu organisasi ditujukan untuk mencapai tujuan bersama dengan
lebih efektif dan efesien, bukan
semata-mata suatu kondisi
kebetulan. Efektifitas dan
efesiensi ini dapat
digambarkan sebagai 100 sapu
lidi yang diikat
secara bersamaan akan
memiliki kekuatan yang
lebih besar untuk
membersihkan satu halaman dibandingkan dengan
sejumlah 100 sapu
lidi digunakan secara
terpisah untuk membersihkan halaman.
Pendidikan sebagai investasi
dalam pembangunan sumber
daya manusia (SDM)
merupakan upaya yang dilakukan dalam
konteks organisasi, apakah
keluarga, masyarakat, sekolah
atau jenis organisasi
lainnya. Pendidikan memiliki tujuan yang harus dicapai yang disebut
tujuan pendidikan. Pada level negara, tujuan ini disebut tujuan
pendidikan nasional, pada
level propinsi disebut
tujuan pendidikan provinsi,
pada level kabupaten/kota dikenal
dengan tujuan pendidikan
kab./kota, dan pada
sekolah dikenal dengan
pendidikan dengan tujuan pendidikan
sekolah. Pencapaian tujuan
ini akan lebih
efektif dan efesien
jika dilakukan dengan menggunakan
pendekatan organisasi. Dalam
perkembangan zaman saat ini,
dimana para orang
tua disibukkan dengan berbagai pendidikan, proses pendidikan bagi
anak-anak lebih banyak dipercayakan pada organisasi pendidikan formal (
sekolah/madrasah ).
Sekolah dapat
dilihat dari dua
sisi, yaitu tempat
terjadinya proses pendidikan
dan organisasi pendidikan formal. Kedua-duanya memiliki
tujuan yang sama yang dinamakan tujuan pendidikan sekolah. Misal tujuan pendidikan
SMP Lab. School UPI. Pertanyaannya, apakah tujuan tersebut tujuan pendidikan
atau organisasi sekolah?
Penyelenggaraan pendidikan dalam
sebuah organisasi menunjukkan
bahwa keberadaan organisasi pendidikan tersebut
ditujukan untuk mencapai
tujuan pendidikan secara
efektif dan efesien.
Tujuan pendidikan dan tujuan sekolah sebagai organisasi pendidikan formal
tidaklah terpisah. Pendidikan ditujukan bagi
orang-orang yang mengikuti
proses pendidikan. Dan proses
pendidikan ini berada
dalam organisasi.
Dengan demikian,
keberlangsungan proses pendidikan
ini menjadi dasar bagi penetapan
tujuan sekolah (sebagai suatu organisasi). Apakah mungkin penyelenggaraan
pendidikan dilakukan di luar
organisasi? Jawabnya pasti tidak mungkin. Mengapa demikian? Di awal telah diungkapkan
bahwa keberadaan manusia
saat ini tidak memungkinkan untuk berada di luar
sebuah organisasi. Dalam konteks dari suatu Negara. Dan suatu negara memiliki sistem
pendidikan tersendiri. Artinya setiap orang yang menjadi warga suatu negara dan
tinggal di negara tersebut akan
menjadi bagian dari
pendidikan negara tersebut. Setiap sekolah atau lembaga pendidikan
dimanapun saat ini harus mengikuti sistem penyelengaraan pendidikan sebagaimana
diatur dalam perundang-undangan negara
tersebut. Di Indonesia, setiap lembaga
pendidikan harus mengikuti
Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka
kesimpulannya adalah:
1.
Keluarga
merupakan wadah bagi anak dalam proses belajarnya untuk mengembangkan dan
membentuk diri dalam fungsi sosialnya. Di samping itu keluarga merupakan tempat
belajar bagi anak dalam segala sikap untuk berbakti kepada Tuhan sebagai
perwujudan nilai hidup yang tertinggi.
2.
Pendidikan
di sekolah merupakan proses pembelajaran yang merupakan serangkaian kegiatan
yang memungkinkan terjadinya perubahan struktur atau pola tingkah laku
seseorang dalam kemampuan kognitif, afektif, dan keterampilan yang selaras,
seimbang dan bersama-sama turut serta meningkatkan kesejahteraan sosial.
3.
Interaksi
masyarakat tidak terlepas dari kebudayaan. Hubungan antara individu itu bukan
sepihak melainkan timbal balik. Kebudayaan mempengaruhi individu dengan
berbagai cara akan tetapi individu juga mempengaruhi kebudayaan sehingga
terjadi perubahan sosial. Kebudayaan dapat dipandang sebagai cara-cara
mengatasi masalah-masalah yang dihadapi.
DAFTAR PUSTAKA
Hasbulloh,
(2009). Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Ihsan, Fuad.
(2011). Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sadulloh, Uyoh.
dkk. (2010). Pedagogik (Ilmu Mendidik). Bandung: Alfabeta.
Purwanto,
Ngalim. (2009). Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar