MINGGU lalu publik dikejutkan
dengan pemberitaan di media tentang gempa bumi bermagnitudo 7 yang mengguncang
Lombok, Nusa Tenggara Barat dan wilayah sekitarnya. Badan Meteorologi,
Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat ada 132 gempa susulan terhitung sejak
gempa bermagnitudo 7 hingga Senin pukul 08.00 WIB.
Gempa
bumi bukan hanya menelan korban jiwa dan korban luka, namun juga menghilangkan
harta milik warga. Segala daya upaya mesti dilakukan oleh negara demi
menyelamatkan para korban. Perlu ditekankan bahwa menanggulangi bencana dengan
menciptakan ketergantungan dan mentalitas pasrah adalah tindakan penyelamatan
yang mempercepat kematian.
Hal
ini tak boleh dibiarkan terjadi. Sampai hati bila negara membiarkan warganya
merasa kesepian menghadapi bencana dan hanya beralas kesabaran semata. Melalui
beragam cara warga mesti menyaksikan “kebesaran” Indonesia hadir saat mereka
didera musibah dan bencana seperti yang terjadi berikut ini.
Kesatu,
pascagempa Presiden Jokowi mengunjungi korban gempa di Desa Madayin, Kecamatan
Sambelia, Selong, Lombok Timur, NTB, dan mengatakan pemerintah akan memberikan
bantuan sebanyak 50 juta per rumah korban gempa yang mengalami kerusakan. Selain
itu, Presiden Jokowi sudah langsung berkoordinasi dengan Menteri Koordinator
Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto untuk mengkoordinasikan penanganan
pascagempa.
Kedua,
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) terus melakukan penggalangan dana dan
bantuan untuk membantu korban gempa bumi. Penggalangan dana ini dilakukan
dengan melibatkan pegawai di lingkungan Kemnaker dan seluruh warga. Sementara
itu, Kemnaker melalui Balai Latihan Kerja (BLK) Lombok Timur telah menyalurkan
bantuan kepada para korban gempa bumi di Lombok.
Ketiga,
Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan dana bantuan untuk korban gempa di
Lombok, tersedia dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dana
bantuan itu dikategorikan sebagai emergency atau reaksi darurat. Keempat, Menteri
Sosial Idrus Marham memastikan telah terjalin koordinasi antara pihaknya
dengan pihak-pihak terkait untuk meningkatkan dukungan bantuan kepada para warga
terdampak gempa bumi. Peningkatan itu mencakup pendirian tenda hingga dapur
umum.
Kelima,
Pemprov Jawa Barat telah mengirimkan bantuan uang Rp 3,1 miliar untuk
meringankan korban bencana gempa bumi sebagai wujud kepedulian warga Jabar atas
bencana gempa bumi yang terjadi di Lombok. Lebih dari itu, Wali Kota Bandung Ridwan
Kamil melalui akun instagramnya menjelaskan bahwa ”sudah terkumpul dalam 2 hari
361 juta dari 2500-an donatur dan beragam netizen untuk bencana gempa bumi di
Lombok”. Sambil menggalang dana tim mereka sudah berada di Lombok sejak minggu
lalu untuk membantu dan menyalurkan bantuan.
Keenam,
tak luput dari perhatian anggota DPR RI Fahri Hamzah yang maju dari daerah
pemilihan (dapil) NTB, terjun langsung memantau bencana gempa bumi di Lombok
dan mengumpulkan gaji anggota DPR untuk para korban.
Kata
Suryadi (2017), respon pemerintah terhadap bencana dan beragam persoalan yang
membelit warga bukan hanya akan dimaknai sebagai wujud penunaian misi
pemerintah yang otentik (merawat milik bersama dan menghadirkan perbaikan),
tetapi juga akan memperbaiki persepsi publik tentang Pemerintahan Jokowi, makna
pileg dan pilpres, dan kepercayaan terhadap sistem politik secara keseluruhan.
Belum lagi berbagai bantuan yang terus mengalir dari seluruh komponen bangsa
yang tak dapat dituangkan dalam tulisan ini.
Mengkhawatirkan
bila terlambat ditanggulangi, bencana bukan hanya akan menelan korban jiwa,
luka, dan harta milik warga, tetapi juga akan mengubur kepercayaan warga
terhadap partai politik bahkan politik itu sendiri. Dalam banyak pemilu, respon
pemerintah terhadap bencana dan persoalan publik amat menentukan partisipasi
publik.
Untuk
itu, negara tak boleh kedodoran menanggulangi bencana. Suryadi (2017),
menegaskan sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar dan wilayah yang
luas, Indonesia semestinya memiliki tim penyelamat yang hebat, sigap, dan
tangguh dalam segala medan dan situasi.
Jangan
lupa, kegotongroyongan dan kesukarelaan warga adalah komponen pendukung yang
perlu dilatih, dilibatkan, dan dikendalikan secara profensional. Keluhan medan
yang sulit dan cuaca yang buruk tak boleh lagi terdengar dan menjadi kendala
upaya penyelamatan warga.
Inilah
saatnya Presiden Jokowi dan jajaranya bertaruh badan layaknya tim sepak bola
yang bermain di ujung waktu pertandingan, semua kekuatan harus dikerahkan
dengan strategi yang tepat agar tim meninggalkan lapangan tetap dengan kepala
tegak.
Meski bencana datang silih berganti, kita tak perlu pesimis. Sebagai bangsa yang besar, kita memiliki semua potensi untuk berkembang menjadi negara yang tangguh. Yang diperlukan adalah komitmen dan keberanian mengatasi persoalan, agar kita tak seperti apa yang dikatakan Schiller: “sebuah bangsa yang besar namun bingung dengan amalan”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar