Sariyani
(Mahasiswa Pendidikan Kewarganegaraan
Universitas Pattimura)
Mereka yang menghalalkan segala cara dan mengingkari nilai kemanusiaan dengan menyebarkan permusuhan, kebencian dan perpecahan, hendaknya tidak dipilih.***
DEKLARASI yang sedang marak dan
berkicau luas di Surabaya dan beberapa daerah
di Indonesia di anggap menjadi bentuk ketidakpuasan akan kinerja Jokowi dan
dukungan kepada salah satu pasangan calon. Namun gerakan tersebut juga bukan di
lakukan oleh tim kampanye pasangan calon. Deklarasi tersebut mendapat kecaman
keras dari pendukung Jokowi. Deklarasi tersebut berbentuk kecaman-kecaman
keras di media sosial bahkan muncul adanya kaos-kaos yang bertuliskan “2019
ganti presiden”.
Deklarasi tersebut bukan merupakan
ranah hukum bawaslu, ketua Bawaslu Abhan pun menyebut belum ada aturan yang
dilanggar dari gerakan itu. Sebab, sejauh ini belum ada aturan khusus mengenai
kampanye Pilpres 2019. sehingga tagar
tersebut menjadi ranah hukum Kepolisian karena berhubungan dengan ranah
keramaian.
Namun yang mencengangkan dan di
apresisasi banyak pihak yaitu tanggapan
santai dari pak Jokowi sendiri yang sekarang menajabat sebagai Presiden RI.
Beliau mengatakan masa dengan kaos bisa ganti presiden, menurut saya itu adalah
tanggapan yang sangat rileks, saya rasa itu adalah tanggapan yang sangat bagus
karena gerakan ganti presiden itu adalah gerakan yang normal dalam demokrasi
bukan sebuah kejahatan.
Sekarang ini, negara demokrasi bebas
berkumpul, bebas berpendapat, bebas berserikat tetapi sekali lagi ada
aturannya. Jangan sampai kita menabrak keamanan, menabrak ketertiban sosial,
itu juga harus kita hargai. Saya
bersependapat dengan Hasto Kristiyanto (Wakil sekretaris Jendral PDIP), bahwa
tahun politik 2018 menjadi ujian apakah demokrasi Indonesia mampu berdiri kokoh
pada pemahaman nilai kemanusiaan yang menyatu dengan nilai ketuhanan,
kebangsaan, musyawarah mufakat dan perjuangan menegakkan keadilan sosial. Sebab
demokrasi dalam pemilu hanyalah alat.
Meskipun terjadi persaingan, bahkan
kontestasi kekuasaan untuk memenangkan Pemilu, namun watak perikemanusiaan dan
perikeadilan tetap menjadi tolok ukur utama kualitas demokrasi di Indonesia. Saya berharap,
dalam kontestasi Pilkada Serentak mendatang dapat mencari pemimpin-pemimpin
yang visioner dan mampu membawa perubahan untuk perikehidupan yang lebih baik.
Mereka yang menghalalkan segala cara
dan mengingkari nilai kemanusiaan dengan menyebarkan permusuhan, kebencian dan
perpecahan, hendaknya tidak dipilih. Sudah menjadi komitmen rakyat Indonesia
untuk melalui tahun politik dengan damai dan aman. Jangan pernah gunakan
kekuasaan untuk menang dengan segala cara. Indonesia adalah bangsa yang
bermartabat dan berkeadaban Pancasila.***
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus