Kamis, 08 November 2018

MENGAPA DEMOKRASI BANYAK MELAHIRKAN KORUPSI?


Cornelia Sapulette
(Mahasiswa Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pattimura)
Sumber Gambar :
https://www.mediaoposisi.com/2018/09/korupsi-buah-sistem-demokrasi.html

Jangan-jangan persoalan korupsi di Indonesia berpangkal pada gemuknya pemerintahan ditambah political ignorance para pemilih.***

HAMPIR setiap minggu kita mendapatkan berita tentang penangkapan kepala daerah atau pejabat pemerintah oleh KPK. Dengan sumber daya yang terbatas saja, KPK begitu sering membongkar kasus korupsi, apalagi jika mereka memiliki sumber daya lebih besar. Mungkin setiap hari kita akan disuguhkan berita penangkapan para koruptor.

Begitu seringnya KPK menangkapi para pejabat yang korup, Ketua MPR, Zulkifli Hasan, sampai khawatir jika KPK meneruskan operasinya menggeledah kantor atau rumah para pejabat, suatu saat nanti tidak akan ada lagi orang yang mengurus negeri ini karena semuanya telah tertangkap KPK.

Pertanyaannya, apakah banyaknya kasus korupsi itu karena ada KPK? Artinya, kalau tidak ada KPK yang beroperasi, negeri kita aman-aman saja, tidak ada korupsi? Ini ialah pertanyaan keliru dari logika yang sesat. Ia sama dengan pertanyaan ini, mengapa banyak orang sakit gigi? karena banyak dokter dan klinik gigi. Jika tak ada dokter gigi, tak akan ada orang yang sakit gigi.

Menarik mencermati bagaimana masyarakat kita menyikapi korupsi. Pada satu sisi, ada orang-orang yang menganggap korupsi suatu hal yang biasa dan bukan sebuah kejahatan besar. Bahkan ada yang menganggap bahwa korupsi untuk tujuan tertentu, misalnya demi syiar agama (korupsi syari atau suap syari) dibolehkan, seperti belum lama ini disuarakan seorang ustaz.

Alih-alih mengecam, agama digunakan melegitimasi tindakan kejahatan. Namun, sesungguhnya, ini bukan pertama kali agama dipakai untuk melakukan kejahatan. Sudah seringkali agama dipakai untuk menyakiti orang, menipu, menyerang, merampas, membunuh, hingga meneror. Agama ialah alat paling efektif untuk menutupi kejahatan.

Pada sisi lain, ada masyarakat yang betul-betul muak melihat maraknya korupsi di negeri kita. Mereka berharap KPK terus konsisten melakukan operasinya. Mereka tahu bahwa pemberantasan korupsi tidak mudah. KPK bukan hanya berhadapan dengan para koruptor, tapi juga harus berhadapan dengan sebagian masyarakat yang tak mengerti betapa jahatnya korupsi.

Jangan-jangan persoalan korupsi di Indonesia berpangkal pada gemuknya pemerintahan ditambah political ignorance para pemilih. Setiap kepala daerah yang terpilih merasa berhutang pada partai yang mendukungnya. Ketika berkuasa, dia sekuat tenaga akan “membayar utang” kepada para pendukungnya, dengan memberi jabatan atau memberi insentif lain, yang berpotensi mengandung korupsi.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Comments system

Disqus Shortname