Sosial media yang berkembang saat inipun tidak menjadikan rakyat menyalurkan aspirasi. Sosial media hanya sebatas mengawasi roda pemerintahan. Selain itu, hanya menambahkan permasalahan demokrasi selanjutnya mengenai sistem pemilu yang sempurna untuk mengakomodir aspirasi rakyat.***
DUA puluh tahun setelah kejatuhan Presiden
Soeharto pada tahun 1998, Indonesia mengalami apa yag disebut jaman reformasi,
dimana negara menjalani sistem demokrasi. Namun di tengah suasana demokrasi dan
keadaan yang lebih baik dari masa di bawah
kepemimpinan Soehartao selama lebih dari 30 tahun, yang ada sekarang adalah
demokrasi yang cacat. Oleh karena itu,
generasi muda Indonesia diminta untuk tidak berpuas diri melihat keadaan dan
harus berusaha diwujudkan Indonesia yang berkeadilan, sejahtra tnpa
diskriminasi dan juga menghilangkan sifat intoleran.
Sejak kemerdekaan di proklamasikan,
Indonesia telah menganut sistem demokrasi. Namun sistem ini sudah cacat sejak
lahir hal itu diungkap J. Kristiadi, Peneliti Senior Center for strategic of
internasional studies (CSIS) Saat berbicara dalam diskusi “potensi kekerasan
dan kecurangan dalam pemilu 2014” yang di gelar institute demokrasi di Café,
Grato, Cikini, Jakarta pusat.
Kristiadi menjelaskan, cacatnya sistem
demokrasi di Indonesia karena tidak ada jaminan orang-orang yang dipilih dapat
mewakili ratusan juta rakyat untuk menjalankan roda pemerintahan. Sosial media yang berkembang saat
inipun tidak menjadikan rakyat menyalurkan aspiresnya. Sosial media menurut
kristiadi hanya sebatas mengawasi roda pemerintahan. Selain itu dia menambahkan
permasalahan demokrasi selanjutnya mengenai sistem pemilu yang sempurna untuk
mengakomodir aspirasi rakyat.
Bagaimana saat ini masih rumitnya mewakli
wakil rakyat karena belum ada sistem pemilu yang sempurna? menurut
Gunawan, UUD 1945 tidak melarang kerabat untuk mencalonkan diri dalam pilkada
atau pemilu sebab setiap orang memiliki hak yang sama untuk memilih dan
dipilih. Namun disebutkan pula pembatasan untuk menjamin hak dan kebebasan
orang lain berdasarkan keadilan dan norma-norma lain seperti tercantum dalam
pasal 28 (2).
Di Amerika maupun Inggris dan negara
barat lainnya demokrasi telah menjadi objek telaah. Demokrasi sering kali
dikatakan sedang meluncur menuju sistem oligarki (bentuk pemerintahan yang
kekuasaan politiknya di pegang oleh segelintir kelompok elit kecil). Bahkan, ada yang menyatakan bahwa demokrasi
sedang bermetamorfosis menjadi otokrasi (suatu bentuk pemerintahan yang
kekuasaan politiknya di pegang oleh satu orang).
Uang dan kekuatannya sering menjadikan
proses pemilihan umum menjadi tidak fair. Afiliasi kekuatan militer dan
industri menjadi sangat digdaya, terlebih setelah mengadopsi semboyan “perang
melawan terorisme”. Lobi dan korupsi mencmari berbagai proses pemerintahan
singkat kata,demokrasi tengah berada pada kondisi yang tidak baik alias sakit
(Simon Jenkins, mantan editor The Times Guardian, 8 april 2010).
Analisa Simon Jenkins diatas memberikan
gambaran jelas tentang cacat demokrasi. Selain prosesnya tidak fair, mekanisme
dan hasilnyapun tak jarang menimbulkan petaka. Namun sayangnya kehebatan media
dan “marketing” demokrasi yang dimiliki tangan-tangan tersembunyi, membuat
demorasi seolah batu karang gagah yang tak tergoyahkan.
Disisi lain, pelaku-pelaku politik yang
sudah jauh tenggelam dalam dahaga duniawi dan kekuasaan semakin anyak
bermunculan. Individu hasil didikan tangan-tangan inilah yang akan dijadikan
boneka dana tau wayang. Inilah cacat bawaan dan sisi gelap
demokrasi yang sudah banyak memakankorban. Pelan tapi pasti, dunia saat ini
sedang berjalan kearah proses destruktif massal. Satu per satu negara
teracuni. Satu persatu pula negara-negara tersebut dikuasai secara kasat mata melalui
tangan-tangan tersembunyi lewat mekanisme pemilu dalam sistem demokrasi.
Mari
kita benahi sistem yang sudah terlanur rusak ini. Tidak ada kata terlambat.
Sesungguhnya pertolongan TUHAN amat dekat. Lakukan apa yang bisa kita lakukan.
Bukan saatnya lagi berbantah dalam urusan yang tidak esensial. Toleransi dan
kerjasama sambil bersinergi.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar