Rabu, 07 November 2018

DEMOKRASI YANG CACAT

Sarah Wulan Safitri Muin
(Mahasiswa Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pattimura)
 Sumber Gambar :
http://blogpengertian.com/pengertian-demokrasi/

Sosial media yang berkembang saat inipun tidak menjadikan rakyat menyalurkan aspirasi. Sosial media hanya sebatas mengawasi roda pemerintahan. Selain itu, hanya menambahkan permasalahan demokrasi selanjutnya mengenai sistem pemilu yang sempurna untuk mengakomodir aspirasi rakyat.***

DUA puluh tahun setelah kejatuhan Presiden Soeharto pada tahun 1998, Indonesia mengalami apa yag disebut jaman reformasi, dimana negara menjalani sistem demokrasi. Namun di tengah suasana demokrasi dan keadaan yang lebih baik dari masa di bawah kepemimpinan Soehartao selama lebih dari 30 tahun, yang ada sekarang adalah demokrasi  yang cacat. Oleh karena itu, generasi muda Indonesia diminta untuk tidak berpuas diri melihat keadaan dan harus berusaha diwujudkan Indonesia yang berkeadilan, sejahtra tnpa diskriminasi dan juga menghilangkan sifat intoleran.

Sejak kemerdekaan di proklamasikan, Indonesia telah menganut sistem demokrasi. Namun sistem ini sudah cacat sejak lahir hal itu diungkap J. Kristiadi, Peneliti Senior Center for strategic of internasional studies (CSIS) Saat berbicara dalam diskusi “potensi kekerasan dan kecurangan dalam pemilu 2014” yang di gelar institute demokrasi di Café, Grato, Cikini, Jakarta pusat.

Kristiadi menjelaskan, cacatnya sistem demokrasi di Indonesia karena tidak ada jaminan orang-orang yang dipilih dapat mewakili ratusan juta rakyat untuk menjalankan roda pemerintahan. Sosial media yang berkembang saat inipun tidak menjadikan rakyat menyalurkan aspiresnya. Sosial media menurut kristiadi hanya sebatas mengawasi roda pemerintahan. Selain itu dia menambahkan permasalahan demokrasi selanjutnya mengenai sistem pemilu yang sempurna untuk mengakomodir aspirasi rakyat.

Bagaimana saat ini masih rumitnya mewakli wakil rakyat karena belum ada sistem pemilu yang sempurna? menurut Gunawan, UUD 1945 tidak melarang kerabat untuk mencalonkan diri dalam pilkada atau pemilu sebab setiap orang memiliki hak yang sama untuk memilih dan dipilih. Namun disebutkan pula pembatasan untuk menjamin hak dan kebebasan orang lain berdasarkan keadilan dan norma-norma lain seperti tercantum dalam pasal 28 (2).

Di Amerika maupun Inggris dan negara barat lainnya demokrasi telah menjadi objek telaah. Demokrasi sering kali dikatakan sedang meluncur menuju sistem oligarki (bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya di pegang oleh segelintir kelompok elit kecil). Bahkan, ada yang menyatakan bahwa demokrasi sedang bermetamorfosis menjadi otokrasi (suatu bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya di pegang oleh satu orang).

Uang dan kekuatannya sering menjadikan proses pemilihan umum menjadi tidak fair. Afiliasi kekuatan militer dan industri menjadi sangat digdaya, terlebih setelah mengadopsi semboyan “perang melawan terorisme”. Lobi dan korupsi mencmari berbagai proses pemerintahan singkat kata,demokrasi tengah berada pada kondisi yang tidak baik alias sakit (Simon Jenkins, mantan editor The Times Guardian, 8 april 2010).

Analisa Simon Jenkins diatas memberikan gambaran jelas tentang cacat demokrasi. Selain prosesnya tidak fair, mekanisme dan hasilnyapun tak jarang menimbulkan petaka. Namun sayangnya kehebatan media dan “marketing” demokrasi yang dimiliki tangan-tangan tersembunyi, membuat demorasi seolah batu karang gagah yang tak tergoyahkan.

Disisi lain, pelaku-pelaku politik yang sudah jauh tenggelam dalam dahaga duniawi dan kekuasaan semakin anyak bermunculan. Individu hasil didikan tangan-tangan inilah yang akan dijadikan boneka dana tau wayang. Inilah cacat bawaan dan sisi gelap demokrasi yang sudah banyak memakankorban. Pelan tapi pasti, dunia saat ini sedang berjalan kearah proses destruktif massal. Satu per satu negara teracuni. Satu persatu pula negara-negara tersebut dikuasai secara kasat mata melalui tangan-tangan tersembunyi lewat mekanisme pemilu dalam sistem demokrasi.

Mari kita benahi sistem yang sudah terlanur rusak ini. Tidak ada kata terlambat. Sesungguhnya pertolongan TUHAN amat dekat. Lakukan apa yang bisa kita lakukan. Bukan saatnya lagi berbantah dalam urusan yang tidak esensial. Toleransi dan kerjasama sambil bersinergi.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Comments system

Disqus Shortname