Kamis, 20 Oktober 2016

Kajian Tentang Implikasi Landasan Pedagogik Terhadap Pengembangan Teori dan Praktik Pendidikan di Indonesia dan Dunia


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Kehidupan manusia pada hakikatnya tidak akan pernah lepas dari apa yang dinamakan pendidikan. Pendidikan merupakan sesuatu yang menuntun pengetahuan manusia dari perkara yang belum tahu menjadi tahu. Dalam pemahaman lain pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta kecerdasan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Dalam proses pengembangan potensi manusia, maka seyogianya dirumuskanlah atau direncanakan suatu pendidikan yang mampu memberikan wadah dalam mengupayakan pengembangan potensi setiap individu yang beraneka ragam. Pada pembahasan ini lebih dikhususkan pada pendidikan anak usia sekolah dasar. Pendidikan di sekolah dasar maknanya ialah mengembangkan potensi anak usia sekolah dasar, berkenaan dengan hal ini maka sangatlah utama diperlukannya suatu ilmu yang melandasi pendidikan pada anak usia sekolah dasar. Landasan pedagogik merupakan suatu kajian dimana akan membahas perihal pendidikan bagi anak.
Pentingnya landasan pedagogik dalam perkembangan pendidikan di Indonesia karena dengan pedagogik akan lebih mudah dalam memahami objek dan perencanaan upaya berikutnya terhadap objek menjadi lebih efektif. Dalam penerapanya selama ini, landasan pedagogik telah berusaha memberikan kontribusi secara maksimal terhadap pendidikan, baik dalam perkembangan teori pendidikan maupun praktik. Begitu pula dampak atau implikasinya terhadap pendidikan keguruan dan bagi para tenaga kependidikannya sendiri.


B.    Rumusan Masalah
Berangkat dari sebuah latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis merumuskan permasalahan. Adapun rumusan masalah yang penulis rumuskan adalah sebagai berikut, bagaimana :
1.      Implikasi landasan pedagogik terhadap pengembangan teori pendidikan di sekolah, keluarga dan masyarakat?
2.      Implikasi landasan pedagogik terhadap praktek pendidikan di sekolah, keluarga dan masyarakat?
3.      Implikasi landasan pedagogik terhadap landasan pendidikan keguruan dan tenaga kependidikan secara nasional dan internasional?

BAB II
KAJIAN TEORI

A.      Pedagogik
Dalam pembelajaran Anak Usia Dini ataupun anak kecil sering dikenal dengan keilmuan pedagogik. Pedagogik berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu paedos yang berarti anak dan agogos yang berarti mengantar, membimbing, atau memimpin. Pedagogik merupakan ilmu yang mengkaji bagaimana membimbing anak, cara menghadapi anak didik, apa yang tugas pendidik dan tujuan mendidik anak itu sendiri. Prof. Dr. J. Hoogveld salah satu tokoh pendidikan di Belanda mengungkapkan bahwa pedagogik adalah ilmu yang mempelajari masalah membimbing anak kearah tujuan tertentu agar ia mampu secara mandiri menyelesaikan tugas hidupnya. Istilah pedagogik dikaitkan dengan 2 istilah lain, yakni pedagogia dan pedagogi. Namun ketiganya memiliki perbedaan arti namun memiliki tujuan yang sama yakni ‘anak’.
Pedagogi terbentuk dari kata paedagogos yang berarti ‘Orang’, pada zaman Yunani kuno Paedagogos adalah orang (pelayan atau pembantu) yang bertugas mengantar dan menjemput anak majikannya ke sekolah selain itu paedagogos juga bertugas membimbing anak majikannya. Namun istilah ‘pelayan atau pembantu’ tersebut mengalami pergeseran makna menjadi ‘pendidik atau ahli didik’. Sedangkan Pedagogia (Paedagogia) berarti pergaulan dengan anak-anak. Pedadogik memiliki peranan penting dalam praktik pendidikan dengan alasan bahwa pedagogik merupakan landasan bagi praktik pendidikan anak, pedagogik dipercaya menjadi kriteria keberhasilan praktik pendidikan anak.( Syaripudin dan Kurniasih, 2014:2)
Dalam disimpulkan bahwasanya, pedagogik merupakan suatu ilmu tentang bagaimana mendidik anak. Mendidik anak yang seperti apa?, mendidik anak yang sesuai dengan karakteristik yang dimiliki oleh setiap anak dan sesuai dengan perkembangannya baik secara fisik maupun kejiwaan ( psikis ). Dimana dalam proses pendidikan memang seyogianya haruslah tepat pada berbagai aspek. Pendidikan bagi anak memang sudah seharusnya dilandaskan daripada pedagogik, karena di dalam pedagogik terdapat berbagai unsur apa-apa saja yang seharusnya diberikan kepada anak, bagaimana penerapannya, dan pemahaman terhadap karakteristik para peserta didik.
Pedagogik dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu pedagogik teoritis dan pedagogik praktis. Menurut M.J. Langeveld Madjid Noor dan J.M. Daniel (1987 : 27) dalam Tatang Syaripudin dan Kurniasih (2014) struktur pedagogik dibagi menjadi :
1.      Pedagogik teoritis. Pedagogik teoritis terdiri dari pedagogik sistematis dan pedagogik historis. Pedagogik historis terdiri dari sejarah pendidikan (sejarah teori pendidikan dan sejarah praktik pendidikan) dan pedagogik komparatif.
2.      Pedagogik praktis, terdiri atas pedagogik dikeluarga, sekolah, maupun masyarakat.
B.       Teori Pendidikan
Runes , dalam Sadulloh ( 2007:2) mengemukakan bahwa teori ialah “(a) Hypothesis, more loosely; supposition, whatever is problematic verified. (b) As opposed to practice: systematically organized knowledge of relatively high generallity. (c) As opposed to low and observation;explanation. The deduction of axsioms and theorems of one system from assertions (not necessarity verified) from another system and of relatively less problematic and more intelligible.
Dari pendapat yang dikemukakan oleh Runes, dapat dimaknai bahwa istilah teori memiliki tiga pengertian : (a) bahwa teori merupakan suatu hipotesis tentang segala masalah, dapat diuji, akan tetapi tidak perlu diuji. (b) kedua, yakni teori merupakan lawan dari praktik, dan merupakan pengetahuan yang disusun secara sistematis dari kesimpulan umum relatif. (c) ketiga, teori diartikan sebagai lawan dari hukum-hukum dan observasi, suatu deduksi dari aksioma-aksioma dan teorema-teorema suatu sistem yang pasti (tidak perlu diuji), secara relatif kurang problematis dan lebih banyak diterima atau diyakini.
Menurut teori koherensi, kebenaran suatu teori bukan bersesuaian dengan realitas, melainkan kesesuaian harmonis dengan pengetahuan atau teori yang telah dimiliki atau dipahami, kesesuaian dengan asumsi-asumsi yang berlaku atau dalil yang berlaku. Definisi teori berdasarkan cara berfikir rasional deduktif maknanya bahwa teori merupakan seperangkat prinsip yang berkaitan erat sebagai petunjuk praktis, dalam arti teori bukan sekedar penjelasan akan suatu fenomena tetapi sebagai petunjuk untuk membangun dan mengontrol pengalaman.( Sadulloh, 2007:4)
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh para ahli mengenai pengertian dari teori, maka penulis menarik kesimpulan bahwasanya teori merupakan suatu landasan yang terbentuk dari sebuah kesimpulan empirisme yang dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan suatu praktik. Dalam hal ini ialah praktik pendidikan, lebih detail lagi praktik pendidikan anak. Dan suatu teori pendidikan tidak selalu sejalan dengan praktik dilapangan, akan tetapi sangat bermanfaat sebagai pijakan awal seseorang dalam mendidik, selebihnya bergantung kepada pendidik. Karena suatu teori pendidikan yang berhasil diterapkan di suatu negara, akan berhasil pula di negara lain.
Maka, dalam terselenggaranya suatu pendidikan, tentunya tidak terlepas dari sebuah teori yang mendasarinya. Dalam dunia pendidikan sampai pada saat ini telah menganut berbagai macam teori pendidikan. Berbagai macam teori tersebut ialah sebagai berikut ( Sukarjo dan Komarudin, 2009:33)
1.    Behaviorisme
          Kerangka kerja teori pendidikan behaviorisme adalah empirisme. Asumsi filosofis dari behaviorisme adalah nature of human being (manusia tumbuh secara alami). Latar belakang empirisme adalah How we know what we know (bagaimana kita tahu apa yang kita tahu).
          Menurut paham ini pengetahuan pada dasarnya diperoleh dari pengalaman (empiris). Aliran behaviorisme didasarkan pada perubahan tingkah laku yang dapat diamati. Oleh karena itu aliran ini berusaha mencoba menerangkan dalam pembelajaran bagaimana lingkungan berpengaruh terhadap perubahan tingkah laku. Dalam aliran ini tingkah laku dalam belajar akan berubah kalau ada stimulus dan respon. Stimulus dapat berupa prilaku yang diberikan pada siswa, sedangkan respons berupa perubahan tingkah laku yang terjadi pada siswa. Jadi, berdasarkan teori behaviorisme pendidikan dipengaruhi oleh lingkungan. Tokoh aliran behaviorisme antara lain : Pavlov, Watson, Skinner, Hull, Guthrie, dan Thorndike.
2.    Kognitivisme
          Kerangka kerja atau dasar pemikiran dari teori pendidikan kognitivisme adalah dasarnya rasional. Teori ini memiliki asumsi filosofis yaitu the way in which we learn (Pengetahuan seseorang diperoleh berdasarkan pemikiran) inilah yang disebut dengan filosofi rasionalisme. Menurut aliran ini, kita belajar disebabkan oleh kemampuan kita dalam menafsirkan peristiwa atau kejadian yang terjadi dalam lingkungan. Teori kognitivisme berusaha menjelaskan dalam belajar bagaimanah orang-orang berpikir. Oleh karena itu dalam aliran kognitivisme lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar itu sendiri.karena menurut teori ini bahwa belajar melibatkan proses berpikir yang kompleks. Jadi, menurut teori kognitivisme pendidikan dihasilkan dari proses berpikir. Tokoh aliran Kognitivisme antara lain : Piaget, Bruner, dan Ausebel.
3.    Konstruktivisme
          Menurut teori konstruktivisme yang menjadi dasar bahwa siswa memperoleh pengetahuan adalah karena keaktifan siswa itu sendiri. Konsep pembelajaran menurut teori konstruktivisme adalah suatu proses pembelajaran yang mengkondisikan siswa untuk melakukan proses aktif membangun konsep baru, dan pengetahuan baru berdasarkan data. Oleh karena itu proses pembelajaran harus dirancang dan dikelola sedemikian rupa sehinggah mampu mendorong siswa mengorganisasi pengalamannya sendiri menjadi pengetahuan yang bermakna. Jadi, dalam pandangan konstruktivisme sangat penting peranan siswa. Agar siswa memiliki kebiasaan berpikir maka dibutuhkan kebebasan dan sikap belajar.
          Menurut teori ini juga perlu disadari bahwa siswa adalah subjek utama dalam penemuan pengetahuan. Mereka menyusun dan membangun pengetahuan melalui berbagai pengalaman yang memungkinkan terbentuknya pengetahuan. Mereka harus menjalani sendiri berbagai pengalaman yang pada akhirnya memberikan pemikiran tentang pengetahuan-pengetahuan tertentu. Hal terpenting dalam pembelajaran adalah siswa perlu menguasai bagaimana caranya belajar. Dengan itu ia bisa menjadi pembelajar mandiri dan menemukan sendiri pengetahuan-pengetahuan yang ia butuhkan dalam kehidupan. Tokoh aliran ini antara lain : Von Glasersfeld, dan Vico.
4.    Humanistik
          Teori ini pada dasarnya memiliki tujuan untuk ,memanusiakan manusia. Oleh karena itu proses belajar dapat dianggap berhasil apabila si pembelajar telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan kata lain si pembelajar dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
          Menurut aliran Humanistik para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikulum untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini. Beberapa psikolog humanistik melihat bahwa manusia mempunyai keinginan alami untuk berkembang untuk menjadi lebih baik dan belajar. Secara singkat pendekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk mengembangkan diri yang ditujukan untuk memperkaya diri,menikmati keberadaan hidup dan juga masyarakat. Keterampilan atau kemampuan membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik. Dalam teori humanistik belajar dianggap berhasil apabila pembelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri.
          Akhirnya , dapat disimpulkan pendidikan merupakan syarat mutlak apabila manusia ingin tampil dengan sifat-sifat hakikat manusia yang dimilikinya. Dan untuk bisa bersosialisasi antar sesama manusia inilah manusia perlu pendidikan. Definisi tentang pendidikan banyak sekali ragamnya dengan definisi yang satu dapat berbeda dengan yang lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh sudut pandang masing-masing. Pendidikan, seperti sifat sasarannya yaitu manusia, mengandung banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks. Karena sifatnya yang kompleks itu, maka tidak ada satu batasan pun secara gamblang dapat menjelaskan arti pendidikan. Batasan tentang pendidikan yang dibuat oleh para ahli beraneka ragam dan kandungannya dapat berbeda yang satu dengan yang lain. Perbedaan itu bisa karena orientasinya, konsep dasar yang digunakannya, aspek yang menjadi tekanan, atau karena falsafah yang melandasinya. Yang terpenting dari semua itu adalah bahwa pendidikan harus dilaksanakan secara sadar, mempunyai tujuan yang jelas, dan menjamin terjadinya perubahan ke arah yang lebih baik.
C.      Praktik Pendidikan
Menurut Redja M, dalam Sadulloh ( 2007:2) mengemukakan bahwa praktik pendidikan merupakan seperangkat kegiatan bersama yang bertujuan membantu pihak lain agar mengalami perubahan tingkah laku yang diharapkan. Dapat dimaknai bahwasnya praktik pendidikan merupakan suatu usaha bersama antara pendidik dengan peserta didik dalam mencapai tujuan yang diharapkan dalam pendidikan tersebut.
Bagan 2.1 Tiga Aspek Praktik Pendidikan
Keterangan :
1.      Tujuan Praktik Pendidikan
Tujuan dari praktik pendidika ialah membantu pihak lain mengalami perubahan tingkah laku fundamental yang diharapkan.
2.      Proses
Proses merupakan seperangkat kegiatan sosial, berusaha menciptakan peristiwa pendidikan dan mengarahkannya secara sadar dengan berlandaskan prinsip-prinsip pendidikan.
3.      Motivasi
Motivasi disini muncul karena dirasakan adanya kewajiban untuk menolong orang lain.
Dalam upaya pelaksanaan praktik pendidikan tentunya dilakukan dalam suatu lingkungan sosial. Lingkungan merupakan segala sesuatu yang ada di luar diri individu. Lingkungan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu lingkungan alam dan lingkungan sosial budaya.
Lingkungan pendidikan adalah suatu tempat dengan situasi dan kondisi sosial budaya yang ada dimana pergaulan pendidikan berlangsung. Setiap orang yang berada pada lingkungan Secara garis besar, lingkungan pendidikan dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu :
1.    Di Keluarga
Hasbullah (2008:38) mengemukakan Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, karena berawal dari inilah anak akan mendapatkan  pendidikan dan bimbingan, juga merupakan suatu lingkungan pendidikan yang utama dimana  anak akan mendapatkan pendidikan sebagian besar di lingkungan keluarga.
Keluarga memiliki tugas utama dalam pendidikan anak yakni sebagai peletak dasar terhadap pendidikan akhlak dan dasar agama. Indrakusuma dalam Hasbullah (2008:38) menyatakan bahwa sifat dan tabiat anak adalah sebagian besar diambil dari kedua orang tuanya dan kerabat disekitarnya.
a.       Fungsi keluarga
Syaripudin dan Kurniasih ( 2014:84 ) menyatakan bahwa keluarga memiliki berbagai fungsi, antara lain fungsi biologis, fungsi ekonomi, fungsi edukatif, fungsi religius, fungsi sosialisasi, fungsi rekreasi, fungsi orientasi dll.
Sedangkan George Petter Murdock  mengemukakan empat fungsi keluarga :
1.)    Sebagai pranata yang membenarkan hubungan seksual antara pria dan wanita dewasa berdasarkan pernikahan.
2.)    Mengembangkan keturunan
3.)    Melaksanakan pendidikan
4.)    Sebagai kesatuan ekonomi
b.      Orang tua sebagai pengemban tangung jawab pendidikan anak
Salah satu fungsi keluarga yang yang bersifat universal adalah melaksanakan pendidikan. Dalam hal ini orang tua adalah pengemban tanggung jawab pendidikan bagi anak-anaknya. Orang yang berperan sebagai pendidik bagi anak di dalam keluarga utamanya adalah ayah dan ibu.
c.       Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang bersifat wajar atau informal.
Pendidikan di dalam keluarga dilaksanakan atas dasar tanggung jawab kodrati dan atas dasar kasih sayang yang secara naluriyah muncul pada diri orang tua. Sejak anaknya lahir orang tua sudah terpanggil untuk menolongnya, melindunginya, dan membantunya. Di dalam keluarga pelaksanaan pendidikan berlangsung tidak dengan cara-cara yang artificial, melainkan bersifat wajar.
d.      Keluarga sebagai peletak dasar pendidikan anak
Pendidikan yang dilakukan si dalam keluarga sejak anak masih kecil akan menjadi dasar bagi pendidikan dan kehidupannya di masa datang. Hal ini sebagaimana dikemukakan M.I. Soelaeman (1985) bahwa : “pengalaman dan perlakuan yang didapat anak dari lingkungannya masih kecil dari keluarganya menggariskan semacam pola hidup bagi kehidupan selanjutnya.
e.       Tujuan dan isi pendidikan dalam keluarga.
Tujuan pendidikan dalam keluarga adalah agar anak menjadi pribadi yang mantab, beragama, bermoral, dan menjadi anggota masyarakat yang baik dan bertanggung jawab. Adapun isi pendidikan dalam keluarga biasanya meliputi nilai agama, nilai budaya, nilai moral dan keterampilan.
f.       Fungsi pendidikan dalam keluarga
1.)    Sebagai peletak dasar pendidikan anak.
2.)    Sebagai persiapan kearah kehidupan anak dalam masyarakatnya.
g.      Faktor-faktor yang menentukan kualitas pendidikan di dalam keluarga.
Jenis keluarga, gaya kepemimpinan orang tua, kedudukan anak dalam urutan keangotaan keluarga, fasilitas yang ada dalam keluarga, hubungan keluarga dengan dunia luar, status social ekonomi orang tua, akan turut mempengaruhi perkembangan pribadi anak.
h.      Karakteristik pendidikan di dalam keluarga
1.)    Pendidikan di dalam keluarga lebih menekankan pada pengembangan karakter
2.)    Peserta didiknya bersifat heterogen
3.)    Isi pendidikannya tidak terprogram secara formal/tidak ada kurikulum tertulis
4.)    Tidak berjenjang
5.)    Waktu pendidikan tidak terjadwal secara ketat, relative lama.
6.)    Cara pelaksanaan pendidikan bersifat wajar
7.)    Evaluasi pendidikan tidak sistematis dan incidental
8.)    Credentials tidak ada dan tidak penting.
2.    Di Sekolah
Hasbullah ( 2008: 46) bependapat bahwa pendidikan di sekolah merupakan pendidikan yang diperoleh oleh seseorang di Sekolah secara teratur, sistematis, bertingkat, dan dengan mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat.
Rasyidin dan Soelaeman mengemukakan bahwa sekolah adalah suatu satuan unit sosial atau lembaga sosial yang kekhusussan tugasnya ialah melaksanakan proses pendidikan.( Odang Muchtar, dalam Syaripudin dan Kurniasih, 2014:89).
a.       Komponen sekolah
Komponen sekolah antara lain terdiri atas :
1)      Tujuan pendidikan
2)      Sumber daya manusia seperti guru/pendidik, murid/siswa, laboran, pustakawan, tenaga administrasi, petugas kebersihan, dst.
3)      Kurikulum (isi pendidikan)
4)      Media pendidikan dan teknologi pendidikan,
5)      Sarana, prasarana, dan fasilitas
6)      Pengelola sekolah
Tiga komponen utama sekolah yaitu :
1)      peserta didik
2)      guru
3)      kurikulum
b.      Fungsi pendidikan sekolah
1)      Fungsi transmisi (konservasi) kebudayaan masyarakat
2)      Fungsi sosialisasi (memilih dan mengajarkan peranan social)
3)      Fungsi integrasi sosial
4)      Fungsi mengembangkan kepribadian anak didik
5)      fungsi mempersiapkan anak didik untuk suatu pekerjaan
6)      Fungsi inovasi/mentransformasi masyarakat dan kebudayaannya.
c.       Tujuan dan fungsi pendidikan sekolah
Secara umum sekolah memiliki tujuan pendidikan sejalan dengan fungsi-fungsi sekolah. Implikasinya, maka isi pendidikan di sekolah akan disesuaikan dengan jenjang dan jenis sekolah yang bersangkutan. Adapun tujuan dan isi pendidikan masing-masing sekolah tentunya telah terumuskan secara tertulis (formal) di dalam kurikulumnya.
d.      Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal
Sekolah merupakan kesatuan kegiatan-kegiatan menyelenggarakan pembelajaran yang dilakukan oleh para petugas khusus dengan cara-cara terencana dan teratur menurut tatanan nilai dan norma yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
e.       Formalitas sekolah merembes ke dalam kurikulum dan pembelajaran
Formalitas sekolah berakar pada status para individu yang menjadi komponennya, serta system nilai dan norma yang serba resmi. Perlu kita sadari bahwa selanjutnya formalitas tersebut merembes ke dalam kurikulum dan cara-cara pembelajaran.
f.       Karakteristik pendidikan di sekolah
1)      Secara faktual, pendidikan di sekolah lebih menekankan kepada pengembangan kemampuan intelektual
2)      Peserta didiknya bersifat homogen
3)      Isi pendidiknya terprogram secara formal/kurikulumnya tertulis
4)      Berjenjang dan berkesinambungan
5)      Waktu pendidikan terjadwal secara ketat, relative lama.
6)      Cara pelaksanaan pendidikan bersifat formal dan artifisial
7)      Evaluasi pendidikan dilaksanakan secara sistematis
8)      Credentials ada dan penting.
3.    Di Masyarakat
Masyarakat adalah sekelompok manusia yang berintegrasi secara terorganisasi, menempati daerah tertentu, dan mengikuti suatu cara hidup atau budaya tertentu. Masyarakat dapat dibedakan menjadi 2, yaitu : masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan.
a.       Fungsi masyarakat sebagai lingkungan pendidikan
Di dalam lingkungan masyarakat, anak akan memperoleh pengalaman tentang berbagai hal, antara lain berkenaan dengan lingkungan alamnya, seperti flora dan fauna. Di lingkungan masyarakat anak pun akan memperoleh pengaruh dari orang-orang yang ada di sekitarnya, baik dari teman sebaya, maupun orang dewasa. Anak juga akan memperoleh pengaruh dari hasil karya masyarakat. Di dalam masyarakat  anak belajar tentang nilai-nilai dan peranan-perana yang seharusnya mereka lakukan. Anak memperoleh pengalaman bergaul dengan teman-temannya di luar rumah dan di luar lingkungan Sekolah. Karena itu pendidikan anak dalam lingkungan masyarakat dapat berfungsi sebagai pelengkap, penambah, dan mungkin juga pengembang pendidikan di dalam keluarga dan sekolah, bahkan dapat berfungsi sebagai pengganti pendidikan di sekolah.
b.      Tanggung jawab pendidikan di lingkungan masyarakat.
Selain menjadi tanggung jawab pemerintah, pendidikan di lingkungan masyarakat harus menjadi tangung jawab bersama para orang dewasa yang ada di lingkungan masyarakat yang bersangkutan.
c.       Pendidikan informal dalam masyarakat
Pendidikan informal dalam masyarakat antara lain dapat berlangsung melalui adapt kebiasaan, pergaulan anak sebaya, upacara adat, pergaulan di lingkungan kerja, permainan, pagelaran kesenian, dan bahkan percakapan biasa sehari-hari. Dalam konteks ini pendidikan merupakan pewaris sosial yang berfungsi untuk melestarikan nilai-nilai budaya masyarakat.
d.      Pendidikan nonformal di dalam masyarakat
1.)    Definisi.
Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang (Pasal 1 ayat (12) UU RI No. 20 Tahun 2003).
2.)    Fungsi.
Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian professional.
3.)    Lingkup.
Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, serta pendidikan lain yang ditunjukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
4.)    Satuan Pendidikan.
Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis.
e.       Karakteristik pendidikan di masyarakat.
1.)    Secara faktual tujuan pendidikannya lebih menekankan pada pengembangan keterampilan praktis
2.)    Peserta didiknya bersifat heterogen.
3.)    Isi pendidikannya ada yang terprogram secara tertulis, ada pula yang tidak terprogram secara tidak tertulis.
4.)    Dapat berjenjang dan berkesinambungan dan dapat pula tidak berjenjang dan tidak berkesinambungan.
5.)    Waktu pendidikan terjadwal secara ketat atau tidak terjadwal, lama pendidikannya relative singkat
6.)    Cara pelaksanaan pendidikan mungkin bersifat artifisial mungkin pula bersifat wajar.
7.)    Evaluasi pendidikan mungkin dilaksanakan secara sistematis dapat pula tidak sistematis.
8.)    Credentials mungkin ada dan mungkin pula tidak ada.

D.      Landasan Pendidikan Keguruan dan Tenaga Kependidikan
Berbagai hal yang melandasi dalam pendidikan telah dirumuskan, karena landasan pendidikan merupakan hal yang utama dalam upaya penyelenggaraan pendidikan. Sebagaimana bangunan berdiri tentunya dibuatlah pondasi terlebih dahulu. Landasan pendidikan tersebut, sebagai berikut ( Syamsul, 2007) :
1.    Landasan Filosofis
Filsafat pendidikan nasional Indonesia berakar pada nilai-nilai budaya yang terkandung pada Pancasila. Nilai Pancasila tersebut harus ditanamkan pada peserta didik melalui penyelenggaraan pendidikan nasional dalam semua level dan tingkat dan jenis pendidikan. Nilai-nilai tersebut bukan hanya mewarnai muatan pelajaran dalam kurikulum tetapi juga dalam corak pelaksanaan.Rancangan penanaman nilai budaya bangsa tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga bukan hanya dicapai penguasaan kognitif tetapi lebih penting pencapaian afektif.Lebih jauh lagi pencapaian nilai budaya sebagai landasan filosofis bertujuan untuk mengembangkan bakat, minat kecerdasan dalam pemberdayaan yang seoptimal mungkin.
Dua hal yang dipertimbangkan dalam menentukan landasan filosofis dalam pendidikan nasional Indonesia. Pertama, adalah pandangan tentang manusia Indonesia. Filosofis pendidikan nasional memandang manusia Indonesia sebagai:
a.    Makhluk Tuhan Yang Maha Esa dengan segala fitrahnya.
b.    Sebagai makhluk individu dengan segala hak dan kewajibannya.
c.    Sebagai makhluk sosial dengan segala tanggung jawab yang hidup di dalam masyarakat yang pluralistik baik dari segi lingkungan sosial budaya, lingkungan hidup dan segi kemajuan Negara kesatuan Republik Indonesia di tengah-tengah masyarakat global yang senantiasa berkembang dengan segala tantangannya.
Kedua, pandangan filosofis pendidikan nasional dipandang sebagai pranata sosial yang selalu berinteraksi dengan kelembagaan sosial lain dalam masyarakat.
Karena kedua pandangan filosofis tersebut menjadikan pendidikan nasional harus ditanggung oleh semua fihak sehingga pendidikan dibangun oleh semua unsur bangsa sehingga berkontribusi terhadap unsur pranata sosial lainnya.Secara mendasar dapat ditegaskan bahwa landasan filosofis Pancasila menyimpulkan bahwa sistem pendidikan nasional menempatkan peserta didik sebagai makhuk yang khas dengan segala fitrahnya dan tugasnya menjadi agen pembangunan yang berharkat dan bermartabat.Oleh karena itu manusia Indonesia dipandang sebagai individu yang mampu menjadi manusia Indonesia yang berakhlak mulia.Karenanya pendidikan harus mampu mengembangkan menjadi manusia yang memegang norma-norma keagamaan dalam kehidupan sehari-hari sebagai makhluk Tuhan, Makhluk sosial, dan makhluk individu.
Landasan filosofis pendidikan nasional memberikan penegsan bahwa penyelenggaraan pendidikan nasional di Indonesia hendaknya mengimplementasikan ke arah:
a.    Sistem pendidikan nasional Indonesia yang bertumpu pada norma persatuan bangsa dari segi sosial, budaya, ekonomi dan memlihara keutuhan bangsa dan negara.
b.     Sistem pendidikan nasional Indonesia yang proses pendidikannya memberdayakan semua institusi pendidikan agar individu dapat menghargai perbedaan individu lain, suku, ras, agama, status sosial, ekonomi dan golongan sebagai manifestasi rasa cinta tanah air. Dalam hal ini pendidikan nasional dipandang sebagai bagian dari upaya pembentukan karakter bangsa bagi bangsa Indonesia.
c.  Sistem pendidikan nasional Indonesia yang bertumpu pada norma kerakyatan dan demokrasi. Pendidikan hendaknya memberdayakan pendidik dan lembaga pendidikan untuk terbentuknya peserta didik menjadi warga yang memahami dan menerapkan prinsip kerakyatan dan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Prinsip kerakyatan dan demokrasi harus tercermin dalam input-proses penyelenggaraan pendidikan Indonesia.
d.    Sistem pendidikan nasional Indonesia yang bertumpu pada norma keadilan sosial untuk seluruh warga negara Indonesia. Perencanaan dan pelaksanaan pendidikan menjamin pada penghapusan bentuk diskriminatif dan menjamin terlaksananya pendidikan untuk semua warga negara tanpa kecuali.
e.    Sistem pendidikan nasional yang menjamin terwujudnya manusia seutuhnya yang beriman dan bertaqwa, menjunjung tinggi hak asasi manusia, demokratis, cinta tanah air dan memiliki tanggungjawab sosial yang berkeadilan. Dengan demikian Pancasila menjadi dasar yang kokoh sekaligus ruh pendidikan nasional Indonesia.
2.     Landasan  Sosiologis
Lembaga pendidikan harus diberdayakan bersama dengan lembaga sosial lainnya.Dalam hal ini pendidikan disejajarkan dengan lembaga ekonomi, politik sebagai pranata kemasyarakatan, pembudayaan masyarakat belajar (society learning) harus dijadikan sarana rekonstruksi sosial.Apabila perencanaan pendidikan yang melibatkan masyarakat bisa tercapai maka patologi sosial setidaknya terkurangi.Hasrat masyarakat belajar saat ini masih rendah.Hal ini ditandai rendahnya angka partisipasi masyarakat dalam sekolah terutama dalam membangung masyarakat belajar.
Sistem pendidikan nasional tidak mungkin selalu bertumpu pada pemerintah sebab dengan adanya krisis pemerintah semakin tidak mampu membiayai pendidikan, demikian pula apabila pendidikan hanya terarah pada tujuan pembelajaran murni pada aspek kognitif, afektif tanpa mengaitkan dengan kepentingan sosial, politik dan upaya pemecahan problem bangsa maka pendidikan tidak akan mampu dijadikan sebagai sarana rekonstruksi sosial. Dalam kaitannya dengan perluasan fungsi pendidikan lebih jauh, maka diperlukan pengembangan sistem pendidikan nasional yang didasarkan atas kesadaran kolektif bangsa dalam kerangka ikut memecahkan problem sosial.
Pendidikan nasional yang berlandaskan sosiologis dalam penyelenggaraannya harus memperhatikan aspek yang berhubungan dengan sosial baik problemnya maupun emografisnya.Masalah yang kini sedang dihadapi bangsa adalah masalah perbedaan sosial ekonomi sehingga pendidikan dirancang untuk mengurangi beban perbedaan tersebut. Aspek sosial lainnya seperti ketidaksamaan mengakses informasi yang konsekuensinya akan mempertajam kesenjangan sosial dapat dieleminir melalui pendidikan.
3.    Landasan Kultural (Sosio Budaya)
Landasan Pendidikan yang ketiga adalah Landasan Kultural. Pendidikan selalu terkait dengan manusia, sedangkan setiap manusia selalu menjadi anggota masyarakat dan pendukung kebudayaan tertentu. Oleh karena itu dalam Undang-undang RI no. 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 2 ditegaskan bahwa, pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasar Pancasila dan undang-undang Dasar Negara republik Indonesia Tahun 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap perubahan zaman. Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik, kebudayaan dapat diwariskan dengan jalan meneruskan kepada generasi penerus melalui pendidikan.Sebaliknya pelaksanaan pendidikan ikut ditentukan oleh kebuadayaan masyarakat dimana proses pendidikan berlangsung.
4.    Landasan Psikologis
Landasan Pendidikan yang keempat adalah landasan Psikologis. Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia, sehingga psikologis merupakan salah satu landasan yang penting dalam pendidikan.Memahami peserta didik dari aspek psikologis merupakan salah satu faktor keberhasilan pendidikan.Oleh karena itu hasil kajian dalam penemuan psikologis sangat diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan, umpamanya pengetahuan tentang urutan perkembangan anak.Setiap individu memiliki bakat, minat, kemampuan, kekuatan, serta tempo dan irama perkembangan yang berbeda dengan yang lainnya. Sebagai implikasinya pendidikan tidak mungkin memperlakukan sama kepada peserta didik. Penyusunan kurikulum harus berhati-hati dalam menentukan jenjang pengalaman belajar yang akan dijadikan garis-garis besar program pengajaran serta tingkat keterincian bahan belajar yang digariskan.
5.    Landasan Ilmiah dan Teknologi
Landasan Pendidikan yang kelima adalah Landasan Ilmiah dan Teknologi.Pendidikan serta ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai kaitan yang erat. Seperti diketahui IPTEK menjadi isi kajian di dalam pendidikan dengan kata lain pendidikan berperan sangat penting dalam pewarisan dan pengembangan iptek. Dari sisi lain setiap perkembangan iptek harus segera diimplementasikan oleh pendidikan yakni dengan segera memasukkan hasil pengembangan IPTEK ke dalam isi bahan ajar. Sebaliknya, pendidikan sangat dipengaruhi oleh cabang-cabang IPTEK (psikologi, sosiologi, antropologi).Seiring dengan kemajuan IPTEK pada umumnya ilmu pengetahuan juga berkembang sangat pesat.
6.    Landasan Yuridis
Landasan Pendidikan yang terakhir adalah Landasan Yuridis.Sebagai penyelenggaraan pendidikan nasional yang utama, perlu pelaksanaannya berdasarkan undang-undang. Hal ini sangat penting karena hakikatnya pendidikan nasional adalah perwujudan dari kehendak UUD 1945 utamanya pasal 31 tentang Pendidikan dan Kebudayaan, pasal 31:
1)   Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.
2)   Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar pemerintah wajib membiayainya.
3)  Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketkwaan serta akhlak yang mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
4)   Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Pentingnya undang-undang sebagai tumpuan bangunan pendidikan nasional di samping untuk menunjukkan bahwa pendidikan sangat penting sebagai penjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia, juga dapat dipedomani bagi pennyelenggaran pendidikan secara utuh yang berlaku untuk seluruh tanah air.
Landasan yuridis bukan semata-mata landasan bagi penyelenggaraan pendidikan namun sekaligus dijadikan alat untuk mengatur sehingga penyelenggaraan pendidikan yang menyimpang, maka dengan landasan yuridis tersebut dikenakan sanksi. Dalam praktek penyelenggraan pendidikan tidak sedikit ditemukan penyimpangan.Memang penyimpangan tersebut tidak begitu langsung tetapi dalam jangka panjang bahkan dalam skala nasional dapat menimbulkan kerugian bukan hanya secara material tapi juga spiritual. Penyelenggaraan pendidikan yang sangat komersial dan instan dapat merusak pendidikan sebagai proses pembentukan watak dan kepribadian bangsa sehingga dalam jangka panjang menjadikan pendidikan bukan sebagai sarana rekonstruksi sosial tetapi dekonstruksi sosial. Itulah sebabnya di samping dasar regulasi sangat penting juga harus pula dilandasi dengan dasar yuridis untuk sanksi.
BAB III
PEMBAHASAN

A.  Implikasi Landasan Pedagogik Terhadap Pengembangan Teori Pendidikan Di Sekolah, Keluarga dan Masyarakat.
Burhanudin salam (2011: 215) menjelaskan definisi dari implikasi, Implikasi sebagai suatu akibat langsung atau konsekuensi dari suatu keputusan. Jadi sesuatu yang merupakan tindak lanjut dari suatu kebijakan atau keputusan.
Menganalisis perihal seberapa besar implikasi suatu landasan pedagogik terhadap pengembangan teori pendidikan, dapat penulis kategorikan cukup besar keterlibatan daripada pedagogik dalam pengembangan teori pendidikan baik di Indonesia maupun di tingkat internasional. Tentunya pada lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
1.      Pengembangan teori pendidikan di keluarga
Pedagogik merupakan ilmu mendidik anak, hal ini telah menunjukan bahwa pedagogik berimplikasi terhadap suatu teori pendidikan anak di dalam keluarga. Keluarga memiliki fungsi, tujuan, juga peran dalam upaya mendidik anak dalam hal ini ialah orang tua yang memiliki kewajiban mendidik dan membimbing anak dari buaian sampai liang lahat. Dalam menjalankan bimbingannya orang tua seyogianya memilki dasar atau pengetahuan perihal anak, dari karakteristik anak sampai dengan metode pembelajaran apa yang tepat dan dalam mengupayakan hal ini maka diperlukannya suatu teori-teori sebagai dasar atau landasan dalam pengaplikasiannya.
2.      Pengembangan teori pendidikan di sekolah
Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan yang formal, dimana dalam lembaga tersebut disusun secara sistemastis dan berlandaskan tata tertib. Pedagogik atau ilmu mendidik anak berimplikasi terhadap berbagai pengembangan teori dalam pendidikan di sekolah. Misalkan dalam suatu penyususnan kurikulum ketika proses penyusunan tersebut tentunya melalui analisis yang dalam terhadap kondisi tiap satuan pendidikan di suatu daerah. Karena agar sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing anak dalam suatu daerah tersebut, dengan memperhatikan beberapa komponen. Maka , hal ini membuktikan bahwa implikasi dari pedagogik  terhadap teori pendidikan di sekolah telah memiliki hubungan kesalingan yang baik.
Sekolah memang sebuah lembaga formal, akan tetapi dibalik keformalitasannya tersebut jangan sampai mengurangi makna pendidikan yakni membantu anak menuju kedewasaan. Dan tidak melenceng dari tujuan pendidikan yakni memanusiakan manusia.
3.      Pengembangan teori pendidikan di masyarakat
Masyarakat merupakan salah satu lingkungan dimana setiap individu mendapatkan pendidikan di dalamnya. Pendidikan di sini sering dimaksud dengan pendidikan non-formal, dimana memiliki karakteristik salah satunya ialah memiki tujuan yang akan lebih mengembangkan tentang hal-hal yang praktis. Masyarakat pula merupakan tempat berlangsungnya pendidikan bagi anak. Akan tetapi, di dalam masyarakat juga terdapat potensi yang dapat memberikan dampak yang kurang baik bagi pendidikan anak. Seyogianya dalam upaya meminimalisir dampak negatif dari masyarakat, maka keterlibatan warga masyarakat sangat diperlukan dengan tujuan agar anak dapat mempeoroleh pendidikan yang baik.
Maka dari uraian di atas  tersebut, yang merupakan implikasi dari pedagogik terhadap perkembangan teori di masyarakat ialah, ketika dalam suatu masyarakat tersebut meyakini suatu teori yang dijadikan dasar dalam mendidik dan ketika dalam memberikan bimbingan tidak sejalan teori yang dianutnya maka langkah berikutnya ialah memikirkan teori-teori berikutnya.

B.   Implikasi Landasan Pedagogik Terhadap Praktek Pendidikan Di Sekolah, Keluarga dan Masyarakat.
Berdasarkan kajian teori sebelumnya perihal konsep dari pedagogi dan pedagogik. Pedagogi merupakan praktek pendidikan anak sedangkan pedagogik ialah ilmu pendidikan anak. Maknanya ialah pedagogi menunjukan suatu praktek atau merupakan suatu praktek mendidik anak. Sedangkan pedagogik merupakan suatu sistem teori mengenai pendidikan anak. Akan tetapi pada realita di lapangan menunjukan bahwa terkadang apa yang telah terumuskan sebagai sistem teori pendidikan, tidak selalu berbanding lurus dengan penerapannya. Karena terkadang ketika suatu teori berhasil diterapkan di suatu lingkungan, belum tentu dilingkungan lainnya akan mendapatkan hasil yang sama.
Penerapan dilingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat tentunya akan memiliki dasar atau sistem teori yang berbeda. Karena lingkungan tersebut berbeda, tentunya memiliki karakteristik yang berbeda dan pada aspek lainnya juga berbeda. Maka dari itu pedagogik sangat besar keterlibatannya dalam praktik pendidikan, meskipun terkadang suatu teori tersebut tidak sesuai atau tidak cocok ketika diterapkan di lapangan. Akan tetapi, ensensi dari suatu teori ialah  dijadikan suatu landasan atau dasar berpijak dalam pengaplikasian di lapangan, terlepas dari tepat tidaknya suatu teori tersebut. Pada hakikatnya suatu teori tidak terlepas dari praktek, sebab dibalik suatu praktek selalu terdapat pikiran yang teoritis. Teori bersumber dan dibangun atas dasar praktek, begitu sebaliknya bahwa suatu praktek akan lebih sempurna apabila didasari oleh suatu teori.
Dalam lingkungan sekolah, keluarga , ataupun di masyarakat, pentingnya kita memahami akan karakteristik lingkungan pendidikan. Hal ini merupakan salah satu kajian daripada pedagodik, dengan memahami berbagai macam karakteristik lingkungan berimplikasi terhadap praktik pendidikan yang selaras, serasi, dan sesuai dengan tujuan pendidikan. Agar kelak manusia yang terdidik akan menjadi manusia yang bermoral dan berakhlakul karimah.

C.   Implikasi Landasan Pedagogik Terhadap Landasan Pendidikan Keguruan dan Tenaga Kependidikan Secara Nasional.
1. Implikasi Bagi Guru
Apabila kita konsekuen terhadap upaya memprofesionalkan pekerjaan guru maka filsafat pendidikan merupakan landasan berpijak yang mutlak. Artinya, sebagai pekerja professional, tidaklah cukup bila seorang guru hanya menguasai apa yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Kedua penguasaan ini baru tercermin kompetensi seorang tukang.
Disamping penguasaan terhadap apa dan bagaimana tentang tugasnya, seorang guru juga harus menguasai mengapa ia melakukan setiap bagian serta tahap tugasnya itu dengan cara tertentu dan bukan dengan cara yang lain. Jawaban terhadap pertanyaan mengapa itu menunjuk kepada setiap tindakan seorang guru didalam menunaikan tugasnya, yang pada gilirannya harus dapat dipulangkan kepada tujuan-tujuan pendidikan yang mau dicapai, baik tujuan-tujuan yang lebih operasional maupun tujuan-tujuan yang lebih abstrak. Oleh karena itu maka semua keputusan serta perbuatan instruksional serta non-instruksional dalam rangka penunaian tugas-tugas seorang guru dan tenaga kependidikan  harus selalu dapat dipertanggungjawabkan secara pendidikan (tugas professional, pemanusiaan dan civic) yang dengan sendirinya melihatnya dalm perspektif yang lebih luas dari pada sekedar pencapaian tujuan-tujuan instruksional khusus.
Perlu digarisbawahi di sini adalah tidak dikacaukannya antara bentuk dan hakekat. Segala ketentuan prasarana dan sarana sekolah pada hakekatnya adalah bentuk yang diharapkan mewadahi hakekat proses pembudayaan subjek didik. Oleh karena itu maka gerakan ini hanya berhenti pada “penerbitan” prasarana dan sarana sedangkan transaksi personal antara subjek didik dan pendidik, antara subjek didik yang satu dengan subjek didik yang lain dan antara warga sekolah dengan masyarakat di luarnya masih  belum dilandasinya, maka tentu saja proses pembudayaan tidak terjadi. Seperti telah diisyaratkan dimuka, pemberian bobot yang berlebihan kepada kedaulatan subjek didikakan melahirkan anarki sedangkan pemberian bobot yang berlebihan kepada otoritas pendidik akan melahirkan penjajahan dan penjinakan. Kedua orientasi yang ekstrim itu tidak akan menghasilkan pembudayaan manusia.
2. Implikasi bagi Pendidikan Guru dan Tenaga Kependidikan
Tidaklah berlebihan kiranya bila dikatakan bahwa di Indonesia kita belum punya teori tentang pendidikan guru dan tenaga kependidikan.Hal ini tidak mengherankan karena kita masih belum saja menyempatkan diri untuk menyusunnya. Bahkan salah satu prasaratnya yaitu teori tentang pendidikan sebagiamana diisyaratkan pada bagian-bagian sebelumnya, kita masih belum berhasil memantapkannya. Kalau kita terlibat dalam berbagi kegiatan pembaharuan pendidikan selama ini maka yang diperbaharui adalah pearalatan luarnya bukan bangunan dasarnya.
Hal tersebut dikemukakan tanpa samasekali didasari oleh anggapan bahwa belum ada diantara kita yang memikirkan masalah  pendidikan guru itu. Pikiran-pikiran yang dimaksud memang ada diketengahkan orang tetapi praktis tanpa kecuali dapat dinyatakan sebagi bersifat fragmentaris, tidak menyeluruh. Misalnya, ada yang menyarankan masa belajar yang panjang (atau, lebih cepat, menolak program-program pendidikan guru yang lebih pendek terutama yang diperkenalkan didalam beberapa tahun terakhir ini) ; ada yang menyarankan perlunya ditingkatkan mekanisme seleksi calon guru dan tenaga kependidikan; ada yang menyoroti pentingnya prasarana dan sarana pendidikan guru; dan ada pula yang memusatkan perhatian kepada perbaikan sistem imbalan bagi guru sehingga bisa bersaing dengan jabtan-jabatan lain dimasyarakat. Tentu saja semua saran-saran tersebut diatas memiliki kesahihan, sekurang-kurangnya secara partial, akan tetapi apabila di implementasikan, sebagian atau seluruhnya, belum tentu dapat dihasilkan sistem pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang efektif.
Sebaiknya teori pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang produktif adalah yang memberi rambu-rambu yang memadai didalam merancang serta mengimplementasikan program pendidikan guru dan tenaga kependidikan  yang lulusannya mampu melaksanakan tugas-tugas keguruan didalam konteks pendidikan (tugas professional, kemanusiaan dan civic). Rambu-rambu yang dimaksud disusun dengan mempergunakan bahan-bahan yang diperoleh dari tiga sumber yaitu: pendapat ahli, termasuk yang disangga oleh hasil penelitian ilmiah, analisis tugas kelulusan serta pilihan nilai yang dianut masyarakat. Rambu-rambu yang dimaksud yang mencerminkan hasil telaahan interpretif, normative dan kritis itu, seperti telah diutarakan didalam bagian uraian dimuka, dirumuskan kedalam perangkat asumsi filosofis yaitu asumsi-asumsi yang memberi rambu-rambu bagi perancang serta implementasi program yang dimaksud. Dengan demikian, perangkat rambu-rambu yang dimaksud merupakan batu ujian didalam menilai perancang dan implementasi program, maupun didalam “mempertahankan” program dari penyimpngan-penyimpangan pelaksanaan ataupun dari serangan-serangan konseptual.
                                              
D.  Implikasi Landasan Pedagogik Terhadap Landasan Pendidikan Keguruan dan Tenaga Kependidikan Internasional.
Pada prinsipnya sama antara pendidikan di tingkat nasional dan internasional, yakni memiliki maksud dan tujuan yang sama. Dimana sama-sama memiliki tujuan untuk memanusiakan manusia, yakni membimbing manusia menuju kedewasaan tanpa merampas daripada karakteristik anak. Menganlisa tentang implikasi pedagogik terhadap landasan pendidikan keguruan di internasional pada hakikatnya sama, pendidikan keguruan di tingkat internasional juga memiliki landasan filosofis, sosiologis, psikologis, kultural, dll.
Pertanyaannya mengapa pendidikan yang bertaraf internasional dirasa lebih maju dibandingkan dengan pendidikan ditingkat nasional. Berkenaan dengan hal ini maka penulis kembalikan kepada konsep dari pedagogi dan pedagogik. Pedagogi dan pedagogik merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena memiliki hubungan yang saling membutuhkan, yakni ketika melaksanakan suatu praktik pendidikan tentunya kita harus memiliki dasar atau teori yang mendasari. Akan tetapi penulis menganalisa ketika suatu teori diterapkan di suatu negara misal Finlandia apakah kemungkinan besar dapat berhasil ketika diterapkan di Indonesia.
Akan tetapi, penulis lebih menarik kesimpulan bahwa maju atau tidaknya suatu pendidikan tentunya adanya korrdinasi yang baik antar berbagai aspek. Guru atau tenaga kependidikan merupakan komponen penting dalam kemajuan pendidikan. Misalkan ; Guru-guru di Finlandia untuk sekolah dasar harus sudah bersertifikasi S2 (Magister). Sedangkan di Indonesia, masih S1 bahkan ada yang latar belakang pendidikannya tidak sesuai dengan pendidikan di sekolah dasar. Finlandia mungkin saat ini pendidikan masih nomer satu di dunia, namun penulis menganalisa juga bahwa Finlandia hanya memiliki warga seikitar 5 juta jiwa mendiami lebih dari 330.000 km2, sehingga sekolah dibebaskan biaya. Dengan kondisi seperti ini juga akan mempengaruhi akan kemajuan pendidikan. Namun , hal terpenting saat ini yang saharusnya dilakukan ialah dengan mengoptimalkan keprofesionalan guru dalam mendidik meskipun dengan segala keterbatasan. Insya Alloh dengan usaha yang optimal dengan disertai doa, semoga pendidikan di Indonesia lebih baik lagi.
BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari berbagai pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis menarik kesimpulan bahwa pedagogi merupakan praktek pendidikan anak sedangkan pedagogik ialah ilmu pendidikan anak. Maknanya ialah pedagogi menunjukan suatu praktek atau merupakan suatu praktek mendidik anak. Sedangkan pedagogik merupakan suatu sistem teori mengenai pendidikan anak. Akan tetapi pada realita di lapangan menunjukan bahwa terkadang apa yang telah terumuskan sebagai sistem teori pendidikan, tidak selalu berbanding lurus dengan penerapannya. Karena terkadang ketika suatu teori berhasil diterapkan di suatu lingkungan, belum tentu dilingkungan lainnya akan mendapatkan hasil yang sama.
Implikasi pedagogik terhadap landasan pendidikan keguruan ialah ketika seseorang memahami tentang ilmu mendidik anak khususnya pada pendidikan keguruan , maka tepatlah keterlibatan pedagogik. Sedangkan terhadap tenaga kependidikan (guru) sangat tepat ketika seorang guru memahami akan pedagodik sehingga guru akan mampu mendidik sesuai dengan karakteristik anak. Baik secara nasional maupun internasional hakikatnya memiliki landasan yang sama, yang membedakan ialah kondisi dan keprofesionalan pendidik.


DAFTAR PUSTAKA

Hasbullah. 2008. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Madyo Ekosusilo dan R.B. Kasihadi. Dasar-dasar Pendidikan. Semarang: Effhar Publising.

Miarso, Yusufhadi. 2004. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Pidarta, Made. 1997. Landasan Kependidikan. Yakarta : Rineka Cipta.

Prawiradilaga, Dewi Salma dan Eveline Siregar. 2007. Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta : Universitas Negeri Jakarta.

Rubino Rubiyanto, dkk (2003). Landasan Pendidikan. Muhammadiyah University Press.

Sadulloh, Uyoh. 2007. Filsafat Pendidikan. Bandung : Cipta Utama.

Seels, Barbara B dan Richey, Rita C. 1994.Teknologi Pembelajaran Definis dan Kawasannya. Jakarta : Universitas Negeri Jakarta.

Sukardjo, M. dan Komarudin. 2009. Landasan Pendidikan konsep dan aplikasinya. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Syaripudin, Tatang dan Kurniasih. 2014. Pedagogik Teoritis Sistematis. Bandung : Percikan Ilmu.
                                                        
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Bahri, Syamsul. 2007. Landasan Pendidikan. http://www.wordpress.com/syamsulbolg.html. diakses tanggal 9 Desember 2015.

Nurmida, Andini. 2012. Konsep Dasar Pedagogik. http://bukanmilikandini.blogspot.com/2012/11/konsep-dasar-pedagogik.html . diakses 9/12/2015.

PTS Online. 2007. Pentingnya Landasan Filsafat Ilmu Pendidikan. http://www.pts.co.id/filsafat.asp. diakses tanggal 9 Desember 2015.

Sulastri. 2012. Sekilas Mengenal Pedagogik. http://allamandakathriya.blogspot.com/2012/04/sekilas-mengenal-pedagogik.html . diakses 9/12/2015.

2 komentar:

Comments system

Disqus Shortname